Wednesday, June 19, 2013

Dampak Ekonomis Penambangan Emas Bagi Masyarakat Mandor, Kalimantan Barat


Penulis: Dr. Willybrodus, a.k.a. William Chang
Publikasi: Jurnal Ilmiah Nasional Terakreditasi Masyarakat Indonesia, Edisi 38, No. 1/2012,
ISSN 977-0125-9989-1-9 (LIPI, No. Akreditasi: 439/AU2/P2MI-LIPI/08/2012)



ABSTRACT
Up to now gold mining is an integral part of local people’s business in the District of Mandor, West Kalimantan. Gold mining has been an important livelihood for majority of the local people in Mandor, West Kalimantan. The history of gold mining in this area can be traced back to the Dutch period. The luxurious life of the local sultans and the Dutch government at that time were supported by the Chinese gold miners. After the independence, gold mining has been contributing to the improvement of socio-economic life of the local people. The local gold miners used their income from gold to start new business such as warung or rubber plantation. The local government has prohibited local gold miners to use mercury in their production process, as it can have adverse effect on the environment. This paper describes how the gold mining activity in Mandor has improved the socio-economic life of the people in Mandor with the cost of environmental degradation.

Keywords: Penambang emas, kesejahteraan masyarakat, Mandor.


PENDAHULUAN

Pada tahun 1750 (J.C. Jackson) (Yuan Bing-Ling, 1), Panembahan Mempawah dan Sultan Sambas mengundang rombongan penambang emas asal China Selatan untuk datang ke Kalimantan Barat, Tanah Eldorado. Mereka datang dengan teknik penambangan emas yang lebih efisien. Sebelumnya, komunitas Dayak dan Melayu telah mendulang emas di sejumlah kawasan tambang emas (Heidhues, 19). Pada waktu itu terdapat empat puluhan lokasi tambang emas. Setiap kongsi (mitra kerja penambang emas) terdiri dari 500-800 karyawan yang dipimpin oleh dua pengawas, seorang book keeper, seorang kasir, seorang penjaga toko dan delapan supervisor selokan pertambangan (Yuan Bing-Ling, xi-22).

Hingga kini, emas masih ditambang masyarakat di beberapa kawasan Kalbar, termasuk Kecamatan Mandor, Kabupaten Landak. Menurut Camat Mandor, Marius Baneng, sekitar 300 unit mesin diesel masih beroperasi di area pertambangan emas Mandor. Jika sebuah mesin digunakan oleh sekitar 10-15 penambang, maka sekitar 3000 – 4000-an manusia menggantungkan periuk mereka di kawasan pertambangan emas.[1] Data terkini menunjukkan bahwa di sepanjang Sungai Kapuas dan anak-anaknya, terdapat sekitar 2000 mesin diesel, 10000 penambang yang terbagi dalam 1400-an kelompok penambang emas tanpa izin, yang sejak 1997 cenderung berpindah-pindah karena cadangan emas mulai menipis.[2]

Kajian ini bertujuan membedah dampak ekonomis penambangan emas terhadap kesejahteraan masyarakat lokal di Kecamatan Mandor, Kabupaten Landak, Kalbar. Apakah pertambangan rakyat sungguh mendongkrak pertumbuhan ekonomi mereka?

SITUS DAERAH KAJIAN

Mandor[3] adalah salah satu kecamatan seluas 455,1 km2, yang terdiri dari 17 desa dan 57 dusun. Kecamatan yang berpenduduk 28000 jiwa ini termasuk Kabupaten Landak dan terletak 88 km belahan utara Pontianak. Secara geografis Mandor terletak antara 00°15' – 00°20' LU dan 109°18' – 109°23' BT. Sebelah Utara Mandor berbatasan dengan Kecamatan Menjalin; sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Sungai Ambawang; sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Pahauman; sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Anjungan/Sungai Pinyuh.

Sejak kemerdekaan RI Mandor masih mewarisi sebuah pasar, tempat pertemuan masyarakat lokal dari desa-desa sekitarnya. Dari arah Pontianak, sebelum memasuki Mandor, kita akan melewati Makam Juang, kawasan peringatan korban-korban pembantaian Jepang pada waktu Perang Dunia II. Pasar Mandor yang terdiri dari 106 rumah didirikan antara tahun 1946-1947 dengan arsitek China mirip di Kuching, Malaysia. Hingga Januari 2012 pasar Mandor memiliki 18 toko kelontong, 2 toko bangunan, 3 mini market, 3 toko kain, 5 bengkel sepeda motor, 9 warung kopi, 3 warung nasi dan 6 warung bakso. Mereka yang tinggal di pinggiran pasar umumnya berkebun karet, sawit dan  bercocok tanam. Sekarang, masyarakat Dayak, Melayu, Jawa dan etnis lain menempati pasar ini.

Anak-anak bisa menuntut ilmu dari SD sampai SMA di Mandor. Setamat SMA umumnya mereka harus meninggalkan Mandor dan kuliah di daerah Kabupaten (Ngabang) atau ibu kota Propinsi (Pontianak) atau bahkan ke luar Kalbar.

PENAMBANGAN EMAS


Dinamika Penambangan Emas

Dinamika pertambangan emas di Kalbar bermula dari gerakan akar rumput yang ingin memerbaiki keadaan ekonomi keluarga. Kegiatan  ini sudah berlangsung sebelum kedatangan Belanda.[4] Masyarakat setempat menyadari emas sebagai kandungan bumi bernilai luhur dalam hidup sosial. Di samping bernilai intrinsik, berpengaruh ekonomis dan bernilai tukar yang aman, emas dapat menjunjung martabat seseorang. Tak heran, acapkali kita melihat tubuh seseorang dijejali dengan hiasan emas, seperti kancing baju, penusuk sanggul, cincin, kalung, dan bahkan gigi dari emas.

Dengan teknik tradisional, masyarakat lokal menambang emas. Selain mengandalkan dulang kayu dan pancuran air dari bambu, sangat diperlukan ketajaman bola mata untuk memisahkan bijih emas dari tanah, pasir dan kandungan alam lain. Mereka sanggup berendam dalam air dan dijemur sinar matahari hingga berjam-jam. Hasil dulang emas banyak tergantung pada lahan garapan, teknik dan kesabaran hati pendulang emas.

Teknik pendulangan emas mulai berubah setelah sultan-sultan di Kalbar mendatangkan penambang emas dari China Selatan. Mereka mulai menggunakan sejumlah sarana sederhana berupa mesin kecil-kecilan. Dengan tekun mereka mulai merambah kawasan pertambangan yang lebih luas. Jumlah pekerjapun kian bertambah. Di samping memenuhi keperluan hidup harian, hasil tambang emas mulai diekspor ke China, Thailand dan negeri lain. Penggalian emas menjadi sumber penghasilan, pemenuhan kepentingan politik dan kesejahteraan rakyat.

Sekarang, sejarah dua setengah abad yang lampau terulang kembali. Hanya, keadaan penambangan sudah berbeda di lapangan. Penambang lokal menggunakan mesin dompeng[5] dan air raksa. Proses pencarian emas mencakup kawasan lebih luas. Pemisahan bijih emas dan kandungan lain lebih mudah dilakukan dengan bantuan air raksa. Dampak ekologis tak terhindarkan. Sementara itu, perusahaan pertambangan asing (India dan RRC) telah masuk ke kawasan Mandor. Dengan teknologi modern mereka mendeteksi dan mencari kandungan emas. Perusahaan ini harus memelihara kelestarian lingkungan hidup setelah menggali emas. Penambangan emas di daerah Kalbar sedang memasuki era globalisasi.

Dinamika pertambangan emas terutama terletak pada teknik, habitus dan pemasaran hasil tambang emas. Arus dasar dinamika ini tersembunyi dalam diri penambang, aktivitas dan peraturan pertambangan. Dinamika ini bersentuhan dengan dunia persaingan antarkelompok penambang emas, perebutan lahan penambangan dan pencarian kepastian di masa depan.


Penambangan Emas Sebagai Mata Pencarian

Sejak tahun 1989, tiga tahun setelah kunjungan Presiden Suharto ke Mandor, masyarakat lokal merintis penambangan emas secara sporadis. Dengan metode tradisional Yohanes Sidik Sumantani, seorang veteran asal Jawa Barat, mulai menambang emas. Ternyata, hasil tambang emas dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Pada tahun 1990 mulai berdatangan rombongan pemodal asal Kabupaten Ketapang, Pontianak, Sambas, Sintang dan Sanggau (Kalbar). Penggunaan mesin dompeng mulai semarak. Waktu itu ratusan set mesin sudah beroperasi. Setiap mesin menyerap tenaga antara 7 – 9 orang. Honor karyawan pertambangan variatif. Setiap hari mereka sanggup memroduksi antara 10 -70 gram emas. Hasil penambangan tidak selalu pasti. Menambang emas analog dengan usaha spekulatif dalam hidup manusia. Yang berhoki baik akan meraih lebih banyak emas, sedangkan yang kurang beruntung hanya mendapat sedikit emas.
Dalam era ini, menurut Marius Baneng, sebenarnya rakyat jelata tidak berani menyentuh tambang emas di kawasan Mandor. Hanya perusahaan pengantong ijin, seperti PT Sungai Kencana, boleh beroperasi di kawasan Desa Tampang Keladi, di luar lokasi cagar alam sejak jaman Belanda. Hasil eksplorasi awal menunjukkan bahwa kandungan bijih emas di lokasi ini tidak memenuhi harapan. Setelah itu, PT ini menghentikan program penggarapan emas di daerah ini. Melihat keadaan itu, penduduk setempat berinisiatif menambang emas di kawasan tersebut. PT Sungai Kencana melaporkan kejadian ini kepada Pemerintah Kabupaten Pontianak dan Pemerintah Pusat. Lalu, didatangkan petugas khusus dari Jakarta dengan helikopter untuk memantau aktivitas penambangan rakyat.

Setelah Suharto lengser (Mei 1998) dan keadaan politik nasional tak menentu. Rakyat kembali marak menggali emas di Mandor. Gerakan rakyat yang spontan ini bertujuan menyejahterakan hidup rakyat kecil. Ternyata, kegiatan pertambangan rakyat ini mengundang penambang dari luar daerah Mandor. Lambat-laun, kawasan penambangan emas kian luas.[6]

Pada awalnya, pertambangan rakyat ini ingin memanfaatkan peluang untuk memerbaiki kehidupan. Warga masyarakat kreatif mencari kawasan-kawasan tepi sungai atau lokasi yang diduga mengandung emas. Dalam tempo singkat jumlah penambang rakyat bertumbur ibarat jamur di musim hujan. Tak heran, keadaan ini mendapat reaksi dari Pemerintah Daerah atas kegiatan penambangan emas tanpa izin. Penambang lokal dicap sebagai “penambang liar” karena mereka tidak memiliki Surat Izin Penambangan Rakyat (SIPR). Pengertian penambang liar terkait dengan Pasal 2 ayat (1) yang berbunyi: “Setiap usaha pertambangan rakyat untuk bahan galian strategis (golongan A) dan vital (golongan B) baru dapat dilaksanakan setelah mendapat Surat Izin Pertambangan Rakyat. Kegiatan mereka dijuluki PETI (Penambangan Emas Tanpa Izin).”[7]
Sementara itu, menurut Tri Budiarto, Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah Kalbar, sekurang-kurangnya terdapat dua belas kelompok PETI yang masih beroperasi di kawasan konservasi Makam Juang Mandor. Biasanya setiap kelompok PETI terdiri dari 8-12 orang dan umumnya setiap hari mereka berhasil mencari delapan gram emas dengan bantuan mesin dompeng. Dinas Pertambangan pernah menyalurkan alat penghisap air raksa di kawasan PETI tanpa sosialisasi penggunaan. Diduga keras bahwa alat-alat itu tidak sanggup dioperasikan.[8]

Dalam skala makro, PETI dilihat sebagai bahaya dan ancaman bagi investasi pertambangan di Indonesia. Akibat kegiatan penambangan liar ini setiap tahun negara dirugikan sekitar Rp. 6 – 10 trilyun. Mantan Menteri ESDM, Purnomo Yusgiantoro dalam suatu rapat kerja dengan Komisi VII DPR RI (20/10/2008) antara lain mengatakan bahwa kalau PETI dibiarkan terus, kerugian negara akan bertambah dan dunia investasi pertambangan semakin terancam. Semua instansi terkait dimintai tolong untuk memberantas penyebaran PETI demi penyelamatan kekayaan negara.[9]

Namun, dalam skala mikro, penambangan emas dapat digolongkan sebagai salah satu gerakan “ekonomi kreatif” yang memenuhi kebutuhan hidup rakyat kecil. Mereka berusaha menggali dan menemukan butiran emas demi perbaikan hidup ekonomi para penambang. Setiap hari mereka dapat memenuhi kebutuhan hidup seperti berbelanja, membayar uang sekolah anak, berobat, membeli kendaraan bermotor dan meniti masa depan yang lebih baik. Malah, tidak sedikit dari penambang, setelah memeroleh cukup modal, menjalankan bisnis yang lebih menjamin masa depan mereka.

Terdapat beberapa dilema dalam kegiatan pertambangan emas. Pertama, adanya desakan kebutuhan hidup (keterpaksaan hidup) rakyat kecil dan perolehan izin pemerintah untuk menambang emas di kawasan Mandor. Menambang emas analog dengan berspekulasi dalam sebuah dunia usaha. Tidak semua penambang emas berpenghasilan tinggi. Sebelum beroperasi, penambang lokal harus memiliki mesin dompeng bermutu baik, yang berharga sekitar Rp 20 000 000,00. Biaya operasi harian terkadang mencapai Rp 500 000,00 – Rp 1 000 000,00. Modal usaha pertambangan rakyat tidak kecil dan modal ini tidak dengan sendirinya segera kembali. Terkadang dalam sehari penghasilan maksimal mereka mencapai Rp 10 000 000,00. Terkadang mereka sangat sulit mencapai target yang diharapkan. Apakah penambang rakyat bisa dengan mudah memeroleh izin penambangan?[10]

Kedua, bukan mustahil bahwa seorang penambang emas tanpa izin ditangkap dan diproses secara hukum, walaupun para penambang memiliki antena khusus kalau ada petugas keamanan akan merazia penambang emas tanpa izin. Walaupun ketenangan dan kenyamanan kerja para penambang rakyat masih belum terjamin, para penambang rakyat tetap mengadu untung di tengah ketidak-pastian hidup ekonomi, sosial dan politik dewasa ini. Semua kegiatan penambangan terhenti kalau keadaan cuaca buruk, seperti hujan dan banjir melanda kawasan pertambangan.


Penambangan Emas Perusahaan (Asing)

Sekalipun Indonesia berada pada ranking ketujuh penghasil emas terbesar sedunia[11] dan usaha penambangan emas sudah berusia dua abad lebih, daerah Kalbar belum bisa didaulat sebagai propinsi pertambangan. Usaha pertambangan masih berjalan. Mutu emas di daerah Mandor memiliki daya tarik khusus bagi perusahaan asing. Sehingga, yang menambang emas di kawasan ini bukan hanya penambang lokal, tapi penambang luar negeri pun mulai menggarap emas di daerah Mandor.

Belakangan ini telah masuk pertambangan asing di Mandor. Teknologi modern pertambangan emas digunakan untuk memantau kandungan emas dalam gumpalan debu pasir atau tanah. Izin kelola tambang dari Pemda Propinsi Kalbar dan Kabupaten Landak selalu mengingatkan pentingnya penanganan masalah limbah pertambangan dan upaya pelestarian lingkungan hidup. Tak heran, perusahaan-perusahaan itu wajib bertanggung jawab atas keselamatan lingkungan hidup setempat. Mereka tidak diizinkan untuk meninggalkan lokasi penambangan tanpa memerhatikan keadaan lingkungan hidup.[12]

Kehadiran perusahaan penambang emas berteknologi modern dengan sendirinya memengaruhi kegiatan pencarian emas oleh masyarakat lokal. Telah muncul sekurang-kurangnya dua dampak utama akibat kehadiran perusahaan pertambangan di kalangan penambang lokal sejak peralihan orba ke era reformasi. Dampak ini terasa hingga sekarang dan di masa depan.

Pertama, kawasan-kawasan tertentu yang mengandung bijih emas berada dalam tangan perusahaan pengantong izin resmi pemerintah daerah. Mereka berhak penuh menambang emas dalam kawasan itu. Ladang emas di Mandor mulai menyempit dan peluang untuk meningkatkan penghasilan kian terbatas. Secara tak langsung, keadaan ini meramaikan persaingan bisnis di kalangan penambang rakyat dan pemegang izin usaha tambang. Segala siasat akan diterapkan untuk mencapai hasil semaksimal mungkin.

Kedua, kehadiran pertambangan emas dari luar negeri memacu semangat kerja para penambang rakyat sehingga mereka berjuang lebih keras dan serius dalam proses optimalisasi tambang emas. Pertambangan rakyat tidak bisa lagi bekerja dengan irama santai tanpa target. Mereka perlu disiplin dan lebih trampil, sehingga mampu memertahankan pencarian emas di lapangan. Kreativitas mencari kandungan emas sangat diandalkan.

Bagaimanapun, proses dan hasil penambangan emas seharusnya terpantau oleh Pemerintah Daerah dan Pusat. Berapa persen tenaga lokal yang dipekerjakan oleh perusahaan berteknologi tinggi ini? Bagaimanakah hasil penambangan perusahaan ini dapat dinikmati oleh masyarakat lokal? Benarkah kehadiran perusahaan luar daerah akan menyejahterakan hidup masyarakat setempat? Kepedulian akan hidup sosial, ekonomi dan budaya masyarakat sekitar pertambangan perlu ditingkatkan terus sehingga terjadi sebuah transformasi sosial dalam masyarakat kita.

Kesejahteraan

Penambang Lokal

Benarkah pertambangan emas menyejahterakan masyarakat Mandor? Pada awal penambangan rakyat, umumnya hasil penggalian emas harian memang menggembirakan. Hidup para penambang tergolong mewah pada tingkat sebuah kecamatan seperti Mandor. Biasanya hasil galian emas digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup harian, membayar uang sekolah anak, membeli kendaraan bermotor, televisi dan bahkan untuk memerbaiki tempat tinggal mereka. Kesejahteraan hidup para penambang emas mengundang para penambang baru untuk mengadu untung di kawasan pertambangan emas di Mandor. Tak heran, dalam tempo singkat jumlah dompeng dan penambang emas mulai berdatangan dari luar daerah Mandor.

Sejumlah penambang emas cenderung menggunakan hasil kerjanya sebagai modal usaha mereka. Mereka mulai membuka warung atau toko kecil untuk menjual segala macam kebutuhan hidup, seperti makanan, minuman, rokok dan kebutuhan lain. Pekerjaan sebagai penjual bahan bakar minyakpun mendatangkan keuntungan yang tidak kecil. Profesi sebagai penambang lambat-laun ditinggalkan dan sejumlah dari antara mereka menjalankan sarana angkutan umum. Yang berani meninggalkan pekerjaan sebagai penambang emas umumnya menjadi usahawan berhasil, karena mereka mulai memasuki pola hidup yang tidak terbelenggu spekulasi.

Kegiatan penambangan emas di daerah ini mendukung ekonomi rakyat. Penghasilan harian mereka meningkat. Bentuk rumah yang terlepas dari rumah panjang (long house) bisa mereka dirikan dari hasil penjualan emas. Rumah ini biasanya ditempati keluarga batih. Secara tidak langsung, hasil penambangan emas telah menggeser pola hidup yang dianggap kental dengan kondisi paguyuban menjadi kondisi hidup yang patembayan. [13]
Penghidupan para penambang antara tahun 1990-2010 membaik dan menggembirakan. Buktinya, jumlah penambang emas bertambah dari waktu ke waktu. Kesejahteraan hidup meningkat. Penggunaan alat-lat elektronik, seperti sepeda motor, televisi dan kulkas bukan benda baru di kalangan penambangan emas dari pelbagai daerah di luar Mandor. Suasana hidup berubah. Masalahnya, bagaimanakah mereka bisa memanage keuangan dengan baik? Jika tidak, biasanya akan disalah-gunakan untuk kegiatan-kegiatan yang merugikan kesehatan, seperti mengonsumsi minuman keras, berjudi dan menggunakan uang tanpa rencana matang.

Namun, dimensi keadilan tetap perlu diperhatikan supaya tidak menimbulkan kesenjangan sosial yang mengundang konflik di kalangan penambang emas. Sistem upah karyawan semestinya memerhatikan kesejahteraan karyawan. Pemodal dalam aktivitas pertambangan rakyat perlu memikirkan kepentingan hidup karyawan. Jaminan keselamatan pekerja di seputar kawasan pertambangan tidak bisa diabaikan karena bahaya pertambangan dapat muncul sewaktu-waktu.


Perusahaan Pertambangan

Bagaimana dengan hasil penambangan yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan asing di Mandor? Hingga sekarang belum bisa diperoleh data tentang kegiatan penambangan emas yang dijalankan perusahaan asing di Mandor. Apakah mereka hanya menambang bijih emas atau menambang kandungan lain dalam perut bumi Mandor? Namun, kehadiran mereka harus memerhatikan dan memenuhi ketentuan resmi pemerintah. Peraturan resmi menjadi penuntun seluruh kebijakan kegiatan dalam kawasan pertambangan emas.

Penambang asing, bagaimanapun juga, perlu melibatkan tenaga kerja masyarakat lokal, supaya mereka mendapat peluang kerja dan memerbaiki hidup mereka. Pemberdayaan masyarakat lokal tak bisa dihindari sedikitpun. Kewajiban sebuah perusahaan asing dalam pertambangan di tanah air sudah digariskan dalam ketentuan pertambangan. Pengelolaan keuangan sesuai dengan sistem akuntansi Indonesia (bdk. UU No. 4, Tahun 2009, Pasal 95).

Supaya terdata dan terpantau Pemerintah, maka pemegang IUP dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) wajib menyerahkan seluruh data yang diperolah dari hasil eksplorasi dan operasi produksi kepada Menteri, gubernur atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya (UU 4, Tahun 2009, Pasal 110). Ini berarti pihak pemberi izin perlu memiliki mekanisme kerja yang cermat sehingga pihak perusahaan penambang tidak menyalah-gunakan kepercayaan atau mengibuli pemerintah dalam pengelolaan pertambangan emas.

Keuntungan atau kerugian perusahaan dapat dipantau berdasarkan fakta di lapangan. Keuntungan yang diperoleh perusahaan perlu dikelola dengan baik sambil memerhatikan kesejahteraan masyarakat. Aneka macam trick atau penipuan yang acapkali dilakukan oleh perusahaan pertambangan perlu diantisipasi, sehingga negara dan masyarakat tidak dirugikan. Dalam hal ini sebuah sistem kontrol yang ketat dan teliti dari pemerintah akan menolong seluruh rakyat untuk mencapai kesejahteraan.


Dampak Ekologis

Teriakan untuk penyelamatan lingkungan di seputar kawasan pencarian emas acapkali terdengar, terutama dari kalangan pencinta lingkungan hidup. Mereka sadar bahwa setiap kegiatan pencarian emas bersisi ganda. Dari satu sisi mereka memeroleh emas, namun dari sisi lain kegiatan ini menimbulkan rentetan dampak ekologis jangka pendek maupun jangka panjang. Beberapa dampak negatif yang memengaruhi lingkungan hidup.

Pertama, dampak penggunaan air raksa sebagai unsur kimia dengan simbol Hg (Hidragyrum) dan nomor atomik 80. Air raksa termasuk logam berat, dengan berat molekul tinggi. Dalam kadar rendah, logal berat ini umumnya beracun bagi tumbuhan dan hewan, termasuk manusia. Dari satu sisi, air raksa sampai pada kadar tertentu diperlukan untuk pertumbuhan kehidupan biologis, namun dalam jumlah berlebihan akan menjadi racun. Tak heran, penggunaan air raksa dalam ukuran besar seharusnya mendapat pengawasan ketat dan serius. Dalam proses meminimalisasi dampak negatif dari penggunaan air raksa dalam pencarian emas, maka pemantauan terhadap penggunaan air raksa sangat penting supaya tidak menimbulkan penghancuran lingkungan hidup di sekitar kawasan pertambangan.[14]

Kedua, penggunaan air raksa mencemari kualitas air sungai. Air raksa digunakan dalam proses mengekstraksi dan pemurnian hasil tambang emas. Umumnya proses penambangan rakyat membutuhkan satu hingga dua gram air raksa untuk memeroleh satu gram emas. Tak heran kalau dalam setahun para penambang Kalbar memerlukan lima hingga enam ton air raksa. Kadar air raksa di Sungai Mandor telah mencapai 8 977 mg/liter. Keadaan ini sangat jauh di atas baku mutu yang ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Kadar Hg maksimum yang diizinkan untuk berada dalam badan air adalah 0,005 mg/liter (untuk kriteria air kelas 4). Dibutuhkan waktu puluhan hingga ratusan tahun untuk menetralisasi kandungan air raksa berintensitas tinggi dalam suatu kawasan penambangan. Analisis lapangan menunjukkan bahwa hampir semua sungai besar di Kalbar (Kapuas dan Landak) telah tercemar air raksa yang sangat membahayakan kesehatan manusia. Malah, secara tidak langsung hewan dan manusia yang hidup di sekitar sungai-sungai itu telah mengonsumsi air raksa. Ikan mengonsumsi air raksa, kemudian manusia mengonsumsi ikan itu. Unsur kimia ini dapat bercampur dengan enzyme dalam tubuh manusia yang menyebabkan hilangnya kemampuan enzyme untuk bertindak sebagai katalisator untuk fungsi tubuh yang penting. Logam ini dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran pencernaan dan kulit.[15]

Ketiga, air raksa yang pekat mengundang limbah perusak lingkungan hidup. Limbah penambangan emas berupa lumpur pekat bercampur tanah liat dan pasir. Jika limbah ini dibuang ke tanah lapang atau sungai, maka tanah yang semula masih bisa dimanfaatkan, sekarang sama sekali tidak bisa digunakan. Peluang untuk menggalakkan pertanian di kawasan tertutup limbah penambangan emas adalah sebuah kemustahilan. Keadaan sungai yang semula jernih menjadi sangat kotor dan berwarna coklat pekat. Dibutuhkan waktu hingga berpuluh-puluh tahun untuk menormalisasi keadaan sungai yang jernih. Ini tampak dari keadaan sungai di Mandor, Landak, Menjalin dan sejumlah daerah lainnya.

Keempat, penggunaan air raksa yang berkelebihan di kawasan sungai, menurut Dr. Budiawan (Pusat Kajian Risiko dan Keselamatan Lingkungan Universitas Indonesia), akan mudah memasuki tubuh manusia melalui tiga cara, yaitu lewat kulit, inhalasi (pernafasan) atau makanan. Jika merkuri masuk melalui kulit, maka akan menimbulkan reaksi alergi berupa iritasi kulit. Biasanya, beberapa kali mandi di sungai tercemar merkuri akan membuat kulit manusia mengalami iritasi. Menghirup uap merkuri melalui hidung akan mengganggu saluran pernafasan dan paru. Malah, syaraf pun bisa rusak akibat merkuri. Daya inkubasi merkuri bisa menahun dalam tubuh manusia dan akan mengganggu fungsi ginjal atau sering disebut nefrotoksik.

Kelima, air sungai (Mandor, Landak) tidak mungkin dikonsumsi lagi, karena kadar Hg terlampau tinggi. Hewan-hewan di dalam sungaipun terkontaminasi air raksa. Sekarang masyarakat lokal harus menggunakan air hujan, air sumur dan air dari Danau Tapal Ampiang, Kecamatan Menjalin. Biaya hidup masyarakat menjadi tinggi karena mereka harus mencari air minum dengan pelbagai cara yang tidak semudah dulu. Padahal, air minum yang sehat termasuk syarat mutlak untuk membangun kemanusiaan. Pada tahun 1970-an, mobil yang jatuh ke dalam sungai Mandor masih kelihatan jelas. Kalau sekarang, mobil yang jatuh ke dalam sungai Mandor tidak mungkin terlihat, karena warna sungai sudah mirip dengan warna kopi susu. Kekeruhan air sungai Mandor dan beberapa sungai lain sangat memilukan.

Dampak pertambangan emas bagi lingkungan hidup sudah diingatkan oleh Bank Dunia. Jika penduduk Indonesia ingin memeroleh manfaat dari sektor pertambangan, maka kegiatan penambangan harus dilakukan dengan mengikuti kaidah pelestarian lingkungan hidup. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) harus dirancang. Umumnya pertambangan berskala besar memenuhi persyaratan AMDAL dengan cukup baik, namun terdapat kekuatiran yang cukup besar terhadap para penambang berskala kecil yang beroperasi dengan izin penambangan daerah.[16]

Secara tidak langsung, bahaya lingkungan akibat penambangan emas yang menggunakan merkuri ikut memengaruhi keadaan ekonomi atau penghasilan masyarakat. Jika mereka mengidap salah satu jenis penyakit akibat penggunaan merkuri, maka mau tak mau mereka harus mengeluarkan biaya pengobatan yang terkadang tidak murah. Lingkungan hidup yang bebas polusi akan mendukung kesehatan masyarakat dan biaya hidup mereka diharapkan bisa meningkat terus dari waktu ke waktu. Menjaga dan melestarikan lingkungan yang sehat dengan sendirinya akan mendukung kesehatan ekonomi rakyat.


Regulasi Pemerintah

Payung hukum untuk pertambangan sangat penting, supaya seluruh proses penambangan emas di Mandor memberikan kepastian dan jaminan hidup di masa depan. Hukum positif akan memantau dan mengusahakan kesejahteraan hidup sosial masyarakat lokal dan bangsa. Sepengamatan Bank Dunia, sejak tiga tahun belakangan ini, pemerintah berusaha menyiapkan undang-undang baru tentang sektor pertambangan. Undang-undang baru ini membahas peraturan perizinan baru menurut UU 22/1999 mengenai desentralisasi. Mengingat rancangan ini belum bisa diselesaikan dan diserahkan ke parlemen, pelbagai peraturan mengenai pertambangan masih diambil alih oleh pemerintah pusat maupun propinsi dan kabupaten. Peraturan di tingkat daerah menyebabkan ketidakpastian hukum dan mengundang multi-tafsir atas peraturan tentang pertambangan. Keadaan cenderung mengundang untuk melakukan korupsi.
Kepastian hukum sangat penting dalam penambangan emas. Tanpa kepastian hukum, investor takkan berani menanam modal mereka dalam jumlah besar. Kejelasan peraturan pertambangan seharusnya dimulai sejak pembebasan lahan pertambangan, permohonan izin awal hingga izin produksi, tanggung jawab dalam pelestarian lingkungan hidup dan penutupan pertambangan. Yang perlu digaris-bawahi adalah penerapan azas keadilan dalam perundang-undangan. MoU antara pemerintah pusat, propinsi dan daerah akan menolong pelaksanaan Undang-undang Pemerintah RI tentang pertambangan emas. [17]

Tentu, sebelum izin dikeluarkan, pemerintah pusat atau daerah seharusnya arif menimbang dan mengaji dampak samping penambangan emas terhadap keadaan lingkungan hidup di sekitarnya. Lingkungan hidup yang sehat dan tidak tercemar akan mendukung kesejahteraan rakyat. Kebudayaan sadar lingkungan hidup perlu terus dipupuk dan dibina dalam era modern ini, sehingga pembangunan yang digalakkan memiliki wawasan lingkungan yang sehat (bdk. UU No. 23, Tahun 1997, pasal 1, butir 7, UU No. 4, Tahun 2009, Bab I, Pasal 1, 25-27).

Penentuan Wilayah Pertambangan (WP) pun tetap dalam sebuah koordinasi antara Pemerintah Pusat, Daerah dan DPR RI dengan sistem transparansi, partisipasi dan bertanggung jawab. Pandangan dari instansi terkait, masyarakat yang memerhatikan dimensi ekologis, ekonomis dan kultural perlu diperhatikan (UU No. 4, Tahun 2009, Bab V, Pasal 9,1; Pasal 10, a-c), karena semua kekayaan alam dan kandungan di dalamnya diusahakan demi kesejahteraan seluruh masyarakat. Luas area penambangan pun harus mengikuti UU No. 4/2009. Akibatnya, pemberian izin pertambangan seharusnya melibatkan segenap anasir Pemda, masukan masyarakat dan demi kepentingan kesejahteraan seluruh rakyat.

Terdapat dua tahap penting dalam pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP): (1) izin eksplorasi awal yang diberikan untuk melakukan tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi kelayakan (UU No. 4 tahun 2009, Bab I, Pasal 1, 8); dan (2) izin operasi produksi yang diberikan setelah selesai pelaksanaan IUP Eksplorasi untuk melakukan tahapan kegiatan operasi produksi (UU No. 4, Tahun 2009, Bab I, Pasal 1, 9). Jarak antara pemberian izin eksplorasi dan izin produksi tergantung pada keadaan di lapangan. Secara teoritis, pemberian izin bertahap ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam mengontrol kegiatan penambangan. Usaha pertambangan dikelompokkan menjadi (a) Pertambangan mineral dan (b) pertambangan batu bara. Pertambangan mineral mencakup (1) radioaktif; (2) logam; (3) non-logam; (4) batu-batuan.

Kerja sama antara Pemerintah Pusat dan Daerah dalam pemberian izin eksplorasi dan produksi merupakan sebuah kemutlakan supaya terhindar dari aneka bentuk salah paham antara Perusahaan Pertambangan dan Pemerintah Daerah, tempat perusahaan itu berkarya. Peran serta masyarakat lokal dalam pemberian ijin sebenarnya penting, sehingga mereka bisa dilibatkan dan mendapat kesempatan untuk bekerja. Persahabatan sosial antara perusahaan pertambangan dengan masyarakat lokal sangat penting.

Yang menarik adalah bahwa UU No. 4 Tahun 2009 tetap membuka peluang untuk memeroleh Izin Pertambangan Rakyat (IPR). Sehingga penduduk setempat sebagai perorangan atau kelompok (berbentuk koperasi) dapat mengajukan permohonan IPR (Bab IX, Pasal 66-73). Hanya, syarat dan ketentuan harus dipenuhi dulu. Prinsiap keadilan yang dijunjung tinggi oleh negara kita dijabarkan dalam undang-undang tentang pertambangan. Dus, izin untuk menggarap pertambangan bukan hanya bisa dikantongi oleh perusahaan-perusahaan raksasa, karena anggota masyarakat baik secara perorangan dan kelompok mendapat kesempatan untuk meminta ijin pertambangan. Penggunaan izin sebaik mungkin akan menolong masyarakat setempat untuk terlibat dalam proses pencarian kandungan dalam alam sambil memerhatikan dan menjaga kelestarian lingkungan hidup. Melalui undang-undang tentang pertambangan tampak bahwa pemerintah berusaha mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.





PENAMBANGAN BERPROSPEK EKONOMIS

Setelah menganalisis dinamika pertambangan sebelum kedatangan Belanda dan setelah kemerdekaan, muncullah sejumlah pertanyaan terkait kesejahteraan hidup orang banyak. Bagaimanakah program penambangan emas di Mandor dapat lebih menyejahterakan hidup masyarakat Mandor dan tidak merugikan keadaan lingkungan hidup manusia di masa depan? Kondisi apakah yang harus dipenuhi sehingga pertambangan ini tidak mengundang konflik (individual dan sosial) di dalam kawasan pertambangan emas? Paradigma apakah yang perlu diterapkan sehingga penambangan emas di daerah ini memiliki prospek yang lebih menyejahterakan rakyat?


Penambangan Emas Dukung Percepatan Perekonomian

Program penambangan emas di Mandor  menuai sikap pro dan kontra. Kaum pencinta lingkungan hidup menantang kegiatan penambangan emas di daerah ini, karena kegiatan ini mendatangkan petaka dalam hidup manusia sekarang dan di masa mendatang. Dampak lingkungan hidup sudah terasa, seperti kadar air Sungai Mandor, Landak dan sungai-sungai lain tercemar air raksa, limbah bekas penambangan tak bisa digunakan sebagai lahan cocok tanam, penyakit kulit menyerang mereka yang mandi di sungai itu dan keadaan lingkungan hidup tak menyejukkan. Malah, sudah ada korban penambangan akibat tanah longsor. Namun, dari sisi lain, mereka yang ingin memerbaiki kondisi ekonomi masih bertahan untuk menggali kandungan emas di kawasan ini. Mereka bekerja pagi, siang dan sore untuk mengadu untung. Umumnya mereka bisa hidup dari hasil penggalian bijih emas.

Proses penambangan emas di daerah Mandor akan mendukung Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), kalau menerapkan kearifan lokal yang menjunjung nilai dasar kemanusiaan, pelestarian lingkungan hidup dan kepentingan orang banyak. Masalahnya, kearifan lokal yang bagaimanakah diperlukan dalam konteks penambangan emas ini? Bukankah manusia pada hakikatnya menyadari diri sebagai bagian dari alam yang harus bertanggung jawab atas apa yang terjadi di sekitarnya?

Kearifan ini seharusnya menyentuh kemanusiaan, kesetia-kawanan dan keselamatan lingkungan sekitar. Yang ingin diperjuangkan melalui penambangan emas adalah perbaikan mutu hidup kemanusiaan. Manusia yang bisa mengatur perekonomian, hidup lebih sejahtera, sehat dan bermasa depan didambakan sejak awal usaha penambangan emas. Kebanyakan dari penambang belum berpekerjaan permanen. Malah, sejumlah dari antara mereka tidak memiliki pekerjaan. Tak heran, mereka berusaha mengadu untung di kawasan pertambangan emas. Pembukaan lahan pertambangan emas berarti membuka lahan kerja bagi mereka yang ingin memerbaiki hidup mereka.

Setelah bijih-bijih emas terkumpul, manusia tidak bisa begitu saja membiarkan alam merana. Habis manis, sepah dibuang! Kawasan bekas galian dan teracun air raksa perlu disembuhkan supaya lokasi bekas penambangan tidak menderita sengsara. Bukan hanya itu, penambangan emas mengundang manusia untuk lebih menghargai proses pencarian duit dengan jujur dewasa ini. Bekerja keras demi sesuap nasi dan masa depan merupakan motto perjuangan hidup rakyat kecil di daerah Mandor.

Dalam konteks ini pepatah-pepatah leluhur tentang kearifan seorang penambang akan memengaruhi seluruh kegiatan penambangan emas. Yang ditambang bukan hanya emas, namun kearifan dalam perilaku manusia di kawasan beremas ini. Kearifan lokal ini mencakup penerapan paradigma kosmosentrisme, kedamaian, hak-hak generasi mendatang, law enforcement, masyarakat yang adil dan makmur.


Menuju Kesejahteraan Masyarakat

Pertambangan emas yang prospektif pada dasarnya ingin memerangi  kemiskinan dan meraih kesejahteraan bagi segenap lapisan masyarakat. Jenis pertambangan ini bersifat partisipatif, karena melibatkan segenap anasir sosial. Selain partisipatif, pertambangan ini juga memiliki tekad untuk memajukan kepentingan seluruh bangsa. Yang seharusnya hidup sejahtera, adil dan makmur adalah komunitas penambang emas lokal.
Terbukanya peluang atau lapangan kerja berupa penambangan emas dengan sendirinya akan merintis kesempatan untuk memerbaiki keadaan hidup sekarang. Penghasilan dari pertambangan emas dapat digunakan untuk mengembangkan situasi hidup ekonomi, sosial dan politik bangsa. Dalam hal ini kecerdasan untuk melipat-gandakan modal dari tambang emas sangat diperlukan, sehingga roda perekonomian rakyat dapat bergerak dengan baik. Keadaan pasar, aktivitas harian dan sosial di Mandor mencerminkan situasi perekonomian masyarakat setempat (bdk. Situs daerah kajian).

Kalau begitu, pekerjaan sebagai penambang emas dapat menjadi semacam jembatan untuk meniti pekerjaan lain yang tidak lagi spekulatif. Setelah meninggalkan pekerjaan sebagai penambang emas, seseorang dapat menjadi pedagang bahan makanan, warung kopi, tukang bengkel atau usaha-usaha lain yang lebih menjanjikan. Kecerdasan dalam mengembangkan hasil tambang emas akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal.

Tentu, jaringan ekonomi akan terus melebar dan berkembang kalau sungguh-sungguh didukung oleh seluruh sistem dan tata ekonomi dalam masyarakat. Yang menarik adalah tidak sedikit penambang emas adalah anggota Credit Union (CU) yang membekali mereka antara lain dalam bidang pengelolaan keuangan. Sekitar lima kilometer dari Mandor, Kayu Tanam, berdiri tegak CU Pancur Kasih yang beranggotakan 2800-an orang dengan asset Rp 28 milyar lebih. Sementara itu, di Jamsukhiau (Salatiga) ada juga CU Semarong yang jumlah anggotanya mencapai ratusan orang. Yang menarik, di Mandorpun sudah lahir CU Seha (ranting CU Pahauman) pada tahun 2010 yang beranggotakan masih sedikit. Para penambang emas juga mendaftarkan diri sebagai  anggota CU di sekitar Mandor. Keadaan ekonomi rumah tangga terdongkrak kalau mereka menjalankan kebijakan CU dengan konsisten.

Selama menjadi anggota CU mereka dibekali dengan seperangkat jurus pengelolaan dan pengembangan keuangan rumah tangga. Tanpa ketrampilan pengelolaan keuangan, penghasilan sebesar apapun dari dunia pertambangan emas akan kurang bermakna. Tak heran, masyarakat tetap perlu disadarkan supaya tidak tenggelam dalam kegiatan perjudian, karaoke dan mengosumsi minuman beralkohol yang tidak hanya merusak kocek manusia, tetapi juga akan menghancurkan seluruh pribadi manusia. Kecenderungan buruk yang akan menghancurkan pribadi dan keluarga harus ditinggalkan. Ekonomi rakyat akan membaik kalau ada kerja sama yang serasi antaranasir sosial dalam masyarakat. Sistem kontrol sosial yang ketat dengan sendirinya akan menolong penerapan ekonomi kreatif dan bermasa depan.

Masyarakat akan menikmati keadilan dan kemakmuran kalau sungguh trampil mengolah keuangan dengan baik sehingga modal mereka berlipat ganda. Ketrampilan untuk menjalankan usaha di samping penambangan emas termasuk ekonomi kreatif yang lebih menyejahterakan hidup manusia. Hasil penambangan emas akan memerbaiki seluruh sistem hidup masyarakat kalau mereka berusaha mengembangkan modal yang telah diperoleh dari hasil penambangan emas. Hukum pengembangan talenta perlu diterapkan dalam proses mendongkrak kesejahteraan atau kemakmuran. Jejaring kerja sama dalam memajukan ekonomi rakyat perlu memerhitungkan dampak persaingan di era globalisasi.

Program pengentasan kemiskinan dan penyejahteraan hidup rakyat selalu mengandaikan kemitraan antara penambang emas, pendidikan dalam keluarga, CU, masyarakat kecamatan dan dinamika pasar di Mandor. Penambang emas memiliki duit. Duit ini akan berubah menjadi air kalau tidak dimanfaatkan sebagaimana mestinya, seperti pemborosan, pola hidup hedonis, perjudian dan pencapaian prestise hidup. Peran pihak keamanan untuk menghentikan semua jenis perjudian akan sangat bermanfaat bagi perbaikan dan peningkatan hidup perekonomian rakyat. Membiarkan dunia perjudian berarti menggiring masyarakat masuk ke dalam lembah kemalasan dan kesantaian dalam mencari sesuap nasi. Namun, duit ini akan menjadi pembangkit hidup ekonomi kalau sungguh dimanfaatkan sebaik mungkin, seperti dengan merintis dunia usaha baru, pemutaran modal dalam kegiatan bisnis tertentu dan menciptakan lapangan kerja baru.

Tanpa kerja keras dan sistem pengelolaan uang dalam rumah tangga yang profesional, para penambang akan sulit memerbaiki perekonomian mereka. Dalam kenyataan, banyak dari antara mereka sudah menikmati keadaan hidup yang lebih baik dari waktu ke waktu. Keadan ekonomi setiap rumah tangga dengan sendirinya akan menentukan keadaan ekonomi sebuah masyarakat. Tak heran, yang ingin diperbaiki dulu adalah keadaan ekonomi perorangan. Keadaan ekonomi dalam seluruh masyarakat akan terperbaiki kalau keadaan ekonomi perorangan ditingkatkan terus. Sebuah pola kerja keras yang ulet, sistematis dan disiplin diharapkan akan menuntun para penambang sampai ke “Gunung Emas” sebagai simbol sebuah masyarakat yang makmur dan sejahtera (bdk. S.H Schaank).


Masyarakat Sejahtera, Alam Selamat dan Luput Dari Konflik

Paradgima Kosmosentrisme

Penerapan paradigma antroposentrisme dalam proses penggarapan kandungan alam sudah waktunya dikaji ulang secara menyeluruh. Selama ini manusia cenderung menempatkan diri sebagai “dewa” penguasa makhluk ciptaan lain atau semua sumber daya alam. Paradigma ini memrioritaskan kedudukan manusia, sedangkan hak dasar makhluk ciptaan lain dilanggar. Pencapaian keuntungan sebesar-besarnya menjadi sasaran tanpa memikirkan dimensi destruktif dalam bidang lain.

Paradigma kosmosentrisme ini termasuk salah satu pilar penting dalam proses percepatan pengembangan dan perluasan ekonomi daerah. Perusakan atau penghancuran lingkungan hidup adalah pemborosan yang ditimbulkan oleh manusia tanpa kesadaran akan pentingnya pelestarian lingkungan hidup. Tanaman-tanaman hijau dapat mengurangi global warming dan secara tidak langsung manusia tidak perlu menggunakan sarana pendingin dalam hidup berumah tangga, seperti kipas angin atau air conditioning yang memerlukan tenaga listrik. Tanaman hijau menyalurkan oxygen yang lebih banyak dalam hidup manusia.

Penggunaan bahan kimia (seperti air raksa) dalam pencarian kandungan emas mendatangkan rentetan dampak yang menyengsarakan hidup manusia. Air minum harus dibeli, penyakit kulit atau mata muncul, dan keadaan tanah tersiksa. Keadaan ini dengan sendirinya akan menyedot uang dari saku para penambang. Hidup sehat dalam lingkungan yang bersih menjadi modal dasar perbaikan kesejahteraan hidup manusia. Manusia yang sehat adalah bekal untuk mencapai kesejahteraan individual dan sosial. Kesejahteraan dalam konteks ini mencakup kesejahteraan lahir dan batin. Kebutuhan pokok (sandang, pangan, perumahan) dan kerohanian terpenuhi dengan baik, sehingga kekurangan kebutuhan dapat dipenuhi.


Menghindari Konflik

Sejak dulu, kawasan pertambangan (emas) umumnya menjadi daerah konflik dari waktu ke waktu. Persaingan dalam perebutan lahan tambang, kecemburuan sosial dan ketidak-adilan sosial acapkali memicu kekacauan dan ketidak-tenangan sosial. Kasus Free Port (Papua) dan PT Sumber Mineral Nusantara, Desa Sumi, Kecamatan Lambu, Bima (NTB)[18] menjadi pelajaran berharga bagi daerah-daerah pertambangan lain di seluruh tanah air. Mengapa bisa muncul konflik terbuka dan berkepanjangan?

Pengabaian nilai kemanusiaan yang adil dan beradab akan mengundang pertikaian antarpribadi, antara pribadi dengan stake holders dan antar-kelompok sosial dalam masyarakat. Jika manusia tak dipandang dan disikapi sebagai subyek, maka akan muncul gejala perendahan martabat manusia. Keadaan ini umumnya cenderung mengundang manusia untuk bersikap reaktif terhadap keadaan di sekitarnya.

Sikap yang tidak menghargai kemanusiaan sebagaimana mestinya akan melahirkan ketidak-adilan. Padahal, salah satu akar tunjang pertikaian dalam masyarakat adalah ketidak-adilan sosial. Manusia yang satu tak diperlakukan sama seperti manusia yang lain. Ketidak-adilan ini membuat manusia untuk menuntut keadilan supaya mendapat kesempatan bekerja, gaji yang layak, jaminan keselamatan dan masa depan yang pasti. Tanpa jaminan keadilan dalam dunia pertambangan emas, bukan mustahil sewaktu-waktu akan muncul pertikaian individual dan sosial.
Justru itu, sebelum pemberian izin eksplorasi dan izin produksi sebaiknya Pemerintah Pusat (Daerah) sungguh memerhatikan masukan dan usulan dari masyarakat lokal setempat. Lalu masukan ini ditimbang dan diolah secara mendalam. Masukan-masukan berharga ini akan menolong sebuah perusahaan untuk mengadakan eksplorasi dan produksi. Merupakan sikap yang arif jika sebuah perusahaan penambangan emas peka terhadap tuntutan atau keinginan masyarakat setempat.

Sejumlah kasus atau masalah dapat diselesaikan dengan kepala dingin, tanpa menggunakan kekerasan dalam bentuk apapun. Sikap antisipatif untuk mencegah benih pertikaian di kawasan pertambangan termasuk kearifan. Lebih baik menghindari daripada mengobati. Akibatnya, sejumlah EWS (Early Warning System = Sistem Peringatan Dini) dapat dirancang untuk memantau dan menghindari kemungkinan terjadinya pertikaian sosial.

Penanganan sebuah konflik sosial biasanya menuntut pengeluaran dana khusus dari rakyat maupun Pemerintah. Mereka yang berkonflik umumnya tidak bisa menjalankan tugas atau kerja harian. Sementara itu, pihak pemerintah yang menangani konflik harus mengirimkan personeel dan mengeluarkan dana operasional. Produk dalam sebuah pertambangan tidak bisa berjalan normal, karena muncul konflik yang terkadang memakan waktu tidak sedikit. Jelas, munculnya konflik merupakan gejala sosial kontraproduktif yang menyedot tenaga, waktu dan dana pemerintah dan rakyat. Jika keadaan pertambangan aman dan damai, maka semua kegiatan penambangan akan berjalan dengan baik dan produksi dapat meningkatkan kesejahteraan hidup bersama. Keamanan dan kedamaian merupakan prasyarat mutlak untuk membangun pertumbuhan ekonomi sebuah bangsa.


Sistem Kontrol Pemerintah

Kunci utama yang akan menghantar anak bangsa memasuki lumbung kesejahteraaan adalah penerapan UU atau Peraturan Pemerintah secara adil, konsisten, transparan dan bertanggung jawab. Selaku pemberi izin, pemerintah tidak dapat cuci tangan atau berpangku tangan. Sistem kontrol pemerintah masih perlu diperkuat. Birokrat pemberi izin perlu lebih aktif turun ke lapangan memeriksa penggunaan izin semestinya. Membiarkan pengantong izin untuk melakukan apapun dalam kawasan penambangan emas berarti membiarkan mereka merambah kekayaan alam kita secara tak bertanggung jawab.

Sanksi hukum yang edukatif sangat penting, supaya pengantong izin jera merugikan seluruh bangsa. Kemandulan dalam penegakan hukum akan mendatangkan musibah bagi alam, rakyat sekitar dan pemerintah. Sekarang pemerintah harus lebih serius mencermati tanggung jawab penggunaan izin. Keberanian moral pemerintah untuk mencabut izin sebuah pengelolaan tambang yang merugikan lingkungan hidup, masyarakat sekitar dan negara sangat diperlukan.

Tanpa kontrol dan sistem audit yang akurat dan transparan, biasanya hasil penambangan sebuah perusahaan akan bocor dan fiktif. Dalam hal ini sangat diperlukan tenaga audit pemerintah yang bersih dan bertanggung jawab secara penuh. Kegiatan perusahaan pertambangan akan menjadi sumbangan besar bagi percepatan pertumbuhan ekonomi, jika pemerintah lebih serius memantau dan mencek semua keadaan yang sebenarnya dalam sebuah perusahaan pertambangan. Akan menjadi sebuah kepandiran jika pihak pemerintah tidak sungguh-sungguh memantau dan memeriksa proses penambangan emas di kawasan pertambangan.

Sistem kontrol yang adil berlaku untuk para penambang perorangan atau kelompok. Transparansi laporan sangat diperlukan dalam proses untuk mengetahui hasil pertambangan selama ini. Ini berarti bahwa pemerintah sungguh menggunakan haknya untuk melihat seluruh proses penambangan. Bukanlah mustahil bahwa pihak pemberi izin berhak mencabut izin itu jika disalah-gunakan. Yang dititik-beratkan adalah suatu keseriusan pemberi izin untuk melaksanakan tanggung jawab demi kepentingan seluruh bangsa. Sistem kontrol yang ketat atas jumlah produksi dengan sendirinya akan memengaruhi keadaan dan pertumbuhan ekonomi di seputar kawasan pertambangan.


PENUTUP

Petualangan dua abad lebih merambah perut bumi Mandor belum berakhir. Hingga kini masih banyak orang menggantungkan hidup pada kawasan beremas yang digarap sebelum kedatangan Belanda. Masyarakat masih merambah kawasan baru yang belum tersentuh penambang. Sejumlah lahan pertanian disulap menjadi lahan penambangan emas.

Pemerintah Belanda sadar bahwa kekuatan ekonomi Kalbar waktu itu terletak pada penambangan emas. Mereka berusaha mengeluarkan sejumlah peraturan yang mengontrol dan menguasai pertambangan. Para penambang emas dalam kongsi-kongsi dipajaki dan mereka harus mendanai urusan administrasi pemerintah. Peraturan ini mengundang reaksi penambang emas di Mandor.  Tak heran, para penambang dalam kongsi pernah melancarkan serangan terhadap kekuasaan Belanda di Pontianak. Pada waktu Lo Fong masih hidup, dikerahkan sekitar 1000 orang dari Mandor untuk menyerang pertahanan Belanda di Pontianak.

Mandor tetap menjadi kawasan incaran penambang emas. Pertambangan rakyat, yang sering disebut PETI (Pertambangan Emas Tanpa Izin) bertumbuh subur sejak 1989. Tidak sedikit lahan pertanian dijadikan kawasan pertambangan emas. Seorang warga mengeluh karena lahan di sekitar rumahnya sudah digarap sebagai kawasan pertambangan. Keadaan lingkungan hidup si sekitar rumahnya mulai terganggu. Tanah dan air di sekitar rumah tercemar air raksa. Lahan pertanian menyempit. Sumber air minum sulit diperoleh. Sekarang sudah sulit mendapat babi hutan, rusa atau pelanduk di kawasan yang masih berhutan. Membiarkan makhluk hidup mengonsumsi air berair raksa berarti menyakiti dan membiarkan makhluk hidup untuk memerpendek usia hidup di dunia.

Ternyata, usaha penambangan emas di Mandor mendongkrak ekonomi rakyat, walaupun tidak semua penambang emas memeroleh penghasilan yang sama. Mereka yang beruntung biasanya akan merambah penghasilan yang lebih besar daripada mereka yang kurang beruntung.  Setelah menambang emas, muncullah pelbagai jenis usaha baru, seperti warung kopi, warang nasi, toko-toko, kios bensin, dan warung bakso. Dari sini tampak bahwa penambang emas menjadikan usaha penambangan emas sebagai jembatan keledai untuk memerbaiki kesejahteraan rakyat. Yang paling penting adalah usaha penambangan emas termasuk langkah positif untuk memerangi pengangguran (tak kentara) dalam masyarakat.

Walaupun belum berskala besar, namun dinamika ekonomi rakyat mulai terasa dan ekonomi rakyat membaik dari waktu ke waktu. Tanpa menyangkal dampak ekologis, penambangan emas di Mandor mendukung pertumbuhan dan percepatan perekonomian rakyat. Perbaikan ekonomi rakyat terus digalakkan melalui jalur bisnis atau menjadi anggota Credit Union (CU) di beberapa lokasi dekat dengan Mandor. Sebenarnya para penambang emas tanpa izin telah menjalankan ekonomi kreatif yang baru-baru ini dicanangkan pemerintah.



KEPUSTAKAAN

Buku

Gerber, James and Lei Guang (ed). 2006. Agriculture and Rural Connections in the Pacific 1500-1900. Hampshire: Ashgate Publishing Ltd.

Groot, J.J.M. de. 1885. Het Kongsiwezen van Borneo: Eene Verhandeling over den Grondslag en den aard der chineesche politieke vereengingern in de kolonien. Met eene chineesche geschiedenis van de kongsi Lanfong. The Hague: M. Nijhoff,

Heidhues, Mary Somers. 2008. Penambang Emas, Petani dan Pedagang di “Distrik Tionghoa” Kalimantan Barat (Diterj. Asep Salmin, Suma Mihardja dkk). Jakarta: Yayasan Nabil.

Ooi, Keat Gin. 2011. The Japanese Occupation of Borneo: 1941-1945. New York: Routledge.

Ownby, David and Heidhues, Mary Somers. 1993. “Secret Socities” Reconsidered: Perspectives on the Social History of Modern South China and Southeast Asia. New York: M.E. Sharpe, Inc.

Pan, Lynn. 1994. Sons of the Yellow Emperor: A History of the Chinese Diaspora. New York: Kondansha America.

Reid, Anthony (ed). 2001. Sojourners and Settlers: Histories of Southeast Asia and the Chinese. Hawaii: Univeristy of Hawaii Press.

Veth, P.J. 1854. Borneo’s Wester-Afdeeling: Geographisch, statistisch, historisch, vorafgegaan door eene algemeene schets des ganschen eilands. I. Zaltbommel: Joh. Nomanen Zoon.

Yuan Bing-Ling. 2000. Chinese Democracies: A Study of the Kongsis of West Borneo (1776-1884). Leiden: Research School of Asian, African and Amerindian Studies, CNWS, Universiteit Leiden – The Netherlands.


Artikel

Babunga office, “Pertambangan emas ilegal (PETI): dampak PETI bagi lingkungan”.

Bun Kong Jit, “Lo Fang Bo” dalam Memperingati 100 Tahun Berdirinya Sekolah Tionghoa Zhenqiang di Pontianak (Juli 2007), 112-115. (Teks asli dalam bahasa Mandarin)

Haryo, C. Wahyu, “Harta Karun Emas Mandor, Kisah Penambangan Ratusan Tahun”, http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/09/17/
         02592567/harta.karun.emas.mandor.kisah.penambangan ratusan.tahun

Ngadiran, Purwo Santoso, dan Bambang Purwoko, “Dampak Sosial Budaya Penambangan Emas di Kecamatan Mandor Kabupaten Landa Propinsi Kalimantan Barat” (“Social Culture Impact of Gold Mining at Mandor in Landak Regency West Kalimantan Province”), Sosiohumanika, 15 (1), Januari 2002, 131.

----- “Mengundang Investasi Baru dalam Bidang Pertambangan”, Indonesia Policy Briefs – Ide-ide Program 100 Hari.

Setiabudi, Bambang Tjahjono, “Penyebaran Merkuri Akibat Usaha Pertambangan Emas di Daerah Sangon, Kabupaten Kulon Progo, D.I. Yogyakarta, Kolokium Hasil Lapangan – DIM 2005, 61-2,3

Widodo, “Pencemaran air raksa (Hg) sebagai dampak pengolahan bijih emas di Sungai Ciliunggunung, Waluran, Kabupaten Sukabumi”, Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 3 No. 3 September 2008:140.


*)Cicit seorang penambang emas, sekarang Pengampu Matakuliah Etika Bisnis dan Manajemen Konflik di STIE Widya Dharma Pontianak, alumnus Universitas Gregoriana dan Universitas Lateran, Roma, Italia (1991-1996)


[1] C. Wahyu Haryo, “Harta Karun Emas Mandor, Kisah Penambangan Ratusan Tahun”, http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/09/17/02592567/harta.karun.emas.mandor.kisah. penambangan ratusan.tahun.
[2] Bdk. Walhi.or.id.
[3] Dalam bahasa Mandarin, Mandor disebut  “Dong Wan Li”, yang berarti “Daerah Timur dengan Selaksa Hukum”.
[4] Yuan Bing-Ling, Chinese Democracies, 27. Bdk. Dr. William Chang, “Barat Terpikat Keelokan Gunung Emas” (http://www.kompas.com/kompas-cetak/0108/11/nasional/terp,28.htm).

[5] Secara etimologis, kata dompeng berasal dari nama mesin paroduk RRC, “Dong Feng” yang berarti “Kemakmuran Timur”. 
[6] Wawancara dengan Camat Mandor, Drs. Marius Baneng (22/12/2011), pukul 08.45 tentang penambangan emas masa orde baru.
[7]Ngadiran, Purwo Santoso, dan Bambang Purwoko, “Dampak Sosial Budaya Penambangan Emas di Kecamatan Mandor Kabupaten Landa Propinsi Kalimantan Barat” (“Social Culture Impact of Gold Mining at Mandor in Landak Regency West Kalimantan Province”), Sosiohumanika, 15 (1), Januari 2002, 131.
[8]Antara (29/6, s.a.): Sebanyak 12 Kelompok Penambang Emas Beroperasi di Makam Juang Mandor.
[9]Babunga office, “PETI (Pertambangan Emas Ilegal) Negara rugi sampai Rp 10 T per tahun”.
[10]Babunga office, “Modal awal untuk memulai Dompeng”, s.a.
[11]Baca artikel “Mengundang Investasi Baru dalam Bidang Pertambangan”, Indonesia Policy Briefs – Ide-ide Program 100 Hari.
[12] Wawancara dengan Sekda Kabupaten Landak, Drs. Ludis, MM (19/12/2011). Bdk foot note 6.
[13]Bdk. Ngadiran dkk, “Dampak Sosial Budaya Penambangan Emas…”, Sosiohumanika, 15(1), Januari 2002, 139-140.
[14]Bdk. Widodo, “Pencemaran air raksa (Hg) sebagai dampak pengolahan bijih emas di Sungai Ciliunggunung, Waluran, Kabupaten Sukabumi”, Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 3 No. 3 September 2008:140.
[15]Babunga office, “Pertambangan emas ilegal (PETI): dampak PETI bagi lingkungan”. Bdk.Bambang Tjahjono Setiabudi, “Penyebaran Merkuri Akibat Usaha Pertambangan Emas di Daerah Sangon, Kabupaten Kulon Progo, D.I. Yogyakarta, Kolokium Hasil Lapangan – DIM 2005, 61-2,3.
[16]Baca artikel “Mengundang Investasi Baru dalam Bidang Pertambangan”, Indonesia Policy Briefs – Ide-ide Program 100 Hari.
[17]Baca artikel “Mengundang Investasi Baru dalam Bidang Pertambangan”, Indonesia Policy Briefs – Ide-ide Program 100 Hari.
[18]Kompas, 29/12/2011, hlm 1.