Monday, June 29, 2009

Ucapan Yesus yang Mengagetkan dan Membingungkan (2)


“Jikalau seorang datang kepada-Ku dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi murid-Ku” (Lukas 14:26)

Mungkin inilah kata-kata Yesus yang paling keras tentang syarat mengikuti Dia. Jika kata “membenci” dimengerti seperti bahasa kita, maka sayalah orang yang tanpa pikir panjang akan meninggalkan-Nya. Jika Dia memang mengharuskan kita membenci orangtua, isteri, saudara, anak-anak, bahkan nyawa sendiri, Yesus tidak hanya melawan hukum alam, budaya, dan hati nurani, tetapi bahkan hukum-Nya sendiri tentang menghormati orangtua dan mengasihi sesama hingga musuh. Jika Yesus memang memaksudkan seperti itu, Dia pasti sudah gila.

Latar belakang perkataan ini harus diletakkan pada kenyataan bahwa ikatan keluarga bisa menjadi penghalang untuk menomorsatukan Kerajaan Allah di atas segala-galanya. Seseorang bisa saja terbelit ikatan dan kepentingan anggota keluarga sehingga tidak ada waktu dan perhatian untuk pelayanan. Dalam ungkapan bahasa Alkitab, “membenci” bisa berarti kurang mengasihi. Misalnya ketika dalam Perjanjian Lama dibuat aturan untuk seseorang yang beristeri dua. Yang seorang dicintainya, sedangkan yang lain tidak dicintai (“dibenci” dalam versi King James) (Ulangan 21:15). Yang dimaksudkan bukanlah yang satu dikasihi dan yang lain tidak dikasihi. Artinya ialah bahwa seseorang lebih mengasihi isteri yang satu daripada yang lain. Dengan konteks ini, kita dapat memahami istilah “membenci” dalam ucapan Yesus sebagai mengasihi lebih sedikit (kurang). Paralel dalam Matius 10:37 meneguhkan pemahaman ini: “Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih daripada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku....”

Ada pula pandangan yang mengatakan bahwa pola pikir orang Yahudi bersifat “hitam-putih”. Lawan dari cinta adalah benci, tidak ada kata untuk melukiskan nuansa lebih atau kurang. Terlepas dari penjelasan ini, ucapan Yesus yang mengagetkan itu memang bagus untuk mengagetkan orang tentang beratnya tuntutan (syarat) mengikuti Dia.

Lianto

Ucapan Yesus yang Mengagetkan dan Membingungkan (1)



Banyak orang mengalami kesulitan untuk menelaah sejumlah ucapan Yesus yang ditemukan dalam Injil. Sejumlah perkataan Yesus yang dibaca atau didengarkan di gereja sering terasa kasar, sulit dimengerti, dan membingungkan. “Biarlah orang mati menguburkan orang mati.” Apakah Yesus sedang bercanda? Bagaimana orang mati menguburkan orang mati? Di tempat lain, kita menemukan kata-kata hardikan yang keras (misalnya: “Hai kamu keturunan ular beludak”) atau yang membingungkan (misalnya: “Aku datang bukan untuk membawa damai, melainkan pedang”). Kata-kata yang sulit itu terasa bertentangan dengan gambaran (entah dari mana asalnya) orang tentang Yesus yang sabar dan penuh cinta. Sebagian orang memilih tidak memikirkannya lebih jauh karena takut jangan-jangan ayat-ayat yang membingungkan itu bakal mengguncang gambaran indah tentang sosok Yesus. Ada pula yang menyembunyikan kebingungan dengan dalih status keterbatasan akal budi di hadapan Wahyu yang mengatasi rasionalita. Mereka lebih suka menampilkan “ayat-ayat cantik” yang menyejukkan seperti pedagang handphone memamerkan “nomor-nomor cantik” simcard yang dijual dengan harga khusus.

Rangkaian seri tulisan ini mau menampilkan ayat-ayat pelik itu yang ditelaah dari berbagai informasi sejumlah buku. Dengan menyimak konteks sejarah, budaya, dan kaidah bahasa, dicoba untuk memahami latar belakang ucapan-ucapan Yesus yang kerap dirasa sulit dimengerti. Dengan rendah hati harus dikatakan bahwa uraian ini tidak berharap banyak untuk menjadikan ayat-ayat sulit menjadi sangat mudah dimengerti. Ada dua kesulitan: yang pertama menyangkut kata-kata Yesus yang sulit dimengerti. Yang kedua menyangkut kata-kata yang terlalu mudah dimengerti. Dua-duanya sama-sama mempunyai kesulitan. Biasanya, jika kesulitan pertama diatasi, masalah muncul dalam bentuk kesulitan kedua. Mark Twain mengalami hal itu ketika mengatakan bahwa hal-hal dalam Alkitab yang menyulitkan dia bukanlah hal-hal yang tidak ia mengerti, melainkan hal-hal yang telah ia mengerti. Tulisan ini hanyalah usaha untuk mencoba mengembalikan (meletakkan) berbagai ucapan sulit Yesus ke tempat aslinya. Dengan demikian dapat diharapkan untuk mendapatkan pemahaman kebahasaan yang “sepadan secara dinamis”. Mengingat kaidah bahasa Yunani berbeda dengan bahasa kita, telaah linguistik diperlukan agar pengaruh terhadap kita dapat sama (tidak jauh beda) seperti pengaruh kata-kata Yesus terhadap pendengarNya di masa lalu di Galilea dan sekitarnya.

Lianto