Saturday, July 26, 2008

Roti dan Anggur: Hanya Lambang?



Setiap minggu bahkan setiap hari, umat beriman dapat mengambil bagian dalam perjamuan Ekaristi. Bukan tidak mungkin aktivitas ini bakal jatuh ke dalam rutinitas yang kurang bermakna. Oleh sebab itu, pada Minggu kedua setelah Pentekosta, Gereja merayakan Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus. Barangkali ini semacam penegasan dan “peringatan-ulang” tahunan akan apa yang sesungguhnya ada dalam dan terjadi pada “roti” dan “anggur” Ekaristi.

Kehadiran Nyata Kristus dalam Ekaristi
Melalui Konsili Trente, Gereja mengajarkan bahwa dalam Ekaristi yang mahakudus, secara sungguh, real, dan substansial ada tubuh dan darah Tuhan Yesus Kristus, bersama dengan jiwa dan keallahan-Nya. Kehadiran Kristus dalam Ekaristi disebabkan oleh perubahan seluruh substansi roti dan anggur menjadi substansi tubuh dan darah. Yang tinggal kasat mata hanya rupa roti dan anggur saja. Gereja menyebut perubahan ini dengan istilah “transubstansiasi” (DS* 1651, 1652). Peristiwa ini terjadi waktu konsekrasi dalam perayaan Ekaristi. Bagaimana kehadiran itu terjadi tidak dijelaskan. Keterbatasan bahasa manusia tidak memungkinkan pengungkapan misteri iman ini. Istilah “transubstansiasi” hanya menerangkan bagaimana kehadiran Kristus dapat dipikirkan ketika roti dan anggur dikonsekrasi, bukan bagaimana cara terjadinya.

Filsafat Aristoteles: Substansi dan Aksidens
Untuk mengerti “transubstansiasi”, filsafat Aristoteles kiranya dapat membantu. Menurut Aristoteles, segala sesuatu di dunia ini mempunyai hakikat (substansi) yang tak kelihatan. Substansi inilah yang membuat sesuatu menjadi sesuatu itu, dan bukan menjadi yang lain. Misalnya hakikat kucing adalah apa yang membuat kucing itu kucing, tak peduli apakah kucing itu besar, kurus, kurapan, berbulu hitam atau putih. Hakikat meja adalah apa yang membuat berbagai meja dengan bentuk apa pun (bulat, lonjong, segiempat) menjadi meja. Sedangkan aksidens adalah bentuk lahiriah (gemuk, kurus, hitam, putih, bulat, lonjong, dsb.) yang ditambahkan pada substansi. Substansi dan aksidens membentuk segala makhluk/benda konkret.

Dengan demikian pengenalan manusia mencakup dua aspek: pengenalan akan substansi yang ditangkap oleh rasio, dan pengenalan akan aksidens yang ditangkap indera. Dari sini, St. Thomas Aquinas mengajarkan bahwa dalam konsekrasi, seluruh substansi roti dan anggur (yakni apa yang membuat roti dan anggur menjadi roti dan anggur) diubah menjadi substansi tubuh dan darah Kristus, meskipun sifat dan rupa (aksidens) roti dan anggur tetap sama.

Dari Beda Pendapat Menuju Dialog
Soal kehadiran nyata Kristus rupanya menimbulkan perselisihan pendapat dalam sejarah. Tokoh protestan Ulrich Zwingli menegaskan bahwa ekaristi melulu simbolis saja dan menolak terjadinya perubahan apa pun. Martin Luther menerima kehadiran nyata tapi menolak perubahan substansi. Ia menawarkan istilah “konsubstansiasi”: substansi roti dan anggur tetap ada bersamaan dengan substansi tubuh dan darah Kristus. Dan kehadiran Kristus terjadi bukan pada waktu konsekrasi, melainkan ketika Ekaristi kudus diterimakan kepada umat beriman. Konsili Trente menegaskan keyakinan teguh tentang konsekrasi, kehadiran nyata, dan perubahan substansi sembari menekankan perlunya penyembahan tubuh dan darah Kristus dalam rupa roti dan anggur (DS 1651-1654; 1356). Yang harus dipegang teguh adalah bahwa dalam Ekaristi, Kristus benar-benar hadir dalam rupa roti dan anggur, dan bukan sekedar lambang atau tanda saja.

Di era baru sekarang, Gereja pasca Konsili Vatikan II mendekati misteri Ekaristi tidak melulu dengan filsafat Aristoteles. Tanpa meninggalkan kekayaan teologi Konsili Trente, Gereja era baru melirik sudut pandang hubungan personal antara Kristus dan Tubuh Mistik-Nya: Gereja. Kristus hadir sebagai pribadi yang tidak terikat pada dimensi ruang dan mengadakan hubungan secara personal-real dengan orang beriman. Hal ini sejalan dengan pandangan tradisional St. Thomas Aquinas: Kristus bukan di tempat tertentu, melainkan menganugerahkan Diri-Nya kepada orang beriman yang menerima-Nya. Pendekatan ini bisa membuka jalan bagi dialog dengan Gereja-gereja tetangga. (bdk. Pernyataan Lima, Peru, 1982).

Masalah Praktis: Komuni Dua Rupa
Sejumlah tokoh protestan berpendapat bahwa menyambut komuni satu rupa (roti saja) kurang daripada dua rupa (roti dan anggur). Masalah praktis ini rupanya sangat ditekankan Luther yang menginginkan semua umat beriman menyambut komuni dua rupa. Untuk hal ini, Konsili Trente memutuskan bahwa “dalam sakramen Ekaristi yang terhormat di bawah masing-masing rupa dan di bawah setiap bagian dari kedua rupa tersendiri ada seluruh Kristus” (DS 1653). Dengan ini ditegaskan bahwa dengan menyantap satu rupa orang tidak mendapat kurang daripada menyantap dua rupa. Baik dalam roti maupun anggur tersendiri, Kristus hadir dalam arti sepenuhnya.

Berkaitan dengan tubuh dan darah Kristus dalam Ekaristi, seorang sahabat berumur 40-an membagikan kegembiraan dan kesedihannya. Dia gembira, karena diperkenankan menerima Kristus dalam komuni. Dia sedih, karena setelah puluhan tahun menjadi Katolik, sekarang baru tahu bahwa apa yang diterima selama ini dalam komuni adalah sungguh-sungguh tubuh dan darah Kristus. Tak diragukan lagi, sungguh-sungguh!: dalam Ekaristi, Kristus hadir secara istimewa melebihi kehadiran-Nya dalam sakramen-sakramen yang lain! Ketika Tubuh dan Darah-Nya diangkat waktu konsekrasi, sembahlah Dia! Kecap kenikmatan rohani yang luar biasa ini!


*DS (singkatan dari Denzinger-Schonmetzer) adalah kumpulan dokumen Gereja yang untuk pertama kalinya diterbitkan oleh Heinrich Joseph Denzinger (=D) pada tahun 1854. Pada tahun 1973, Adolf Schonmetzer (=S) menerbitkan cetakan yang ke-35 dengan aneka revisi.

Lianto (Publikasi: Majalah Didache Juni 2007)