Monday, July 20, 2009

Tentang Lo Fong Pak dalam Ensiklopedi Umum (Prof. Mr. Ag. Pringgodigdo)

Ketika mencari entri “Mandor” di Ensiklopedi Umum, saya temukan informasi tentang Lo Fong Pak, presiden pertama Republik Lan Fang. Berikut kutipannya.
Mandor, kota kecamatan, kota kecil di pedalaman sebelah utara Pontianak, Kalimantan Barat. Di dekat pesanggrahan di tempat tersebut terdapat kuburan yang menurut tulisan batu nisannya (dalam bahasa Belanda) memperingati mereka yang gugur dalam pertempuran tahun 1884-85, di antaranya seorang kontrolir Belanda yang terbunuh pada 23 Oktober 1884. Di dekat klenteng (kuil Cina) tidak jauh dari kuburan itu berdiri suatu tugu peringatan bertuliskan bahasa Cina memperingati jasa-jasa seorang Cina bernama Lo Fong Pak. Menurut ceriteranya, Mandor ini (dulu) adalah daerah emas yang kaya. Konon dalam tahun 1739 datanglah enam orang Cina yang pertama menetap di Mandor. Mereka mendirikan kongsi perusahaan emas. Tahun 1758 datanglah Lo Fong Pak tersebut yang berhasil mendapatkan persetujuan dan membuat perjanjian dengan Sultan Pontianak (Tuanku Syarif Abdulrakhman) untuk mengintensifkan pengusahaan emas. Sejak itu penduduk Mandor (orang-orang Daya, perantau-perantau Melayu dan Cina) sungguh-sungguh mengalami zaman keemasan. Lo Fong Pak meninggal tahun 1795 dan kedudukannya berturut-turut digantikan oleh tokoh-tokoh Cina lain, sampai pihak penjajah Belanda juga ingin menguasai kekayaan bumi Mandor tersebut. Salah seorang pemimpinnya (Liu Tai Nji) dipanggil ke Batavia (Jakarta sekarang) dan dapat dibujuk melepaskan kekuasaan pengusahaan emas tersebut yang dikuatkan dengan suatu kontrak tertulis. Liu yang karenanya ditentang hebat oleh penduduk Mandor menghilang. Belanda mendatangkan dua puluh orang serdadu: semuanya punah terbunuh. Dengan itu berkobarlah Perang Mandor (1884-85). Bala bantuan didatangkan, perkampungan Mandor dibakar habis, penduduk mengundurkan diri bergerilya di hutan-hutan, tetapi akhirnya Belanda dapat menguasai keadaan dan tempat. Di Mandor ditempatkan seorang kontrolir (J.C. Rijks) sebagai kepala pemerintahan. Baru dua hari bertugas, pejabat ini ketika sedang mandi di sungai bersama dua orang pengawalnya mati terbunuh dan dikuburkan di dekat pesanggrahan tersebut di atas. Di zaman pendudukan Jepang (1941-45) Mandor oleh Jepang dijadikan tempat pembunuhan tawanan-tawanan secara besar-besaran. Tawanan orang-orang penting yang paling dicurigai (di antaranya juga sultan-sultan, penembahan-penembahan, juga ada beberapa orang Belanda dan ada pula yang ditawan sekeluarganya) dari seluruh Kalimantan Barat digiring berkali-kali ke Mandor. Mereka lebih dulu disuruh menggali kuburan mereka sendiri (berupa lobang-lobang berukuran lebar dan dalam satu meter dan panjang dua puluh lima meter) untuk kemudian dipenggal kepala mereka seorang demi seorang dengan pedang samurai opsir-opsir Jepang yang ditugaskan menjalankan pembunuhan itu. Setelah Jepang menyerah kalah perang dan Belanda berkuasa kembali kuburan-kuburan massal yang berserakan itu digali dan dikuburkan kembali. Tempat itu diberi pintu gerbang yang bertuliskan (bahasa Belanda): Evereld Mandor (Taman Pahlawan Mandor).

Masyarakat Sipil Tionghoa Kalimantan Barat Terpikat Keelokan Gunung Emas

Oleh: Dr. William Chang (dari: http://www.kompas.com/kompas-cetak/0108/11/nasional/terp28.htm)

SEBENARNYA Lo Fong Pak dan kawan-kawan bukan rombongan pertama dari Tiongkok yang mendarat di Bumi Kalimantan Barat. Sejak abad ke-7 hubungan Tiongkok dengan Kalbar sudah sering terjadi. Sekitar satu abad setelah kedatangan suku Melayu dari Johor dan tempat-tempat lain di Malaya ke Sambas dan Mempawah, Tayan, Meliau, Sanggau, Sintang, Silat, Selimbau, Piasa, Suhaid, Jongkong dan Bunut (seputar tahun 1290-an), beberapa anggota pasukan Tartar yang kalah perang dari pemuda ulung Raden Wijaya menetap di Kalbar, karena mereka takut menerima hukuman dari Kublai Khan.

Puisi 12 baris gubahan Lo Fong Pak itu membeberkan bahwa dalam abad 17 rombongan dari Tiongkok harus menghadapi setidak-tidaknya tiga masalah utama.
Pertama, perjalanan panjang mengarungi samudera luas dan ganas. Yang berani datang waktu itu hanya kaum pria, sedangkan kaum wanita tidak ikut serta dalam perjalanan itu.

Kedua, mereka harus menghadapi para Sultan Melayu selaku penguasa daerah Kalbar yang belum dikenal.

Ketiga, lingkungan dan muatan sosial kala itu memaksa mereka untuk bersikap secara tepat. Namun, demi sesuap nasi mereka berani meninggalkan tanah leluhur.

Sejarah mencatat, kedatangan mereka di Kalbar atas undangan Sultan-sultan Melayu setelah mendengar bahwa penambang bauksit asal Tiongkok berhasil memperkaya kesultanan di Palembang. Keahlian khusus para penambang emas (Hakka) ternyata menarik perhatian para Sultan Melayu di Kalbar. Waktu itu, kawasan Kalbar bisa dikatakan masih "perawan" dan belum banyak terjamah.

Pengelolaan tambang emas dipercayakan kepada para pekerja keras asal Tiongkok. Yuan Bingling, seorang pengamat sejarah berpendapat bahwa kedatangan para pekerja pertambangan emas dari Tiongkok tak terkait dengan penjajah Belanda, tetapi justru terpaut dengan sultan-sultan lokal di Kalbar (Chinese Democracies: A Study of the Kongsis of West Borneo (1776-1884)-The Netherlands, 2000, xi-22).

Menambang emas bukan hanya satu-satunya pekerjaan yang mereka tangani. Banyak dari antara mereka (khususnya dari kelompok dan Tiaociu) bekerja sebagai petani, pedagang, seniman, dan nelayan di kawasan Kalbar (Mandor, Montrado, Kulor, Sungai Duri, Mempawah). Mereka mengembangkan teknik pembuatan garam, pengawetan ikan, penanaman kelapa, padi, sayur-mayur, dan pemeliharaan babi. Diperkirakan terdapat 40-an pertambangan emas. Kala itu mereka sudah mampu memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari, tanpa banyak ketergantungan dari luar kawasan Kalbar. Usaha dan kerja keras menjamin hidup mereka. Kerja sama dengan puak Dayak dan Melayu tampak dalam hidup, dunia pertambangan dan bisnis keperluan sehari-hari. Saling ketergantungan antarwarga masyarakat membuat mereka saling memerlukan dan bekerja sama satu dengan yang lain. Tenaga-tenaga orang Tionghoa diperlukan untuk membangun daerah dan kemajuan bersama sebagai masyarakat sipil (Dayak, Melayu, dan Tionghoa!).

Hubungan antara masyarakat Tionghoa dan Dayak, menurut Bingling, dilakukan khususnya melalui perkawinan, hubungan dengan orang-orang Melayu melalui bisnis dan kegiatan sosial sehari-hari. Hubungan dan kerja sama ketiga etnis yang telah berabad-abad lamanya patut dipertahankan dan dikembangkan dalam jaman sekarang.

Ini merupakan salah satu modal dasar untuk mengembangkan daerah Kalbar yang terpuruk oleh pelbagai tragedi dari dulu hingga sekarang.

***
MASYARAKAT sipil Tionghoa terutama ditemukan dalam kawasan pertambangan, pertanian, perdagangan, dan perikanan. Masyarakat sipil dalam kongsi pertambangan emas memiliki peraturan-peraturan dan sistem keamanan. Dalam kongsi pertambangan emas yang berkaryawan sekitar 500 hingga 800 orang, misalnya, biasanya terdapat dua orang yang mengawasi kegiatan dalam pertambangan, seorang pengurus pembukuan, seorang kasir, seorang penjaga toko, dan delapan orang supervisor selokan.

Menurut WA van Rees, demokrasi masyarakat Tionghoa bersemi dalam perkongsian di Montrado (Talaluk). Hanya, dalam kawasan ini kadang muncul oligarki karena adanya kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat.

Kehidupan dalam kawasan pertambangan baik. Makanan dan minuman tersedia. Hidup tak pernah berkekurangan. Sistem organisasi mereka sebagai kongsi tak dapat dimasuki oleh Pemerintah Belanda. Justru karena itu, Pemerintah Belanda berusaha mencampuri urusan kongsi masyarakat Tionghoa agar kongsi tidak menjadi kekuatan yang membahayakan pemerintah penjajah.

Yang menarik, tugas-tugas dalam kongsi sudah dibagi dengan baik sehingga tiap pakar mendapat kursi sesuai keahliannya. Insinyur, pengawas, tukang masak dan pencatat hasil kerja menerima tanggung jawab yang jelas. Sistem kontrol berjalan baik. Peraturan dapat diterapkan semestinya.

Kondisi buruh tambang waktu itu kurang lebih begini: sebelum Matahari terbit, diawali sarapan berupa nasi mereka langsung bekerja. Pukul 09.00 pagi mereka kembali makan bubur kacang dan minum teh. Pukul 13.00 mereka makan siang berupa nasi dengan sayur, ikan kering dan daging. Pukul 18.00 makan malam penuh disediakan. Sehari mereka bekerja sembilan jam. Seminggu sekali mereka mendapat makanan khusus berupa daging babi. Tembakau tersedia.

Pencucian emas biasanya dilakukan pada waktu malam. Kalau tak berhasil, kerja itu diteruskan keesokan paginya. Terkadang mereka menggunakan darah anjing hitam untuk mencuci emas hasil dulang. Setelah berhasil mencuci emas, daging ayam, babi, dan anggur muncul dalam perjamuan makan. Biasanya jenis pesta ini diikuti oleh rakyat banyak. Pemberian uang perangsang secara berkala juga diberikan kepada mereka yang berprestasi mencari emas.

Ternyata, kesejahteraan para karyawan diperhatikan. Ini menunjukkan bahwa cita-cita dasar masyarakat sipil yang didengung-dengungkan dewasa ini telah diwujudkan dalam masyarakat Tionghoa sipil sejak era penjajahan. Kebutuhan-kebutuhan pokok perorangan dan tiap keluarga dipenuhi. Himpunan manusia dan keluarga yang ber-"komunitas sipil" sadar bahwa secara individual mereka tak mampu memenuhi kesejahteraan hidup manusia. Justru keadaan ini memerlukan suatu "pusat otoritas" untuk mengatur dan mengontrol hidup sosial, sehingga apapun yang diperlukan oleh setiap warga masyarakat dapat disediakan dan dipenuhi oleh pihak pengendali kekuasaan. Tanpa "pusat otoritas" itu dan pemenuhan tanggung jawab secara menyeluruh sangat sulit untuk mewujudkan kesejahteraan tiap individu.

***

SEBENARNYA masalah "otonomi", yang akan diterapkan sebentar lagi, sudah dipraktikkan di kalangan masyarakat Tionghoa yang hidup dan bekerja dalam perkongsian emas dan masyarakat biasa. Sistem peraturan mengikat para penambang emas, sehingga dunia perkongsian dapat menyediakan kesembilan bahan pokok hidup masyarakat. Sejak pertengahan abad 18 Montrado dan Mandor sudah memiliki pasar yang dapat memenuhi kehidupan masyarakat. Mereka hidup dalam kecukupan dan keperluan hidup terpenuhi dengan baik.

Tokoh-tokoh utama dalam perkongsian emas bersemangat militan untuk menghadapi Pemerintah Belanda yang ingin membubarkan kongsi-kongsi emas di daerah Kalbar. Masyarakat Tionghoa membentuk pasukan perang yang bisa terdiri dari 100-400 orang menghadapi serangan Belanda. Dalam masyarakat sipil ini tampak perilaku untuk memerangi segala bentuk pendudukan dan penjajahan, sebab mereka tidak ingin diatur oleh kelompok luar, tapi oleh diri-sendiri dan kalangan sendiri. Pada tahun 1854 pertahanan dan perlawanan masyarakat ini dipatahkan oleh Belanda.

Nilai sistem otonomi yang disumbangkan oleh kongsi emas untuk masyarakat dewasa ini adalah penolakan terhadap campur tangan luar yang memporak-porandakan kehidupan internal mereka. Kebutuhan-kebutuhan hidup fisik terpenuhi. Tenaga yang diperlukan, seperti pandai besi, tukang jahit, tukang masak, tabib, dan tenaga keamanan tersedia. Seandainya sistem kongsi emas masih diterapkan di daerah Kalbar, tentu monopoli dalam bidang jeruk di Kalbar yang dilakukan oleh keturunan penguasa Orde Baru dengan kedok "koperasi-koperasian" tidak pernah akan terjadi. Masyarakat penanam jeruk di Kalbar tidak akan jatuh miskin seperti sekarang.

Kekhasan yang tak terlupakan adalah "jiwa otonomi" dalam masyarakat Tionghoa tradisional dalam mengelola lingkungan hidup. Sejak tahun 1930-an kawasan seperti Anjungan, Kayu Putih, Segedong, Pemangat dan beberapa daerah lain di Kabupaten Sambas termasuk kawasan pertanian padi tersohor di Kalbar. Gudang padi dari kawasan ini mengagumkan! Swasembada beras terjamin. Produksi karet merupakan komoditi ekspor terkenal dari Kalbar. Hingga tahun 1960-an, misalnya, daerah Pancaroba-Sei Ambawang dan sekitarnya masih mampu memproduk karet sekitar satu ton per hari.

Malah, dalam jaman Belanda masyarakat ini telah sanggup mengekspor durian ke Eropa Barat dengan teknik pengawetan khusus, yang belum diketahui banyak orang hingga sekarang.

"Jiwa otonomi" sejak jaman Belanda masih tetap aktual dalam mewujudkan otonomi daerah Kalbar. Otonomi daerah Kalbar akan terwujud baik, asal disertai oleh aparat Pemda yang sungguh bersih, bertanggung jawab, mengutamakan kesejahteraan rakyat dan kemajuan bersama. Oknum-oknum penegak hukum sipil yang terlibat KKN (tanpa kecuali!) harus dibersihkan secepatnya sebelum otonomi daerah diterapkan.

Dalam hal ini para wakil rakyat harus jeli menilai dan memberikan masukan kepada Pemerintah Pusat untuk membersihkan mereka yang dianggap akan melestarikan dan memperpanjang KKN dan menggagalkan usaha otonomi daerah Kalbar.

Kalau tidak, mungkin, masalah otonomi daerah Kalbar hanya sebuah mimpi dan tak pernah mampu memperbaiki kehidupan dan kesejahteraan sosial masyarakat. Tentu, penegakan hukum seadil-adilnya dan konsisten perlu segera dilaksanakan.

Sebaiknya, ada tim khusus yang memantau pelaksanaan otonomi daerah dan mereka yang mengkhianati program ini harus dikenakan sanksi hukum. Sebuah tim juri khusus pemantau pelaksanaan otonomi daerah dalam masyarakat sipil di Kalbar segera diperlukan!

* William Chang, pengamat sosial, tinggal di Pontianak.

Republik Lan Fang di Mandor, Kalbar: Negara Republik Pertama di Asia


Pada akhir abad ke-18, tepatnya 1777, seorang Tionghoa (klan Hakka/Khek) dari Kwantung bernama Lo Fong Pak mendirikan pemerintahan sendiri berbentuk republik di Mandor, Kalimantan Barat. “Republik” ini bertahan selama 107 tahun dan mempunyai 10 presiden yang diangkat melalui pemilihan. Dilihat dari tahun pendiriannya, Republik Lan Fang merupakan republik tertua di Asia dan negara-kongsi (corporate republic) pertama di dunia. Informasi ini terasa unik dan berharga karena keberadaannya tidak pernah tersentuh oleh sejarah nasional yang kita kenal di sekolah.



Sekilas tentang Lo Fong Pak (Lo Thai Pak)
Beliau dilahirkan tahun 1738 di Kwantung, Mei Hsien, Shih Pik Pao, Tiongkok, pada masa Dinasti Ching di bawah kekuasaan Kaisar Chien Long (cucu Kaisar Kang Hie yang tersohor). Lo Fong Pak mulai bertualang pada usia 34 tahun. Beliau merantau ke Kalimantan Barat ketika orang-orang di dunia ramai mencari emas (seperti Gold Rush di Amerika Serikat pada pertengahan abad ke-19). Menyusuri Han Jiang menuju Shantao, sepanjang pesisir Vietnam, Lo Fong Pak akhirnya berlabuh di Kalimantan Barat. Ketika itu Sultan Panembahan yang percaya bahwa orang Tionghoa adalah pekerja keras membawa 20 pekerja Tionghoa dari Brunei. Sultan Umar di Singkawang (Sambas) juga mendengar tentang ketekunan orang Tionghoa dan memanfaatkannya melalui sistem kontrak lahan.

Dari Kongsi Menjadi Republik Lan Fang 
Pada permulaan tahun 1740, jumlah orang Tionghoa hanya beberapa puluh saja. Pada tahun 1770 orang Tionghoa sudah mencapai 20.000-an orang. Mereka berdatangan berdasarkan pertalian saudara, kampung halaman, atau sesama kumpulan. Kelompok-kelompok Tionghoa ini membentuk kongsi (korporasi) untuk melindungi diri mereka. Pada tahun 1776, 14 Kongsi disatukan guna menjaga kesatuan dan mencegah ancaman persengketaan berdasarkan kumpulan, daerah asal, dan darah. Pada saat itu, Lo Fong Pak mendirikan Kongsi Lan Fang, yang menyatukan semua orang golongan Hakka di daerah yang dinamakan San Shin Cing Fu (danau gunung berhati emas), dan mendirikan kota Mem-Tau-Er sebagai markas besar dari group perusahaannya.

Pada masa itu Khun Tian (Pontianak), yang berlokasi di hilir Sungai Kapuas, merupakan daerah perdagangan yang penting dan dikuasai oleh Sultan Abdulrahman. Daerah hulu sungai dikuasai oleh orang Dayak. Usaha Sultan Mempawah yang bertetangga dengan Pontianak untuk membangun sebuah istana di hulu sungai menyebabkan pertikaian antara kedua sultan ini. Terjadilah perang antara kedua negeri itu. Sultan Abdulrahman meminta bantuan Lo Fong Pak. Karena istana tersebut dibangun dekat wilayah Kongsi Lan Fang, Lo Fong Pak akhirnya memutuskan untuk membantu Sultan Pontianak dan berhasil mengalahkan Mempawah. Sultan Mempawah yang dikalahkan bergabung dengan orang Dayak dan melakukan serangan balasan. Kembali Lo Fong Pak berhasil mengalahkan Sultan Mempawah dan mendesaknya hingga ke arah utara, yaitu Singkawang, di mana akhirnya Sultan Mempawah bersama Sultan Singkawang (Sambas) menandatangani perjanjian damai dengan Lo Fong Pak. Peristiwa itu secara dramatis melambungkan popularitas Lo Fong Pak.

Sejak saat itu, orang-orang Tionghoa dan penduduk setempat mencari perlindungan kepada Lo Fong Pak. Kekuatan dan prestise Lo Fong Pak semakin meningkat. Ketika Sultan Pontianak menyadari tidak mampu melawan Lo Fong Pak, ia sendiri meminta perlindungan dari Lo Fong Pak. Ada tradisi lisan yang mengatakan bahwa keduanya bahkan menjadi saudara angkat. Lalu Lo Fong Pak mendirikan sebuah pemerintahan dengan menggunakan nama kongsinya, sehingga nama kongsinya menjadi Republik Lan Fong. Dihitung sejak tahun berdirinya, 1777, republik ini 10 tahun lebih awal dari pembentukan negara Amerika Serikat (USA) oleh George Washington pada tahun 1787. 

Ketika itu masyarakat ingin Lo Fong Pak menjadi sultan (monarkhi), namun ia menolak dan memilih pemerintahan seperti sistem presidensial. Lo Fong Pak terpilih melalui pemilihan umum untuk menjabat sebagai presiden pertama, dan diberi gelar dalam bahasa Mandarin “Ta Tang Chung Chang” atau presiden. Konstitusi negeri itu menyebutkan bahwa posisi presiden dan wakil presiden Republik tersebut harus dijabat oleh orang yang berbahasa Hakka. 

Ibukota Republik Hakka ini adalah Tung Ban Lit (Mandor) yang secara harafiah berarti “Timur dengan selaksa konstitusi”. Benderanya berbentuk persegi empat berwarna kuning, dengan tulisan dalam bahasa Mandarin “Lan Fang Ta Tong Chi”. Bendera presidennya berwarna kuning berbentuk segitiga dengan tulisan ‘Chuao’ (jenderal). Para pejabat tingginya memakai pakaian tradisional bergaya Cina, sementara pejabat yang lebih rendah memakai pakaian gaya barat. 

Dalam catatan (tarikh) negara samudera Dinasti Ching, tercatat adanya sebuah tempat di mana orang Ka Yin (dari daerah Mei Hsien) bekerja sebagai penambang, membangun jalan, mendirikan negaranya sendiri, setiap tahun kapalnya mendarat di daerah Zhou dan Chao Zhou (Teochiu) untuk berdagang. Lo Fong Pak dalam masa pemerintahannya telah menjalankan sistem perpajakan, mempunyai kitab undang undang hukum, menyelenggarakan sistem pertanian dan pertambangan yang terarah, membangun jaringan transportasi, dan mengusahakan ketahanan ekonomi berdikari lengkap dengan perbankannya. Sistem pendidikan tetap diperhatikan bahkan semakin dikembangkan. Konon, Lo Fong Pak sendiri asalnya memang seorang guru.

Republik Lan Fang bukan hanya disegani kekuatan militernya tapi juga keahlian Lo Fong Pak dalam mengusir buaya di kawasan muara Kapuas. Ini membuat banyak kalangan menaruh hormat kepada Presiden Lo Fong Pak. Lo Fong Pak wafat pada tahun 1795. Beliau sempat tinggal di Borneo selama lebih dari 20 tahun.

Kejatuhan Republik Lan Fang
Ketika Lo Fong Pak mendarat di Kalimantan Barat, Belanda belum secara agresif merambah ke Kalimantan. Baru setelah Republik Lan Fang berusia 47 tahun semasa kekuasaan presiden ke-5, Liu Thai Er, Belanda mulai menjalankan ekspansinya di Indonesia dan mulai masuk ke Tenggara Borneo. Lama kelamaan Lan Fang kehilangan hak otonomi dan mulai menjadi bagian dari Hindia Belanda.

Belanda membuka kantor kolonialnya di Pontianak dan mencampuri urusan Republik Lan Fang. Pada tahun 1884, Singkawang yang menolak dijajah oleh Belanda, mendapat serangan dari Belanda dan takluk pada tahun 1885. Lan Fang sempat bertahan dan melawan selama 4 tahun, namun berakhir dengan kekalahan dan orang orangnya melarikan diri ke Sumatera. Karena takut akan reaksi keras dari pemerintahan Ching di Tiongkok, Belanda tidak pernah menyatakan menguasai Lan Fang. Belanda membiarkan salah satu dari keturunan Lan Fang menjadi pemimpin boneka. Baru setelah terbentuknya Republik Rakyat Cina (Cung Hwa Ming Kuok) 1911, maka pada tahun 1912 Belanda secara resmi menyatakan menguasai daerah itu. Mereka yang lari ke Sumatera berkumpul kembali di Medan, dan kemudian dari sana beberapa orang menyeberang ke Kuala Lumpur dan Singapura. Salah satu keturunan pelarian dari Kalimantan tersebut adalah Lee Kuan Yew, yang kemudian menjadi perdana menteri di Singapura. Kendati orang Hakka merupakan minoritas di Singapura, mereka memainkan peran penting dalam mendirikan negara perusahaan: Singapura.

Diolah dari berbagai sumber di milis yang kebanyakan merujuk dari buku Hakka People - Jews of the Orient, karya Kao Chung Xi

Monday, June 29, 2009

Ucapan Yesus yang Mengagetkan dan Membingungkan (2)


“Jikalau seorang datang kepada-Ku dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi murid-Ku” (Lukas 14:26)

Mungkin inilah kata-kata Yesus yang paling keras tentang syarat mengikuti Dia. Jika kata “membenci” dimengerti seperti bahasa kita, maka sayalah orang yang tanpa pikir panjang akan meninggalkan-Nya. Jika Dia memang mengharuskan kita membenci orangtua, isteri, saudara, anak-anak, bahkan nyawa sendiri, Yesus tidak hanya melawan hukum alam, budaya, dan hati nurani, tetapi bahkan hukum-Nya sendiri tentang menghormati orangtua dan mengasihi sesama hingga musuh. Jika Yesus memang memaksudkan seperti itu, Dia pasti sudah gila.

Latar belakang perkataan ini harus diletakkan pada kenyataan bahwa ikatan keluarga bisa menjadi penghalang untuk menomorsatukan Kerajaan Allah di atas segala-galanya. Seseorang bisa saja terbelit ikatan dan kepentingan anggota keluarga sehingga tidak ada waktu dan perhatian untuk pelayanan. Dalam ungkapan bahasa Alkitab, “membenci” bisa berarti kurang mengasihi. Misalnya ketika dalam Perjanjian Lama dibuat aturan untuk seseorang yang beristeri dua. Yang seorang dicintainya, sedangkan yang lain tidak dicintai (“dibenci” dalam versi King James) (Ulangan 21:15). Yang dimaksudkan bukanlah yang satu dikasihi dan yang lain tidak dikasihi. Artinya ialah bahwa seseorang lebih mengasihi isteri yang satu daripada yang lain. Dengan konteks ini, kita dapat memahami istilah “membenci” dalam ucapan Yesus sebagai mengasihi lebih sedikit (kurang). Paralel dalam Matius 10:37 meneguhkan pemahaman ini: “Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih daripada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku....”

Ada pula pandangan yang mengatakan bahwa pola pikir orang Yahudi bersifat “hitam-putih”. Lawan dari cinta adalah benci, tidak ada kata untuk melukiskan nuansa lebih atau kurang. Terlepas dari penjelasan ini, ucapan Yesus yang mengagetkan itu memang bagus untuk mengagetkan orang tentang beratnya tuntutan (syarat) mengikuti Dia.

Lianto

Ucapan Yesus yang Mengagetkan dan Membingungkan (1)



Banyak orang mengalami kesulitan untuk menelaah sejumlah ucapan Yesus yang ditemukan dalam Injil. Sejumlah perkataan Yesus yang dibaca atau didengarkan di gereja sering terasa kasar, sulit dimengerti, dan membingungkan. “Biarlah orang mati menguburkan orang mati.” Apakah Yesus sedang bercanda? Bagaimana orang mati menguburkan orang mati? Di tempat lain, kita menemukan kata-kata hardikan yang keras (misalnya: “Hai kamu keturunan ular beludak”) atau yang membingungkan (misalnya: “Aku datang bukan untuk membawa damai, melainkan pedang”). Kata-kata yang sulit itu terasa bertentangan dengan gambaran (entah dari mana asalnya) orang tentang Yesus yang sabar dan penuh cinta. Sebagian orang memilih tidak memikirkannya lebih jauh karena takut jangan-jangan ayat-ayat yang membingungkan itu bakal mengguncang gambaran indah tentang sosok Yesus. Ada pula yang menyembunyikan kebingungan dengan dalih status keterbatasan akal budi di hadapan Wahyu yang mengatasi rasionalita. Mereka lebih suka menampilkan “ayat-ayat cantik” yang menyejukkan seperti pedagang handphone memamerkan “nomor-nomor cantik” simcard yang dijual dengan harga khusus.

Rangkaian seri tulisan ini mau menampilkan ayat-ayat pelik itu yang ditelaah dari berbagai informasi sejumlah buku. Dengan menyimak konteks sejarah, budaya, dan kaidah bahasa, dicoba untuk memahami latar belakang ucapan-ucapan Yesus yang kerap dirasa sulit dimengerti. Dengan rendah hati harus dikatakan bahwa uraian ini tidak berharap banyak untuk menjadikan ayat-ayat sulit menjadi sangat mudah dimengerti. Ada dua kesulitan: yang pertama menyangkut kata-kata Yesus yang sulit dimengerti. Yang kedua menyangkut kata-kata yang terlalu mudah dimengerti. Dua-duanya sama-sama mempunyai kesulitan. Biasanya, jika kesulitan pertama diatasi, masalah muncul dalam bentuk kesulitan kedua. Mark Twain mengalami hal itu ketika mengatakan bahwa hal-hal dalam Alkitab yang menyulitkan dia bukanlah hal-hal yang tidak ia mengerti, melainkan hal-hal yang telah ia mengerti. Tulisan ini hanyalah usaha untuk mencoba mengembalikan (meletakkan) berbagai ucapan sulit Yesus ke tempat aslinya. Dengan demikian dapat diharapkan untuk mendapatkan pemahaman kebahasaan yang “sepadan secara dinamis”. Mengingat kaidah bahasa Yunani berbeda dengan bahasa kita, telaah linguistik diperlukan agar pengaruh terhadap kita dapat sama (tidak jauh beda) seperti pengaruh kata-kata Yesus terhadap pendengarNya di masa lalu di Galilea dan sekitarnya.

Lianto

Monday, March 30, 2009

Perhentian 14


YESUS DIMAKAMKAN

Kami menyembah sujud kepada-Mu, Kristus, serta memuji Engkau. 
Sebab dengan salib suci-Mu, Engkau telah menebus dunia.

Saat itu....

Iringan-iringan orang setia menghantar jenazah Yesus ke tempat pemakaman. Kedukaan dan kesedihan menyelimuti mereka. Menurut anggapan manusiawi, jelas ini merupakan suatu kegagalan, musnahlah harapan, lenyaplah kebanggaan akan seorang tokoh pembawa damai dan keselamatan. Namun iman kita mengajarkan bahwa Yesus turun ke tempat penantian dunia orang mati, lalu pada hari ketiga, Ia bangkit mendobrak pintu alam maut. Dan dengan demikian mulailah fajar hidup yang baru. Dengan kebangkitan-Nya, terbukalah rahasia terdalam yang menjadi pertanyaan setiap insan. Inilah makna dari segala penderitaan yang melanda hidup Yesus; bangkit untuk mengalami puncak keberadaan-Nya sebagai Allah dan Manusia.

Saat ini......

Tak ada mawar tak berduri, tak ada kebahagiaan tanpa derita. Semua perkawinan yang langgeng selalu dipenuhi dengan pengalaman suka dan duka yang silih berganti. Bahagia atau tidak bahagia tergantung cara kita memaknai aneka peristiwa. Kesabaran dan ketabahan menanti penyelenggaraan ilahi, akan membimbing kita kepada kepenuhan janji perkawinan kita. Penderitaan yang kita alami bersama pasangan, akan menjadi apa yang disebut oleh Alm. Bapa Suci Yohanes Paulus II sebagai “salvifici doloris”; penderitaan yang menyelamatkan. 

Doa:

Tuhan Yesus Kristus, kisah hidup-Mu sebagai Manusia yang begitu berat, mengagumkan, sekaligus mengerikan sekarang sudah berakhir. Semoga kami Kauberi iman yang sejati agar kami tidak hanya terpaut pada kesan dan peristiwa lahiriah, melainkan selalu peka untuk melihat makna yang tersembunyi dalam setiap peristiwa derita. Dengan demikian, apa yang tampak sebagai kutuk dapat dilihat sebagai rahmat; sial menjadi mujur; gelap menjadi terang. Semoga setiap kali kami mengalami kegagalan dan kekecewaan dalam membina keluarga, kami tidak putus asa, melainkan selalu bangkit dengan harapan dan semangat baru.

Kasihanilah Tuhan, kasihanilah kami.
Allah, ampunilah kami, orang berdosa.

Jenazah-Nya dimakamkan
Rebah dalam penantian
Menyongsong kemuliaan

PENUTUP

Marilah kita dengan perlahan dan penuh penghayatan mengucapkan DOA TOBAT:

Allah yang Maharahim,
aku menyesal atas dosa-dosaku,
sebab patut aku Engkau hukum,
terutama sebab aku telah menghina Engkau,
yang Mahamurah dan Mahabaik bagiku.
Aku benci akan segala dosaku,
dan berjanji dengan pertolongan rahmat-Mu
hendak memperbaiki hidupku
dan tidak akan berbuat dosa lagi.
Allah, ampunilah aku, orang berdosa. 

Perhentian 13


YESUS DITURUNKAN DARI SALIB

Kami menyembah sujud kepada-Mu, Kristus, serta memuji Engkau. 
Sebab dengan salib suci-Mu, Engkau telah menebus dunia.

Saat itu....

Ketika seorang serdadu melihat bahwa Yesus sudah mati, ia menikam lambung-Nya dengan tombak. Yusuf dari Arimatea pergi menghadap Pilatus dan meminta jenazah Yesus untuk dimakamkan. Kebanyakan mayat penjahat dibiarkan tergantung di salib dan dimakan oleh binatang buas serta burung-burung pemakan bangkai. Jenazah Yesus diturunkan dari salib dan dengan hormat diletakkan di pangkuan ibu-Nya. Semua perlakuan terhadap Yesus disaksikan oleh Maria. Maria membisu menahan keperihan hatinya. Kasihnya kepada Puteranya tidak luntur sedikit pun. 

Saat ini....

“Dalam untung maupun malang, kelimpahan maupun kekurangan, sakit atau sehat,..” Kembali janji mulia ini digemakan. Terkadang cinta membuat kita menangis. Engkau merasa sakit karena perhatianmu sangat mendalam, karena kau telah menanamkan segalanya, dan kau tahu betapa banyak yang kaukorbankan. Rasa sakit karena mencintai juga muncul saat kau tidak merasa intim, saat kau melukai satu sama lain, saat terpisah atau sekedar tidak merasa dekat saja. Itulah harga yang harus dibayar dalam mencinta, dan kita membayarnya sekaligus dengan rasa sakit dan kesenangan yang kita alami dalam hidup perkawinan. Mari kita menjadikan janji mulia sebagai langkah besar menuju kesetiaan, yang hanya dapat diuji oleh waktu.

Doa:

Tuhan Yesus, Bunda Maria memperoleh seluruh ketenangannya dari kepercayaan dan penyerahannya kepada Allah Bapa. Jadikanlah hati kami seperti hati kudus Bunda Maria, agar kami pun dapat menyerahkan hidup kami ke tangan Bapa, meskipun kekecewaan dan kesusahan terus melanda. Tabahkanlah hati kami supaya tidak bersungut-sungut dan menggerutu atas segala kepahitan hidup ini. Kami yakin, Engkau pun tidak akan membiarkan kami dilanda kesulitan yang melampaui kekuatan kami.

Kasihanilah Tuhan, kasihanilah kami. 
Allah, ampunilah kami, orang berdosa.

Salib tanda penghinaan
Jadi lambang kemenangan
Lantaran wafat Yesus


Perhentian 12


YESUS WAFAT DI SALIB

Kami menyembah sujud kepada-Mu, Kristus, serta memuji Engkau. 
Sebab dengan salib suci-Mu, Engkau telah menebus dunia. 

Saat itu....

Setelah tiga jam bergulat dengan maut di atas salib, Yesus berseru kepada Bapa: “Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku! Ampunilah mereka sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat!” Kepala-Nya terkulai, tanda penyerahan diri total kepada Bapa. Bagi pikiran manusiawi, peristiwa ini merupakan tragedi yang memilukan; akhir dari perjalanan yang sia-sia. Namun bagi insan-insan beriman dan berpengharapan, akan tiba saatnya di mana rahasia dibuka, di mana makna terdalam pengalaman derita diwahyukan. 

Saat ini....

“Kepasrahan”. Jangan lupakan hal ini. Setelah sekian tahun hidup perkawinan, kita akan memasuki tahap kekeringan hidup yang sesungguhnya merupakan cara Tuhan untuk membimbing kita ke tingkat mutu hidup yang lebih tinggi. Di sini terjadi perlucutan daya rasa inderawi. Kita sering merasa hidup kita tidak seindah yang dulu lagi. Tuhan mau kita masuk ke tahap di mana kita menghidupi cinta yang mengatasi segala perasaan dan kata-kata. Pasrahkan diri kepada bimbingan Tuhan. Akan tiba saatnya kita melihat makna dari aneka pengalaman derita. 

Doa:

Tuhan Yesus Kristus, bila kami sampai pada titik di mana rasanya tak mampu bangkit lagi dari kejatuhan, ingatkanlah kami akan kepasrahan total-Mu. Semoga kekuatan salib-Mu senantiasa menopang langkah kami untuk tetap berpegang pada tangan Bapa yang tak mungkin membiarkan kami berjalan di jalan sesat. Kiranya teladan-Mu menumbuhkan dalam hati kami iman seorang anak yang mempercayakan diri pada bimbingan Bapanya.

Kasihanilah Tuhan, kasihanilah kami.
Allah, ampunilah kami, orang berdosa.

Benih yang mati hasilkan
Buah yang berkelimpahan
Wafat-Mu sumber hidup

Perhentian 11



YESUS DIPAKU DI KAYU SALIB

Kami menyembah sujud kepada-Mu, Kristus, serta memuji Engkau. Sebab dengan salib suci-Mu, Engkau telah menebus dunia.
Saat itu....

Tibalah kini saat yang paling mengerikan. Paku-paku panjang ditancapkan secara bengis untuk menggantungkan tangan dan kaki Yesus pada salib. Kemudian salib ditegakkan, berdiri di puncak Golgota. Setiap gerakan yang dibuat karena letih dan panas memaksa Yesus merintih menahan perihnya luka yang tersobek. Seiring dengan tarikan nafas kelelahan, denyut nadi mengalirkan darah segar dan kental yang bercampur keringat dan debu. 

Saat ini...

Penyaliban adalah tanda penghinaan dan hukuman yang paling kejam. Tetapi Yesus mengubahnya menjadi lambang kemenangan! Maka dengan bangga kita mengenakan tanda salib dan memasangnya di dinding rumah. Tetapi tidak jarang salib di rumah kita kembali menjadi tempat penyiksaan. Sebab Yesus yang tersalib itu harus menyaksikan dosa-dosa kita, percekcokan dalam keluarga, kemalasan, kesombongan, kekerasan, dan penindasan. Kapankah kita sungguh dapat menghargai salib sebagai lambang kedamaian dan tanda kemenangan??

Doa:

Tuhan Yesus, kami malu sebab salib di dinding rumah kami sering hanya menjadi hiasan dan pajangan belaka. Kami mohon sadarkanlah agar kami memandang salib itu sebagai tanda kemenangan; tanda bahwa Engkau menyertai keluarga kami; tanda kelimpahan rahmat-Mu yang mengarahkan kami untuk menjadi keluarga kudus.

Kasihanilah Tuhan, kasihani kami.
Allah, ampunilah kami, orang berdosa.

Dari salib-Mu Kaulihat
Tak terbilang yang menghujat
Berapakah yang setia.

Tuesday, March 24, 2009

Tuhan Terima Kita Apa Adanya


Seorang sahabat bertanya: “Kenapa Anda suka memikirkan hal-hal yang orang hindari untuk memikirkannya? Ineransi Alkitab, Anak-anak Maria, Kebangkitan, dan berbagai pikiran provokatif lainnya. Itu samadengan membangunkan macan yang tidur. Apa tidak ada bahasan lain yang lebih pasti membangun iman?” Pertanyaan ini membuat saya terkesima sambil menggosok janggutku yang tumbuh jarang dan tidak rata. Sahabat yang setia memberikan feedback untuk hampir setiap tulisanku itu ada benarnya. What is going on with you, Lianto? Jangan-jangan saya lebih percaya pada akal budi daripada Tuhan yang diimani. Jika itu yang terjadi, marahkah Tuhan padaku? Tersinggungkah Dia jika sekali-sekali saya mempertanyakan dan meragukan-Nya. Dulu, segala sesuatu diterima tanpa dicerna; percaya saja apa yang diajarkan guru agama. Apakah Tuhan lebih senang karenanya? Akh, peduli amat. Saya tidak pernah mengatur diri untuk seperti dulu atau sekarang. Semuanya terjadi begitu saja. Itulah ke-ada-an perjalanan imanku dari waktu ke waktu. 

Saya yakin, Dia tidak marah. Bahkan jika suatu hari saya akan pernah tidak mempercayai-Nya. Dia menyayangiku dan Anda semua apa adanya (kita). Jika ini salah, adalah salah-Nya juga kenapa memanjakanku. Dia tidak butuh pujian atau pengakuanku. Dia menyelami isi hati dan pikiranku lebih daripada yang dapat saya ketahui. Saya tidak dapat menyembunyikan apa pun bagi-Nya. Entah saya sedang percaya, ragu, atau tidak mempercayai-Nya. 

Saya ini orang keras kepala. Jika Dia marah atau tersinggung, mungkin saya akan lebih tidak mempercayai-Nya. Dia yang marah dan tersinggung pasti bukan Tuhan yang sebenarnya. Kendati buku-buku suci menggambarkan-Nya sebagai Allah yang senang dipuji, dimuliakan, bahkan Allah yang cemburu. I don’t think so!! Biarlah teman-teman yang berpikiran demikian menjalin relasi dengan Tuhan melalui pujian dan pemuliaan. Saya punya cara unik yang sesuai dengan ada-ku. Hebatnya, Dia bisa menerima semuanya, baik orang-orang yang kaya pujian maupun yang to the point seperti saya. Tuhan terlalu baik untuk bisa tersinggung, apalagi marah. Ini salah satu hal yang membuat saya suka dan salut pada-Nya.

Tuhan memberiku akal budi untuk mengenal-Nya dan hati untuk merasakan-Nya. Saya tidak tahu di mana ujung tali kembara pikiran ini akan tertambat. Satu hal yang pasti, Dia menyayangiku apa adanya, terlepas dari apa yang kupikirkan, kukatakan, dan kutuliskan. “Ayolah Tuhan, katakan sesuatu. Koq dari tadi hanya senyum-senyum melulu?”

L. Lianto


Sunday, March 22, 2009

Perhentian 10


PAKAIAN YESUS DITANGGALKAN

Kami menyembah sujud kepada-Mu, Kristus, serta memuji Engkau. 
Sebab dengan salib suci-Mu, Engkau telah menebus dunia.

Saat itu....

Di hadapan banyak orang yang menonton suatu penghukuman, Yesus ditelanjangi dengan kasar. Padahal pakaian-Nya sudah lengket pada luka-Nya yang mulai mengering. Pelucutan itu menyebabkan luka yang kering berdarah lagi. Pakaian-Nya direnggut dan dibagi-bagikan di antara para prajurit. Hanya tinggal selembar kain penutup aurat dan mahkota duri yang menghiasi diri-Nya.

Saat ini....

Kejadian serupa terjadi pula dalam bahtera perkawinan. Ketika topeng-topeng kepribadian terlepas alamiah, kita anggap sebagai dinamika. Namun ketika dilucuti dengan paksa, kita terluka. Ia bagaikan pakaian yang masih melekat di luka yang belum kering. Pelucutan paksa menyebabkan luka berdarah lagi. “Kau egois, mau menang sendiri dalam segala hal. Mengapa kau tidak berubah?” Suami isteri saling tuduh, saling mengumpulkan kesalahan pasangan. Relasi dan komunikasi semakin jauh tak terjembatani. Ketika salah satu atau keduanya menemukan orang di luar bahtera yang enak bicara dan pengertian, lampu merah menyala. Padahal, bila orang yang enak bicara dan pengertian itu masuk dalam bahtera perkawinannya, bukankah dia juga akan mengalami hal yang sama? Apakah dia tetap akan menjadi orang yang pengertian dan enak bicara? 

Doa:

Tuhan Yesus, kami pun tidak luput dari kejahatan para serdadu Romawi yang menelanjangi-Mu. Kerap kami terlalu mementingkan diri sendiri sehingga martabat dan harga diri pasangan dikorbankan. Bantulah kami untuk menyadari kekurangan ini dan berusaha memperbaikinya. Semoga karena rahmat-Mu, kami masing-masing tidak mencari kebahagiaan semu di luar bahtera, melainkan lebih membuka diri terhadap pasangan untuk memperbaiki relasi dan komunikasi yang lebih bermutu di antara kami.

Kasihanilah Tuhan, kasihanilah kami.
Allah, ampunilah kami, orang berdosa.

Pakaian-Mu dibagikan
Jubah utuh diundikan
Martabat-Mu dihina



Perhentian 9


YESUS JATUH KETIGA KALINYA DI BAWAH SALIB

Kami menyembah sujud kepada-Mu, Kristus, serta memuji Engkau. 
Sebab dengan salib suci-Mu, Engkau telah menebus dunia.

Saat itu....

Tempat penyaliban sudah tampak. Namun karena letihnya badan dan jalan yang semakin menanjak, Yesus jatuh lagi. Ia tersungkur tak berdaya di atas batu-batu tajam. Darah segar dari luka-luka-Nya kembali mengucur membasahi batu dan debu jalanan. Yesus tetap pada ketaatan¬Nya; mati di salib.

Saat ini....

Dalam hidup perkawinan, salib berat yang membuat kita jatuh berulang-ulang adalah kekecewaan. Kita masuk ke dalam bahtera perkawinan dengan pelbagai khayalan dan mimpi indah. Seiring berlalunya waktu, topeng-topeng kepribadian semasa pacaran terlepas dari wajah kita berdua. Itulah kenyataan yang pasti dan seharusnya terjadi. Berhadapan dengan itu, kita merasa pasangan kita sudah berubah; dia tidak seperti yang dulu lagi. Kita kecewa dan berusaha mengubahnya, tapi tidak bisa. Sebenarnya justru inilah saat kita menapaki hidup perkawinan YANG SESUNGGUHNYA. Inilah saat kita hidup menginjak tanah, bukan lagi melayang di awan mimpi. Kita ditantang untuk berani mencintai pasangan kita apa adanya. Seturut teladan Yesus, bangun lagi! Jadikan kekecewaan ini kebebasan akan kelekatan dari mimpi dan khayalan yang tak nyata. Jadikan kekecewaan ini sebagai jalan bagi cinta yang lebih tegar, yang dilandasi dengan pengenalan diri satu sama lain apa adanya.

Doa:

Tuhan Yesus, kami mendoakan semua keluarga yang putus asa dan kehilangan pegangan dalam membina kerukunan hidup bersama. Tabahkanlah hati mereka jangan sampai hanyut oleh penderitaan dan kegagalan. Bimbing dan semangatilah mereka supaya tetap berhati luhur, sabar dan tekun bangkit lagi untuk membimbing keluarga menjadi persekutuan kudus seperti yang Engkau kehendaki.

Kasihanilah Tuhan, kasihanilah kami. 
Allah, ampunilah kami, orang berdosa.

Bila hatiku gelisah
Karna dosa atau susah
Ulurkanlah tangan-Mu.



Perhentian 8


YESUS MENASIHATI WANITA-WANITA YANG MENANGIS

Kami menyembah sujud kepada-Mu, Kristus, serta memuji Engkau.
Sebab dengan salib suci-Mu, Engkau telah menebus dunia.

Saat itu.....

Sejumlah wanita Yerusalem yang mengikuti jalan salib Yesus menangis melihat penderitaan-Nya. Dalam keadaan badan yang payah, Yesus menyempatkan diri untuk menasihati mereka. “Jangan tangisi Aku, tangisilah dirimu dan anak-anakmu." Yang perlu ditangisi adalah orang yang menghambat terwujudnya Kerajaan Allah dan yang menghukum mati Yesus demi kepentingan pribadi.

Saat ini.....

Tidak jarang kita terlalu sibuk dengan hal-hal sia-sia. Kita tidak peka untuk membedakan mana yang lebih penting dalam hidup ini. Sering kita terlalu larut dalam kerja atau mencari kegiatan sosial maupun keagamaan di luar rumah. Sebenarnya hobi, kerja, atau kegiatan sosial-keagamaan adalah aktivitas yang baik. Namun bila hal-hal itu dilakukan sebagai pelarian dari relasi perkawinan yang sedang bermasalah, justru akan menciptakan benteng antara kita dengan isteri atau suami kita. Teguran Yesus kepada wanita-wanita Yerusalem menunjukkan kepada mereka, hal terpenting yang hendaknya mereka prioritaskan.

Doa:

Tuhan Yesus Kristus, nasihat-Mu sungguh menyentuh hati kami. Sertailah kami dalam membimbing anak-anak yang Engkau percayakan kepada kami. Ajari kami untuk mencintai dan menghormati suami atau isteri yang Engkau kirim untuk menjadi pasangan hidup kami. Semoga cinta kasih sejati semakin mewarnai kehidupan rumah tangga kami. Dampingilah perjalanan pendidikan putera-puteri yang Engkau titipkan kepada kami, supaya mereka menjadi orang yang berguna bagi Gereja dan bangsa.

Kasihanilah Tuhan, kasihanilah kami.
Allah, ampunilah kami, orang berdosa.

Tobatkanlah jiwa kami
Arahkaniah sikap hati
Pada cinta sejati



Perhentian 7


YESUS JATUH KEDUA KALINYA DI BAWAH SALIB

Kami menyembah sujud kepada-Mu, Kristus, serta memuji Engkau. 
Sebab dengan salib suci-Mu, Engkau telah menebus dunia.

Saat itu....

Yesus semakin letih. Luka-luka dari cambuk algojo terasa ngilu sampai ke tulang. Jalan pun semakin menanjak. Yesus berusaha sekuat tenaga menyeret langkah, namun Ia terantuk, sempoyongan, dan jatuh lagi. Para serdadu dengan kasar menarik Dia supaya bangun lagi. Yesus sadar, salib adalah konsekuensi dari kesetiaan-Nya kepada kehendak Bapa. Kesadaran ini menguatkan Dia kembali untuk meneruskan perjalanan.

Saat ini......

Beban hidup yang hampir tak tertahankan memang sering membuat kita putus asa, kehilangan semangat, dan tidak mau berusaha untuk bangkit kembali. Banyak pasangan yang perkawinannya tampaknya telah mati, memutuskan untuk berjuang mempertahankan keutuhan. Dan dalam proses perjuangan itu, mereka menemukan kembali cinta yang sebelumnya mereka anggap telah lenyap untuk selamanya. Pengalaman jatuh-bangun Yesus mengajarkan kita bahwa panggilan hidup dalam bahtera perkawinan kristiani juga suatu proses berliku-liku menuju kesempurnaan. Proses itu tidak jarang menuntut tangis dan linangan air mata. Bersediakah kita bangun kembali bila jatuh di bawah beban hidup yang berat?

Doa:

Tuhan Yesus, sering kami mengalami kesulitan-kesulitan dalam hidup perkawinan. Kadang-kadang terasa berat sekali untuk memulihkannya. Ingatan akan kesalahan pasangan kami menjadi luka baru di atas luka lama yang belum pulih. Kesombongan membuat kami enggan mengalah dan meminta maaf satu dengan yang lain. Timbulkanlah dalam hati kami kemauan untuk selalu mawas diri dan mengambil langkah-langkah perbaikan. Bantulah kami untuk menghayati bahwa pasangan hidup kami adalah anugerah-Mu yang berharga untuk kami.

Kasihanilah Tuhan, kasihanilah kami.
Allah, ampunilah kami, orang berdosa.

Bilamana kami lemah
Jatuh tercampak di tanah
Tegakkan kami lagi.






Perhentian 6


VERONIKA MENGUSAPI WAJAH YESUS

Kami menyembah sujud kepada-Mu, Kristus, serta memuji Engkau. 
Sebab dengan salib suci-Mu, Engkau telah menebus dunia.

Saat itu....

Keringat dan darah terus mengucur dari kepala dan wajah Yesus. Debu jalan mengaburkan penglihatan-Nya. Sementara tangan-Nya sendiri diikat, lemas tak berdaya. Di antara orang banyak yang mengikuti jalan salib Yesus, ada seorang wanita bernama Veronika. Tanpa merasa takut dicap sebagai sahabat orang terhukum dan terkutuk, Veronika maju mendekati Yesus dan menyeka wajah-Nya yang berlumuran darah. Wajah sengsara yang bersimbah darah itu terlukis pada saputangan Veronika secara mengagumkan.

Saat ini....

Setelah sekian tahun hidup berkeluarga, perhatian dan cinta bisa menjadi hambar. Sapaan dan teguran kasih dirasa tidak perlu lagi. Segala sesuatu dirasa biasa, hilang maknanya. Dalam situasi seperti ini, tidak mengherankan bila hidup dialami sebagai salib yang amat berat. Mengapa kita tidak menjadi Veronika yang baru dalam perkawinan kita? Sapaan kasih, untaian senyum, dan perhatian kita, meskipun sederhana, namun amat bermakna bagi suami atau isteri kita yang sedang dilanda nestapa. Perkawinan adalah titik start untuk saling membahagiakan, bukan kontrak instan tanpa usaha dari kedua belah pihak. Bahkan jika perkawinan dilangsungkan di surga, orang harus tetap bertanggung jawab atas pemeliharaannya. 

Doa:

Tuhan Yesus Kristus, ajarilah kami bahasa cinta sejati. Bukalah hati kami supaya peka terhadap kebutuhan pasangan. Bangkitkanlah semangat kami untuk memelihara hidup perkawinan kami hari demi hari. Bimbing kami untuk membaktikan hidup pada-Mu dengan pelayanan saling mengabdi dalam hidup perkawinan kami. 

Kasihanilah Tuhan, kasihanilah kami.
Allah, ampunilah kami, orang berdosa.

Cinta bakti pada Tuhan
Hanya dapat dibuktikan
Dengan saling mengabdi



Perhentian 5


YESUS DITOLONG SIMON DARI KIRENE

Kami menyembah sujud kepada-Mu, Kristus, serta memuji Engkau. 
Sebab dengan salib suci-Mu, Engkau telah menebus dunia.

Saat itu.....

Yesus hampir pingsan, langkah-langkah-Nya semakin goyah, sementara perjalanan masih teramat panjang. Para serdadu khawatir Yesus tidak akan bertahan sampai di tempat penyaliban. Maka mereka memaksa seorang petani bernama Simon dari Kirene untuk memikul salib Yesus. Dengan bantuan ini, Simon telah menunjukkan kesetiakawanannya dengan Yesus yang menderita. 

Saat ini.....

Ada kalanya, Cupid memang stupid. Ia menusukkan panah erosnya pada hati dan waktu yang tidak tepat. Yakinlah bahwa pasangan kita juga tidak menghendakinya. Perkawinan seumpama sebuah perahu kecil dalam perjalanan laut yang jauh. Jika penumpang yang satu menggoncangkan perahu, penumpang yang lain harus menjaga kestabilannya. Bila tidak, mereka akan karam bersama-sama. Tidak tertutup kemungkinan, suatu saat kita pun akan jatuh entah dalam kelemahan apa. Tidak ada salahnya kita menjadi Simon Kirene, ikut meringankan beban salib pasangan kita. Akan datang saatnya kita mendapat hikmahnya. 

Doa:

Tuhan Yesus, badai dan taufan tunduk padaMu. Ajarilah kami untuk senantiasa menyadari kehadiranMu dalam perahu perkawinan kami. Dengan hanya mengandalkan kekuatan manusiawi, kami tak sanggup mengarungi samudera hidup yang penuh gelombang dahsyat ini. Tapi bersamaMu, kami yakin, kami akan melewatinya.

Kasihanilah Tuhan, kasihanilah kami.
Allah, ampunilah kami, orang berdosa.

Cinta bakti pada Tuhan
Hanya dapat dibuktikan
Dengan saling mengabdi



Perhentian 4


YESUS BERJUMPA DENGAN IBU-NYA

Kami menyembah sujud kepada-Mu, Kristus, serta memuji Engkau. 
Sebab dengan salib suci-Mu, Engkau telah menebus dunia. 

Saat itu.....

Sebagai seorang ibu, Maria tak mau membiarkan Putera-Nya sendirian dalam sengsara. Maria muncul pada saat yang tepat. Mereka sejenak beradu pandang. Tidak ada kata yang terucap, tapi Maria turut merasakan hebatnya penderitaan Putera-Nya. Bagi Yesus, pertemuan ini bagaikan seteguk air penawar dahaga dan penambah kekuatan.

Saat ini....

Penderitaan Yesus di jalan salib adalah karena dosa manusia. Dalam hidup perkawinan, salib yang harus kita pikul adalah karena kelemahan pribadi kita. Kita insan lemah yang hidup di dunia yang tak sempurna. Ketika suami atau isteri jatuh dalam ketidaksetiaan komitmen, apa yang kita lakukan untuknya? Apakah kita juga memberikan seteguk air penawar dahaga seperti yang diberikan Bunda Maria? Ataukah kita justru menambah beban salibnya dengan aneka interogasi, prasangka dan tuduhan, beberan detil-detil kelakuan yang menyakitkan, atau ancaman bahwa kita juga dapat melakukan hal yang sama dengan “menjatuhkan diri” dalam ketidaksetiaan?

Doa:

Bunda Maria, Bunda yang berbelas kasih, bimbinglah perjalanan kebersamaan kami dalam perkawinan, agar setiap saat kami tetap ingat akan komitmen dan janji kami di hadapan Tuhan; “setia dalam untung dan malang, hingga ajal tiba.” Sungguh, ini janji dan komitmen yang indah namun tidak mudah. Berkatilah kami agar kami tetap tabah ketika badai mulai menerpa, dan genggamlah tangan kami untuk bersama melewatinya. 

Kasihanilah Tuhan, kasihanilah kami. 
Allah, ampunilah kami, orang berdosa.


Maria selalu setia
Pada Sang Kristus Puteranya
Dalam suka dan duka



Perhentian 3


YESUS JATUH PERTAMA KALI DI BAWAH SALIB

Kami menyembah sujud kepada-Mu, Kristus, serta memuji Engkau.
Sebab dengan salib suci-Mu, Engkau telah menebus dunia.

Saat itu...

Semalam suntuk Yesus harus berdiri, disiksa, dan dimaki di muka Pilatus dan imam-imam agung. Salib yang dipikul-Nya juga sangat berat. Kekuatan-Nya terperas. Maka tak bisa dihindari, Yesus jatuh tersungkur pada batu-batu tajam di jalan menuju Golgota. Namun Ia sadar akan tugas dan panggilan-Nya; Ia datang untuk menebus dosa manusia. Maka Ia bangkit lagi dan terus berjalan lagi. 

Saat ini...

Kejatuhan Yesus memperlihatkan kepada kita bahwa kelemahan diri dan kegagalan kecil adalah pengalaman yang lumrah. Permintaan maaf adalah sebuah langkah besar pertama. Tetapi jika permintaan maaf itu suatu cara untuk menghindari keributan, itu hanya akan menimbulkan kelegaan sementara. Semakin sering pasangan kita mendengar penyesalan tanpa melihat adanya perubahan, semakin besar kemungkinan dia tidak akan mempercayai kita. Bila kita jatuh, kita harus menunjukkan kepada pasangan kita bahwa kita mau bangkit lagi, dan serius dalam membuat perubahan.

Doa:

Tuhan Yesus, semangatilah kami bila kami tersandung jatuh karena duka derita, agar kami tetap tabah untuk bangun kembali meneruskan perjalanan ziarah yang penuh tantangan ini. Ajarilah kami untuk saling menanggung beban hidup sebagai putera-puteri-Mu.

Kasihanilah Tuhan, kasihanilah kami.
Allah, ampunilah kami, orang berdosa.


Sri Yesus tolonglah kami
Bila kami jatuh lagi
Tertindih salib berat



Perhentian 2


YESUS MEMANGGUL SALIB


Kami menyembah sujud kepada-Mu, Kristus, serta memuji Engkau.
Sebab dengan salib suci-Mu, Engkau telah menebus dunia.

Saat itu....

Pilatus berkata kepada orang-orang Yahudi: “Haruskah aku menyalibkan Rajamu?” Imam-imam kepala menjawab: “Kami tidak mempunyai raja selain Kaisar!” Lalu Pilatus menyerahkan Yesus kepada mereka untuk disalibkan. Sambil memanggul salib-Nya, Yesus pergi ke luar kota ke tempat yang bernama Tempat Tengkorak, dalam bahasa Ibrani: Golgota. Yesus menerima keputusan Pilatus dengan rela hati. Kerelaan Yesus untuk menderita dan berkorban sungguh pantas diteladan. Dia tidak bersalah sedikit pun, tapi rela mengorbankan nyawa.Yesus menjadi korban orang yang mementingkan gengsi dan status pribadi.

Saat ini.....

Sampai sekarang kejadian serupa terjadi juga dalam lingkungan kita. Suami atau isteri harus bersikap sesuai dengan keinginan pasangannya. Setiap orang memiliki kecenderungan kepribadian yang terkadang dirasa amat melekat dan sulit dikendalikan. Kita gampang marah tanpa alasan yang jelas, berprasangka, mau menang sendiri, tak dapat mendengarkan kritik yang membangun, dan sebagainya. Itu salib diri yang harus kita pikul. Bila kita sendiri tak mampu mengubah diri, atas dasar apa kita ingin mengubah diri pasangan kita seperti yang kita inginkan?

Doa: 

Tuhan Yesus, Engkau telah bersabda, "Barangsiapa ingin menjadi murid¬-Ku, harus memikul salib dan mengikuti Aku." Betapa sering kami melarikan diri dan mengalihkan salib kelemahan diri kami dengan mencari kesalahan isteri atau suami yang Engkau kirim untuk menjadi pendamping hidup kami. Ajarilah kami untuk jujur dan berani memikul salib kecil hidup kami untuk turut meringankan salib berat dunia yang Kau pikul dengan rela. Semoga teladan kesetiaan-Mu mendorong kami untuk bersama menciptakan hari esok yang lebih baik dari hari ini dalam hidup perkawinan kami. 

Kasihanilah, Tuhan, kasihanilah kami.
Allah, ampunilah kami, orang berdosa.


Salib berat dipanggul-Nya
Agar kita ikuti-Nya
Memikul salib kita



JALAN SALIB Setia dalam Untung dan Malang Hingga Ajal Tiba


TANDA SALIB

PEMBUKAAN 

Perkawinan bukanlah seperti menyatukan dua pulau yang berbeda menjadi satu, melainkan dua pulau yang berbeda disatukan dengan aliran air yang sama. Aliran air itu adalah cinta. Di sinilah letak keindahan sekaligus kerumitan hidup bersama dalam perkawinan. Kebahagiaan yang dijanjikan bukanlah pemberian sekali jadi, melainkan hal yang harus diperjuangkan dan dibarui hari demi hari. Dalam perjalanan meraih kebahagiaan, suka-duka datang silih berganti. Jalan cinta (via amoris) dan jalan derita (via dolorosa) bagaikan dua sisi dari uang logam yang satu dan sama. Cinta membutuhkan pengorbanan. Selalu ada malam gelap sebelum terbit fajar terang. Pada kesempatan yang berharga ini, mari kita membuka diri untuk merenungkan dan menghayati kesetiaan Tuhan Yesus dalam melewati jalan salib panggilan-Nya. Moga-moga teladan Yesus menjadi inspirasi bagi pasangan suami-isteri untuk tetap setia dalam untung dan malang. Mari kita hening sejenak untuk membuka diri terhadap bisikan Roh Tuhan.

DOA PEMBUKAAN

Tuhan Yesus Kristus, Engkau menunjukkan kepada kami jalan kepada kemuliaan melalui penderitaan salib. Pada kesempatan ini kami berkumpul untuk merenungkan peristiwa sengsara-Mu dan mendengarkan pesan-pesan-Mu, mulai dari istana Pilatus sampai ke Bukit Golgota. Terangilah hati kami dengan cahaya Roh Kudus, agar di dalam permenungan ini kami terbantu untuk semakin mampu berpikir, bersikap dan bertindak sesuai dengan tuntutan iman seorang pengikut Kristus dalam hidup berumah tangga. Sebab Engkaulah Tuhan dan Juruselamat kami yang hidup dan berkuasa, kini dan sepanjang masa. Amin.

Marilah kita renungkan
Yesus yang menjadi korban
karena cinta kasih-Nya


PERHENTIAN I

YESUS DIJATUHI HUKUMAN MATI
Kami menyembah sujud kepada-Mu, Kristus, serta memuji Engkau. 
Sebab dengan salib suci-Mu, Engkau telah menebus dunia.

Saat itu.....

Iri hati dan kecemburuan sosial telah membutakan mata hati orang-orang Yahudi yang melihat kehadiran Yesus sebagai ancaman keamanan bagi kelangsungan status hidup mereka. Dengan menghalalkan segala cara, mereka menyeret Yesus untuk diadili dan dijatuhi hukuman mati tanpa mempedulikan sedikit pun rasa keadilan. Pokoknya, Yesus harus disingkirkan, apa pun caranya. Kesenangan dan kepentingan politik pribadi dari Pilatus dan imam-imam Yahudi membentuk suatu konspirasi untuk sesegera mungkin melenyapkan Yesus dari muka bumi. Yesus menerima putusan berat sebelah ini dengan pasrah. Ia tahu, Allah Bapa akan membuat segalanya indah pada saatnya.

Saat ini....

Salah satu perasaan negatif yang paling kuat dalam hubungan suami isteri adalah CEMBURU. Perasaan ini sangat manusiawi. Pria maupun wanita tidak luput darinya. Namun tidak jarang bentuk pengungkapannya sangat tidak rasional sehingga mengganggu kualitas hubungan dalam hidup bersama. Rasa cemburu yang destruktif menciptakan aneka imaginasi liar yang jauh dari kenyataan. Sejarah pengadilan tak adil atas Yesus terulang. Kita menghakimi suami atau isteri kita dengan pelbagai prasangka, tuduhan, dan vonis yang tak dapat dibela dan diganggu gugat. Mengapa setitik debu di mata pasangan kita amat kelihatan, sementara balok di depan mata tidak kita lihat??

Doa:
Tuhan Yesus, maafkan kami. Karena kami sering menaruh prasangka yang membunuh cinta terhadap pasangan kami. Kami khilaf, sejenak lupa akan cinta kudus yang mempersatukan kami. Bila kami dilanda cemburu, tolonglah kami untuk mengungkapkannya dengan cara yang adil. Bila kami dicemburui, tabahkan hati dan sejukkan pikiran kami agar bijak mengelola rasa cemburu itu menjadi ungkapan cinta. Genggam tangan kami untuk berjalan bersama Engkau di jalan salib ini demi keutuhan perkawinan yang telah Engkau berkati. 

Kasihanilah, Tuhan, kasihanilah kami.

Allah, ampunilah kami, orang berdosa.

Sri Yesus Penebus kami

dijatuhi hukum mati

agar umat-Nya hidup

Devosi Jalan Salib



Devosi Jalan Salib merupakan wujud penghormatan terhadap derita dan wafat Yesus Kristus. Devosi ini berasal dari kebiasaan umat Kristen awal yang berkumpul di Bukit Zaitun pada hari Kamis menjelang Paskah untuk mengenang sengsara dan wafat Yesus dengan cara menempuh perjalanan sengsara mulai dari Taman Getsemani sampai Golgota. 

Umumnya disepakati bahwa devosi ini dipopulerkan oleh para pengikut St. Fransiskus Assisi. Sejak abad ke-15, Jalan Salib dikenal secara umum dalam Gereja. Leonardo dari Porto Mauritio (seorang Fransiskan) secara rutin mengkhotbahkan kesalehan ini pada abad ke-18. Paus Clemens XII (1730-1740) memberikan aneka tuntunan dan menentukan ke-14 perhentian, sambil merenungkan peristiwa-peristiwa dalam Injil dan tradisi-tradisi awal. Devosi ini bisa dipraktekkan secara bersama atau pribadi.

Banyak orang merasa amat terbantu berkat devosi yang sudah lama dikenal umat ini. Permenungan akan sengsara dan korban Yesus membangkitkan kesadaran akan betapa besarnya cinta Tuhan kepada manusia. Melalui blog ini, saya mengajak Anda untuk merenungkan tiap perhentian perjalanan sengsara Yesus. Thema kali ini difokuskan pada hidup pasangan suami isteri. Permenungan di tiap perhentian akan diposting setiap hari mulai tanggal 28 Maret 2009; H-14 dari Jumat Agung. Moga-moga, upaya ini dapat membangkitkan bela-rasa terhadap sengsara, kurban, dan cinta Tuhan yang tak terkira.

Friday, March 13, 2009

Pikiran di Balik Tindakan Yudas Iskariot


Tak ayal lagi, Yudas Iskariot selalu digambarkan sebagai tokoh yang menjijikkan karena tindakan pengkhianatannya. Yudas adalah satu-satunya murid Yesus yang bukan orang Galilea. Sebutan Iskariot bisa jadi menunjukkan daerah asalnya Kerijot (Yudea Selatan). “Iskariot” dapat pula berarti Sikarius, golongan militan dari partai Zelot. Asal dan juga karakter yang berbeda membuat pribadi ini unik di antara kumpulan ke-12 murid Yesus. Tulisan ini tidak bermaksud untuk membela tindakan Yudas, melainkan hanya mencoba melihat dan menelisik pikiran yang mungkin mendasari tindakan Yudas dari perspektif yang lain. 


Yudas dididik untuk menjadi pahlawan yang peduli dengan kebebasan bangsanya. Ayahnya adalah pejuang yang melawan kelaliman penguasa Roma. Sebagaimana lumrahnya pemuda yang berasal dari keluarga pejuang, Yudas memiliki semangat yang menggelora dan memimpikan kemerdekaan bagi bangsa Israel yang telah lama menderita karena penjajahan bangsa Romawi. Selama 500 tahun, setiap demonstrasi yg dilakukan selalu diganjar dengan pembantaian. Ayahnya adalah salah satu di antara ratusan pejuang yang dihukum dengan penyaliban. Hal itu disaksikan sendiri oleh Yudas kecil. Bisa dibayangkan, betapa besar kebencian yang tertanam dan betapa tinggi semangat untuk membebaskan bangsanya dari cengkeraman penjajah. Di tengah semangat bergelora, Yudas mendengar tentang seorang pembaptis di sungai Yordan yang terpanggil untuk menyiapkan kedatangan Mesias, Sang Pembebas Israel.

Mendengar kotbah Yohanes, Yudas semakin yakin bahwa kedatangan Mesias sudah amat dekat. Sambil mencari Mesias yang dikotbahkan Yohanes, Yudas mendengar kabar burung tentang Yesus yang melakukan aneka mukjizat di Galilea. Setelah melihat dengan mata sendiri, Yudas yg awalnya tidak percaya, menjadi percaya. Namun kepercayaan Yudas disertai dengan suatu harapan akan kemerdekaan bangsa Israel tatkala Mesias ini datang untuk mendirikan kembali kerajaan Israel seraya menggulingkan penguasa Roma. 

Yudas, seorang yng bersedia meninggalkan keluarga utk memperjuangkan kemerdekaan bangsanya, rasanya tidak mungkin menjual seorang tokoh yang dilihatnya punya potensi besar utk mewujudkan cita-citanya dengan 30 keping perak. Ia telah melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana Yesus menyembuhkan orang kusta, menghidupkan orang mati, menyembuhkan si buta, dan berbagai karya besar yang luar biasa. Di matanya, Yesus pastilah Mesias yang dijanjikan utk memerdekakan bangsanya. Namun di tengah kekaguman terhadap kuasa dan potensi yang dimiliki Yesus, dari Kotbah di Bukit, Yudas melihat sepertinya misi yg dipikirkan Yesus tidak seperti yg dibayangkannya. Yudas membayangkan Mesias yang kuat kuasa dan revolusioner utk menggulingkan penjajah. Sementara dalam Kotbah di Bukit, Yesus mengajarkan keindahan dari mencintai musuh, penderitaan, dan kerendahaan hati. Lebih jauh, Yudas melihat sendiri bagaimana Yesus berbelas kasih dengan menyembuhkan anak perwira Romawi. Bahkan Yesus mengagungkan perwira tersebut sebagai pribadi hebat yang belum ada di antara orang Israel. Bagi Yudas, hal ini cukup mencemaskan. Musuh ditolong. Bagaimana Dia dapat diharapkan utk melibatkan diri dalam pergolakan kemerdekaan yg menuntut pertumpahan darah? Dalam bayangannya tentang Mesias yang membebaskan bangsa terjajah, cinta kasih yang diproklamasikan Yesus merupakan kelemahan. Tatanan kerajaan baru yang dipikirkan Yesus berbeda dengan tatanan kerajaan duniawi dan jasmani yang dipikirkan Yudas.

Konflik Yudas menciptakan frustrasi dalam dirinya. Setelah lama berkelana untuk menemukan Mesias yang akan memerdekakan bangsanya, kini, Yesus yang dianggapnya berpotensi untuk menggapai cita-cita malah terkesan tidak sedikit pun menaruh minat pada apa yang diidamkannya. Dalam kesemrawutan pikiran, Yudas menemukan ide “cemerlang”. Ia yakin, jika Yesus ditangkap, akan ada dua kemungkinan. Kemungkinan pertama, pengikut Yesus yang telah mencapai ribuan orang akan melawan sehingga terjadilah pemberontakan yg dapat menggulingkan penguasa Romawi. Kedua, tekanan pada keselamatan diri dan para pengikut-Nya akan “memaksa” Yesus untuk mengeluarkan kuasa terhebat yang dimiliki-Nya. Kuasa yang tak dapat diragukan lagi setelah sekian banyak mukjizat yang dilakukan-Nya. Yudas yakin sekali, jika dua kemungkinan ini terjadi, maka penguasa Romawi akan berhasil digulingkan. 

Muskil rasanya jika Yudas mau menukar pribadi yang diagungkannya itu dengan 30 keping perak. Menjual Yesus sama dengan menggadaikan perjuangan dan pengorbanan Yudas sendiri dan ayahnya yang terbunuh secara kejam di kayu salib. Lagipula tidak satu pun petunjuk yang memperlihatkan adanya kesepakatan transaksi 30 keping perak untuk membayar “pengkhianatan” Yudas. Pembayaran yang dilakukan oleh imam kepala kepada Yudas setelah penyerahan Yesus merupakan tips yang wajib dan lumrah pada zaman itu jika seseorang dianggap telah memberikan layanan jasa yang dibutuhkan. Di zaman sekarang, hal itu mirip dengan tips yang harus diberikan aparat kepolisian untuk informasi yang diterima untuk mengungkap kasus kejahatan.

Setelah penyerahan, Yudas dilanda frustrasi yang lebih berat lagi. Yesus ternyata tidak melawan. Para pengikut-Nya pun lari terbirit-birit. Apa yang dapat diharapkan dari orang-orang bernyali kerdil seperti ini. Petrus, si “mulut besar” bahkan dengan pengecut menyangkal-Nya hingga 3 kali. Khalayak ramai lebih menginginkan pembebasan Barabas. Sepertinya ribuan orang yang mengikuti-Nya hanya menginginkan kuasa penyembuhan dan roti yang dapat Ia “gandakan” untuk memuaskan kelaparan perut mereka. Sungguh hal yang amat sangat mengecewakan. Di hari-hari itu, Yudas melihat betapa lemahnya Yesus, ditangkap, dihina, ditendang, disiksa, dan terpaku lunglai di kayu salib, sama seperti ayahnya dan ratusan orang yang selama ini telah menumpahkan darah demi pembebasan bangsanya. Bayaran 30 keping perak dihamburkannya ke hadapan imam agung karena memang bukan itu yang diinginkannya. Frustrasi dan kekecewaan yang mendalam ini menggiring Yudas hingga pada satu titik di mana dia tidak mampu lagi bertindak lain, kecuali membunuh diri. Yudas menggantungkan nyawanya bersama cita-cita besar yang diidamkannya sekian lama untuk perjuangan kemerdekaan.

Perspektif alternatif untuk menilai tindakan Yudas memungkinkan kita untuk lebih memahami mengapa ia menyerahkan junjungannya. Sekiranya kita berada dalam situasi, konteks, latar belakang pemikiran seperti Yudas, barangkali kita juga akan melakukan hal yang sama. Bukan tidak mungkin, Yudas, yang menurut pendapat umum merupakan tokoh hitam ini, ada di sekitar kita, bahkan dalam diri kita.

L. Lianto