Thursday, December 29, 2011

Ucapan Yesus yang Mengagetkan dan Membingungkan (5)


“Tidak patut mengambil roti yang disediakan bagi anak-anak dan melemparkannya kepada anjing” (Mat 15, 27)

Akh, ini sudah berlebihan. Apa tidak ada kata lain yg lebih simpatik? Raja Damai koq ngomong gitu? Racist banget! "Masa sih Yesus bilang begitu", tanya isteriku ketika kudiskusikan hal ini dengannya. "Itu perikopnya, cek aja sendiri", jawabku santai.

Alur cerita dalam perikop ini lumayan jelas. Yesus didatangi seorang perempuan Kanaan yang merengek-rengek supaya Yesus menyembuhkan anaknya yang kerasukan setan. Bagi pembaca zaman sekarang, ucapan Yesus itu jelas mengagetkan dan sulit diterima jika dibandingkan dengan image dan karakter Yesus umumnya. Syukurlah, pesan yang mau disampaikan lumayan jelas terungkap dalam judul perikop: “Perintah Allah dan Adat Istiadat Yahudi”.

Rupanya ada protes dari orang Farisi tentang tindak-tanduk Yesus dan para murid yang dianggap melanggar adat-istiadat nenek moyang mereka. Terjadilah dialog tentang hal itu antara orang Farisi dengan Yesus, dan antara Yesus dengan para murid. (kalo lagi rajin, baca aja sendiri ayat 2-20). Tidak tahu apakah Yesus kesal dengan para murid yang o-on gak ngerti-ngerti, Ia menyingkir ke Sidon. Di situlah perempuan Kanaan (yang dianggap kafir oleh bangsa Yahudi) itu datang menemui-Nya. Para murid merasa bising dengan itu. Ntar kalau dilihat orang Farisi bahwa ada perempuan kafir di antara mereka, masalah bisa muncul lagi. Cape deh.

Tapi pikiran Yesus tidak seperti pikiran para murid-Nya. Setelah diam sejenak (pasti lagi mikir Dia), muncul ide: “Ini kesempatan emas untuk mendidik murid O-on, dan menyampaikan nilai baru buat merevisi adat nenek moyang yang suka mengkafirkan bangsa lain.” Caranya??

Sungguh tak terduga, keluarlah kata-kata kasar itu dari mulut Sang Guru. Kalau saya jadi Yesus, saya harus membungkus kata-kata kasar itu sedemikian rupa agar perempuan itu tidak kapok dan pergi sambil memaki-maki. Bisa dengan sorotan mata yang adem-teduh atau dengan intonasi kalimat yang menimbulkan harapan. Kalau tidak, rencana tentu bisa buyar. Tapi untuk Yesus, mungkin hal-hal itu tak perlu. Dia udah tahu akan keteguhan perempuan tangguh ini. Dan benar, perempuan Kanaan ini maju tak gentar. Dia malah mendekat dan sembah sujud sambil berkata, “….tapi anjing itu makan remah-remah yang jatuh dari meja tuannya.”

Kesabaran dan keteguhan iman perempuan kafir ini mengemuka. Rencana studi kasus nyata untuk para murid tercapai. Yesus mengabulkan permohonannya. “Ini lho, iman perempuan bangsa Kanaan yang dicap kafir oleh nenek moyang kita”, kira-kira begitulah pesan moral yang mau disampaikan Yesus kepada murid-murid-Nya.

Masihkah ucapan Yesus ini tetap dianggap keras dan racist? Menurutku, semakin keras ucapan Yesus, semakin besar pula keteguhan dan kekuatan iman si perempuan kafir yang bisa ditonjolkan. Kalo ucapan-Nya lemah lembut dan penuh tata krama, semangat maju tak gentar perempuan suci itu akan berkurang nilainya.

Ucapan Yesus yang Mengagetkan dan Membingungkan (4)


“Jangan kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk membawa damai di atas bumi; Aku dating bukan untuk membawa damai, melainkan pedang.” (Mat 10,34)

Bah, kalau ditelan bulat-bulat, ucapan ini bakalan bertabrakan dengan banyak petuah suci untuk menebarkan cinta dan perdamaian di bagian lain Kitab Suci. Ketika bayi Yesus lahir, orang-orang Majus datang dari jauh-jauh untuk menyembah Raja Damai. Ia juga mengajarkan jangan membalas kejahatan dengan kejahatan. Bahkan kalau ada orang tampar pipi kanan, sekalian kasih saja pipi kiri. Berbahagialah orang yang membawa damai, kata Yesus entah di mana. (yang suka hafal ayat, silakan cari sendiri). Dan rasanya, masih banyak lagi ayat-ayat senada lainnya.

Saya pikir, sama seperti ledekan “orang mati menguburkan orang mati”, ucapan ini pun terbingkai dalam konteks syarat pemuridan yang keras. Lukas memakai kata yang lebih halus: “pertentangan” daripada pedang. Anggota keluarga yang tidak setuju anak atau saudaranya pergi meninggalkan keluarga untuk mewartakan Kerajaan Allah tentu akan mengganggap bahwa misi Yesus jelas membawa pertentangan. Hal ini dijelaskan Matius dalam ayat selanjutnya. Kedatangan Yesus bisa saja menyebabkan orang terpisah dari ayahnya, anak perempuan terpisah dari ibunya, menantu dari mertuanya, dan seterusnya. (untuk kasus tertentu, konsekuensi ketiga ini malah dicari-cari, hahahah).

Singkat cerita (panjang-panjang, ntar malah gak dibaca), kalau Yesus bilang, Dia datang bukan untuk membawa damai melainkan pedang, yang dimaksudkan ialah bahwa pertentangan itu merupakan akibat  kedatangan-Nya, dan bukan tujuan kedatangan-Nya. Itulah risiko atau konsekuensi yang mungkin akan menimpa para murid-Nya. Bagus juga sejak awal seseorang diwanti-wanti dulu tentang beratnya risiko menjadi murid, daripada menyesal di kemudian hari.

Ucapan Yesus yang Mengagetkan dan Membingungkan (3)

“Biarlah orang mati menguburkan orang mati; tetapi engkau, pergilah dan beritakanlah Kerajaan Allah di mana-mana” (Luk 9,60). Omong kosong apa ini? Hampir pasti, semua bangsa punya adat dan kewajiban menguburkan orangtuanya yang meninggal. Teristimewa dalam adat Timur Tengah, penguburan orang mati, bahkan orang asing sekalipun, merupakan tindakan yang terpuji. Bagaimana memahami nats yang tampaknya mustahil dan melawan adat ini?

Ucapan ini keluar ketika seorang simpatisan pengikut Yesus ditunjuk untuk bergabung menjadi murid dalam suatu perjalanan.  “Izinkanlah aku pergi dahulu menguburkan bapaku”, jawab si calon murid. Menanggapi ini, keluarlah ucapan Yesus yang kedengarannya keras dan sulit itu.

Tema utama kisah ini ialah tuntutan pemuridan. Orang yang mau menjadi murid Yesus dituntut untuk memprioritaskan panggilan itu di atas kepentingan-kepentingan lainnya. Tapi ya,.. apa susahnya Yesus menunggu sehari saja dan membiarkan simpatisan itu menguburkan ayahnya? Penguburan orang Yahudi berlangsung tidak lama setelah kematian. Jadi jika ayahnya baru saja meninggal, tentu akan dikuburkan pada hari yang sama. Setelah itu, tentu dia bisa lebih bebas mengikuti Yesus tanpa didera rasa bersalah terhadap almarhum ayahnya.

Saya pikir begini. Jika ayah simpatisan itu meninggal pada hari itu, ia pasti sedang sibuk mengurus penguburan ayahnya. Tidak mungkin dia justru asyik bercengkerama dengan rombongan Yesus. Jadi, ucapan Yesus ditujukan bukan kepada orang yang baru saja ditinggal (mati) oleh ayah atau ibunya dan dengan demikian memikul kewajiban menguburkannya. Ia berbicara kepada orang yang ingin menjadi murid, tetapi mengajukan syarat: “Nantilah, setelah ayahku meninggal”. Atau, “Biarkan aku tinggal di rumah dan memenuhi tanggung jawab merawat orangtuaku dahulu, setelah mereka meninggal dan menguburkannya, aku baru mengikuti Yesus.” Untuk kondisi ini, Yesus berujar: “Biarlah orang mati menguburkan orang mati.”

Jadi, Yesus ingin mengatakan ada hal yang lebih penting untuk diprioritaskan bagi orang-orang yang dipanggil menjadi murid. Seorang anak tentu wajib berbakti kepada orangtuanya. Namun untuk orang yang dipanggil, Kerajaan Allah harus diletakkan di atas kepentingan lainnya.

Rambu Pernikahan 20: Cinta Saja Tak Cukup



“Mengapa Anda menikahinya?” Jawaban terpopuler dan termudah adalah: Cinta! Orang yang melihat perlunya  materi (dalam kadar tertinggi hingga moderat) akan menyeletuk: “Makan tuh cinta!”

Rambu ini tidak bermaksud membicarakan perlu-tidaknya materi. Namun sejalan dengan konteks itu, rambu ini mau mengatakan, hanya cinta semata, memang tidak cukup untuk membina suatu mahligai pernikahan. Rambu ini mau menonjolkan perlunya empati.

Kata orang, cinta adalah perasaan yang diperlukan untuk membuat manusia menjadi ‘gila’ atau kehilangan rasionalitas agar dapat mengambil keputusan menikahi idamannya sesegera mungkin. Tia lebih dibutuhkan sebagai pintu masuk pernikahan, namun bukan penggerak hubungan baik dalam perjalanan berikutnya. Orang sering berpikir, cintalah yang membuat sepasang insan mampu menjalin relasi yang baik. Bukan. Sebaliknyalah yang benar: cinta adalah akibat dari relasi yang baik, bukan penyebabnya.

Yang amat perlu ialah empati. Inilah hal yang memungkinkan relasi baik yang kemudian menumbuhkembangkan cinta yang dijanjikan di hari pernikahan Anda. Setelah gagasan empati muncul di kepala, sulit dibayangkan adanya kualitas lain yang lebih bermanfaat bagi pernikahan. Riset menunjukkan, 90% masalah dalam pernikahan akan lebih mudah teratasi jika pasutri mempunyai empati.

 Empati dalam pernikahan adalah keutamaan (virtue) untuk memandang hal, masalah, atau peristiwa dari perspektif pasangan atau menempatkan diri pada posisi pasangannya. Elemen konstitutif dari keutamaan ini adalah daya-pikir dan daya-rasa yang tertata secara seimbang. Kebanyakan orang dapat melakukan salah satunya dengan baik. Ada orang yang amat sensitif untuk merasakan (berbela-rasa) kepedihan pasangan. Ada yang cerdas memecahkan masalah pasangan dengan daya-pikirnya. Yang sulit adalah melakukan keduanya sekaligus secara seimbang.

Setelah sekian tahun menjalani hidup pernikahan, Anda pasti mempunyai sejumlah label untuk pasangan Anda. Jika Anda mulai berempati, Anda akan mempunyai sudut pandang baru. Anda akan memandangnya secara berbeda dari sebelumnya.

Cobalah untuk berempati, mujizat akan terjadi di luar dugaan Anda. Empati menumbuhkan pengertian yang lebih besar. Pengertian mengundang kesabaran. Kesabaran mengumpulkan kemurahan hati. Kemurahan hati mendatangkan sikap mengampuni.

Rambu Pernikahan 19: Kebahagiaan Pernikahan Hanya Milik Pribadi Bahagia


Dalam beberapa rambu yang lain, dibicarakan hal-ikhwal kebahagiaan. Ditegaskan bahwa bahagia atau tidak bahagia amat tergantung pada cara pikir kita akan berbagai kejadian hidup. Suatu pernikahan dapat menjadi bahagia jika dihuni oleh pribadi-pribadi yang bahagia. Mereka tidak mencari kebahagiaan di dalam pernikahan, melainkan membawanya masuk ke dalam. Bagi pribadi-tak bahagia, akan terdapat terlalu banyak hal dan kejadian yang menurut persepsi mereka mengganggu ‘kebahagiaan’ yang sebelumnya telah direduksi menjadi hanya semata perasaan senang, gembira, dan berbagai perasaan positif lainnya.

Rambu ini perlu disadari karena orang yang merasa tidak bahagia dalam suatu pernikahan kerap berpikir bahwa pasangannya tidak mampu membahagiakannya.

Pribadi yang (memang) tidak bahagia tetap tidak akan bahagia entah siapa pun yang dinikahinya.

The good life, as I conceive it, is a happy life. I do not mean that if you are good you will be happy; I mean that if you are happy you will be good (Bertrand Russell)

Rambu Pernikahan 18: Konsekwensi Keintiman


The only constant is change, kata Waterman. Keintiman dalam pernikahan pun tidak luput dari isu perubahan. Perubahan itu adalah perkembangan alamiah, laksana buah yang awalnya hijau, menjadi matang, hingga layu-membusuk. Setiap pernikahan akan mengalami hal-hal yang  dulunya baik kemudian menjadi buruk. Mengalami ini, tidak sedikit orang yang frustrasi. Dia, berbagai hal dalam hidup bersama, dan (kalau bisa jujur) saya sendiri, BERUBAH, tidak/bukan seperti yang dulu lagi.

Keintiman adalah contoh terbaik. Pernikahan adalah IKATAN terkuat secara sosial, emosional, dan fisik yang ada dalam sejarah dua insan yang ingin intim satu sama lain. Kita ingin saling MEMILIKI. Kebutuhan akan keintiman inilah kayu bakar pernikahan.

Tetapi buah yang bernama keintiman itu, dalam dirinya sendiri, mengandung elemen-elemen yang tidak mengenakkan. Bahkan untuk orang-orang yang berkesadaran matang pun, keintiman dalam pernikahan bisa melelahkan. Masing-masing kita punya ‘dunia’ tersendiri, yang ketika dimasuki orang lain akan terasa menyesakkan. Keintiman membuat kita tak dapat ‘bersembunyi’ terlalu lama. Jika diteliti lebih jauh, kita sebetulnya tidak mau terlalu dikenal (sampai detail) oleh orang lain. Benarlah Stevenson ketika berkata, “Dengan menikah, Anda, atas kehendak sendiri, mempersilahkan masuk seorang saksi ke dalam kehidupan Anda”. Inilah perkembangan alamiah yang dilihat sebagai perubahan. Pasangan-pasangan yang tidak cermat mengidentifikasi sebab perubahan. Mereka menemukan bahwa ada yang salah dengan cinta dan relasi mereka. Padahal, ini hanyalah bagian-bagian lain, biji-biji ‘keras’ dari buah keintiman.

Tak terhindarkan, dalam perjalanan pernikahan, intimacy akan berbenturan dengan privacy.

Kebersamaan yang kita janjikan bukan karena kita berpikir bahwa kita takkan pernah berubah, melainkan justru kita tahu segalanya akan berubah (Eric Zorn)

Rambu Pernikahan 17: Dunia Berbeda

Pernikahan butuh komitmen. Semua orang tahu itu. Namun tidak banyak yang mengetahui dari awal, bahwa kebutuhan akan komitmen itu baru betul-betul disadari ketika berada di tengah jalan pernikahan. Analogi John Gray menarik sekali. Alkisah, laki-laki hidup di Mars dan perempuan hidup di Venus. Kemudian segalanya berubah ketika mereka datang ke Bumi dan lupa bahwa mereka berasal dari dunia yang berbeda.

Konon pada zaman dulu, seorang pria bertanya pada seorang gadis, “Maukah kau menikah denganku?” ”Tidak”, jawab sang gadis. Dan pria itu hidup berbahagia hingga akhir hayatnya. Dia naik motor kapan pun dan kemana pun ia mau, pergi memancing, berburu main golf, minum-minum dan punya uang di bank. Ia membiarkan tutup toilet terbuka, handuk di tempat tidur, dan kentut kapan pun ia mau.

Kisah yang jujur di atas tersembunyi dalam benak banyak laki-laki dan perempuan karena takut dianggap sebagai ungkapan keluhan, penyesalan, penderitaan, kekecewaan, kondisi terpenjara atau ketidakbahagiaan. Padahal inilah konsekwensi yang alamiah akibat penyatuan dua 'dunia' yang berbeda. Perempuan-menikah juga punya cerita serupa, dengan detil berbeda.  F. Nietzsche lebih ekstrem ketika mengatakan: “Jika pasangan yang menikah tidak hidup bersama, pernikahan yang bahagia akan lebih banyak.

Sigmund Freud melakukan penelitian selama 30 tahun dan gagal menjawab pertanyaan “Apa sih yang diinginkan perempuan?” Tentu saja, perempuan juga akan mengajukan pertanyaan serupa: “Mau apa laki-laki sebetulnya?” Kegagalan Freud disebabkan karena ia meneliti orang lain, lebih-lebih orang-orang neurotik yang merupakan pasien-pasiennya. Jangan ulangi kesalahan Freud. Telitilah dirimu dan pasanganmu, dan pahami bahwa Anda dan pasangan memang berbeda.

Kesadaran ini perlu untuk pengetahuan bahwa Anda akan tetap mengalami perbedaan ini entah siapa pun yang Anda nikahi sejauh dia perempuan, atau sejauh dia laki-laki. Semua perempuan dan laki-laki sama susahnya untuk dicintai jika Anda bangun bersamanya setiap pagi. Kecuali yang Anda inginkan ialah mencintai sebuah bayang-bayang atau fantasi. Mencintai orang yang nyata duduk semeja saat sarapan pagi memerlukan komitmen dan integritas yang sesungguhnya.

Ucapan “Saya bersedia” yang hanya butuh kurang lebih sepuluh detik untuk mengatakannya, akan diikuti oleh sepuluh tahun keraguan mengenai “Bersediakah saya?” (Mary Kay Blakely)

Rambu Pernikahan 16: Memberi Ruang Kesendirian



Isterimu murung, diam 1000 bahasa. Menonton TV dengan pandangan kosong sambil memasukkan keripik ke mulutnya keping demi keping bagaikan mesin. Tertidur, membiarkan tv menonton dirinya. Kau terus mencoba untuk berbicara kepadanya, namun dia mengeluh dan meminta agar meninggalkannya sendirian. Kau menjadi cemas dan putus asa.

Pria biasanya mempunyai kesombongan seolah-olah dirinya seorang dokter penyembuh segala masalah. Salah satu bagian tersulit dari perkawinan adalah duduk tenang dan mencoba untuk tidak “menyembuhkan” sesuatu yang dianggap kurang beres dalam diri pasangan, kendati Anda memiliki kepedulian.

Mungkin ini saatnya, sang isteri tidak memerlukan seorang pun untuk berbicara dan menasehatinya untuk ini dan itu. Tugas suami di saat ini adalah menunggu dan melihat. Sang isteri barangkali hanya membutuhkan penerimaan dan pengertian. Pastikan bahwa dia mengetahui bahwa Anda mencintainya, teristimewa saat seperti ini.



Anda sebagai suami bisa membantu, tetapi tidak menyembuhkan. Cukuplah itu.

Disadur dari: Ellen Sue Stern, Reflections for Newlyweds

Rambu Pernikahan15: Pernikahan Melulu Suka, Tidak Ada!

Kira-kira 13 tahun yang lalu, saya menonton film Titanic, sebuah film tragedi-romantik garapan James Cameron yang menurut banyak iklan wajib ditonton oleh pasangan yang memadu cinta. Saya ikut dan menontonnya bersama mantan pacar. Seperti biasa, saya tertidur di sandaran bahu mantan pacar ketika para awak dan penumpang kapal sibuk menyelamatkan diri. Dan... terbangun ketika seorang nenek tua mengakhiri cerita tragisnya.

Banyak orang tergila-gila dengan film ini. Ada yang setelah menonton di bioskop, merasa harus membeli VCD-nya untuk diputar berulang-ulang. Bahkan ada yang beli 2 set. Satu set dipakai untuk diputar berulang-ulang atau meminjamkannya kepada teman. Satu set yang lain dibiarkan tetap utuh dengan plastik tersegel untuk disimpan di tempat terhormat di rak CD.

Cameron memang berhasil mengarahkan pusat perhatian penonton pada sosok Jack (Leonardo di Caprio) dan Rose (Kate Winslet) mengalahkan adegan menyeramkan dan mengerikan di mana ribuan penumpang tewas terlempar atau melorot jatuh ketika badan kapal patah dua. Kisah cinta mereka berdua teramat indah untuk diganggu oleh aneka prahara. Pada pandangan pertama Rose terhadap Jack, dia langsung terpesona. Pesona berkembang menjadi kerinduan. Dan kerinduan berubah menjadi cinta. Ya, ya, ya... hampir semua film romantis memperlihatkan proses yang kurang lebih sama. Cinta mereka luar biasa; cinta yang buta (tidak melihat) hal-hal yang tak dapat diterima pada diri pasangannya. Cinta yang hanya ada suka, canda, dan tawa.

Sayangnya, cinta seperti ini tidak ada dalam dunia nyata kita. Silakan, jika Anda ingin memperolehnya dalam dunia utopia. Cilakanya, banyak orang terkecoh dan terpesona dengan cinta seperti ini. Mendambakan dan memburunya hingga ke Samudera Atlantika. Keterpesonaan seperti ini “membunuh” banyak relasi yang sebetulnya masih cukup sehat dan baik. Mereka merasa mutu hubungan yang dimiliki masih kurang menurut ukuran ala Titanic. Mereka bermimpi untuk menjadi Jack dan Rose yang bebas memadu gairah asmara tanpa harus memikirkan nafkah, kerja, belanja, memasak, membayar tagihan kartu kredit, hingga jadwal membuang sampah. Kisah cinta dan/atau pernikahan model tukang mimpi seperti ini, malangnya, harus karam bersama kapal Titanic di samudera dunia nyata.

Rambu Pernikahan 14

Kadang-kadang kita membuat kesalahan ketika berusaha berkata jujur. Kita berkata terlalu banyak, tatkala dibutuhkan sedikit kebijakan. Kejujuran tanpa saringan kadang boleh disebut naïf dan jarang membuat manfaat. Kerap justru terasa sebagai komentar pedas atau kritik yang dibungkus.

Memang sulit untuk hidup dengan orang lain hari demi hari tanpa ingin mengoreksinya. Pasanganmu akan membela diri ketika engkau mengatakan kepadanya apa yang harus dilakukan dan bagaimana melakukannya, bahkan ketika engkau mengatakannya atas nama cinta. Seringkali hal itu terdengar seperti complain dari pelanggan yang tidak puas dengan pelayanan Anda.

Galileo Galilei benar ketika mengatakan, “Engkau tidak dapat mengajari seorang laki-laki suatu hal. Engkau hanya dapat menolongnya menemukan hal itu dalam diri mereka.” Boleh sesekali dicoba. Tatkala Anda hendak mengusulkan sesuatu, katakanlah: “Aku melihat betapa hebatnya kamu dan betapa kamu mampu melakukannya!”

Jangan tertawa. Saya tahu, ini tampak kekanak-kanakan. Sehebat apa pun suamimu, dalam konteks ini, dia memang tetap seorang bocah yang butuh penguatanmu.

Kemampuan berkomunikasi adalah kemampuan untuk benar-benar jujur dan benar-benar baik [bijak] pada saat yang sama (John Powell)

Rambu Pernikahan 13

Sahabat di luar pernikahan lebih enak bicara?? Jangan terkecoh. Barangkali si sahabat dapat menjadi teman yang enak bicara dan sabar mendengarkan bagi Anda, tapi tidak bagi isteri/suami mereka. Seperti halnya isteri/suami kita juga sering kita anggap sulit diajak membina komunikasi yang sehat. Mengapa?

Tatkala pasangan kita mencoba membagikan keluh kesah, kesedihan, kegagalan, dan kekesalan dalam hidup kepada kita, apa yg terjadi? Mekanisme pembelaan ego kita langsung bekerja. Kita merasa bahwa kitalah sasaran tembak. Kita merasa, pasangan sedang membeberkan kelemahan dan ketidakmampuan kita dalam memenuhi kebutuhan lahir dan batinnya. Kondisi ini membuat kita tidak bisa mendengarkan lebih jauh. Rasionalisasi, argumentasi, dan sejuta alasan kita cari untuk memberikan penjelasan. Padahal pasangan kita hanya mau berbagi, hanya mau cerita, tanpa tendensi apa-apa.

Badai menerpa tatkala orang mulai mencari orang di luar bahtera untuk diajak bicara. Dan pasti, orang itu dapat menjadi pendengar yang setia. Karena keluh-kesah sama sekali tidak berkenaan dengan dirinya. Dia dapat memberikan berbagai petuah saleh yang meneduhkan jika diperlukan. Dia bisa melakukan segalanya termasuk memberikan bahu utk sandaran kepala.

Anda keliru jika menganggap orang ini lebih baik dan lebih enak diajak bicara dibandingkan pasangan resmi Anda. Kalo gak percaya, coba kawini saja dia. Keesokan harinya, Anda akan mendapati pribadi yg mungkin lebih buruk dari isteri/suami Anda sebelumnya.

Tugas pertama cinta adalah mendengarkan (Paul Tillich)

Rambu Pernikahan 12

Kiranya kita keliru kalau menetapkan pikiran bahwa kebahagiaan adalah soal rasa senang, terhibur, dan tersanjung.

"Happiness" berakar pada kata Inggeris kuno “hap”, yang berarti “kesempatan” atau “takdir”. Makna itu kemudian berkembang menjadi “apa yg sedang terjadi entah baik atau buruk”. Tampak bahwa kebahagiaan adalah masalah sikap atau cara pandang terhadap apa yg terjadi. Kebahagiaan adalah bagaimana kita menyikapi apa pun yg sedang terjadi atau yg akan terjadi.

Dengan pemahaman ini, kita mahfum mengapa kemalangan dan kemiskinan materi tidak menghalangi orang menikmati kebahagiaan. Sebaliknya keberuntungan dan kekayaan materi tidaklah menjamin adanya kebahagiaan. Dalam konteks hubungan pasangan suami-isteri, kebahagiaan bukanlah hasil akhir yang dicari-cari, melainkan bentuk penghayatan batin akan proses jatuh-bangun itu sendiri.

Sikap dan cara pandang (paradigma) sangat menentukan apakah kita adalah orang yang bahagia atau tidak.

Stephen Covey bilang: "Kalau mau perubahan kecil dalam hidup, ubahlah perilaku. Tapi kalo menghendaki perubahan besar, ubahlah paradigma".

Rambu Pernikahan 11

Ungkapan “jatuh cinta” dapat menjebak dan kurang bertanggung jawab. Kata “jatuh” terkesan seolah orang lumpuh dan tak berdaya karena terpanah oleh dewa asmara, atau seolah jatuh ke dalam suatu lubang tanpa dikehendaki. Padahal, jatuh cinta adalah pilihan yang aktif dan kreatif.

Kierkegaard melihat cinta sebagai tindak kehendak, ulah karsa, dan menyimpulkan cinta sebagai pilihan, bukan perasaan.

Terlebih dalam kasus orang “jatuh cinta” kepada PIL/WIL, aspek pilihan lebih menonjol, mengingat kita semua sedikit banyak masih diikat oleh norma masyarakat yang menyampaikan larangan. Pembelaan terbaik adalah bahwa itu semua terjadi di luar kehendak dan rencana, segalanya terjadi begitu saja.

Rambu Pernikahan 10

Perempuan suka terbuai dengan cumbu rayu, sentuhan, dan perhatian. Pria tahu itu dan memanfaatkannya. Pria pembohong sering memanfaatkan kebutuhan ini untuk menenteramkan isterinya dari kecurigaan perselingkuhannya. Pikiran isteri lugu: “Dia sangat mencintaiku, dia tidak mungkin jatuh cinta pada yang lain”.

Wahai teman2 perempuan, jangan bodoh.
Wahai teman2 pria, maafkan saya, udah bongkar rahasia....

Rambu Pernikahan 9

Jika Anda berpikir untuk menikah supaya memperoleh kebahagiaan…, Anda perlu kaji ulang pikiran itu. Anda harus MEMBAWA kebahagiaan ke dalam mahligai pernikahan, bukan mencarinya di sana. Silakan melanglang buana untuk mencari orang yang tepat dan dapat membahagiakan. Yakinlah, Anda tak akan menemukannya.

Banyak orang mengatakan bahwa dia menikah supaya bahagia. Ia membangun harapan2 indah, yang dituntut dari pasangan maupun pernikahan itu sendiri. Ketika ternyata “kebahagiaan” tdk ditemukan, org terperosok dalam tubir kekecewaan. Orang yang (pd dasarnya) tdk bahagia itu, tetap tidak bahagia, entah siapa pun yg dinikahinya.

Rambu Pernikahan 8

Penelitian di AS memberikan statistik: ada sekitar 40% pernikahan BARU yg kandas; 50% pernikahan KEDUA, dan 60% pernikahan KETIGA berakhir di perceraian. Hal ini menunjukkan bahwa dalam pernikahan, pengalaman kegagalan belum tentu menjadi guru yg baik. Atau setidak-tidaknya kita tetap saja menjadi murid malas yg tak mau belajar dari guru yang baik.

Ternyata janda atau duda tidak menjamin kemampuan yang lebih andal dalam mencipta dan memelihara relasi yang baik.

Rambu Pernikahan 7

Di antara status "married" dan "single", ada status lain yg terlupakan dan perlu diwaspadai; "married single" (MS). MS ialah pola tingkah laku orang yang sudah menikah namun berperilaku seperti jomblo. Mari, selidiki perilaku kita di tempat umum, mungkin kita sering melakukan positioning diri dengan signal "jomblo".

Biasanya, married single muncul sebagai pelarian dari relasi yg sedang terganggu. Relasi dan komunikasi dengan pasangan tak lagi menyenangkan. Orang mencari kehangatan lain di luar relasi, menciptakan suatu zona berbenteng yang tak bisa dimasuki oleh pasangan. Di dalamnya, segala tingkah laku dan keputusan tak lagi melibatkan dan memperhitungkan pasangan.

Contoh lain aktivitas married single: maniak pada hobby, workaholic, bahkan aktif luar biasa di kegiatan sosial/keagamaan. Bahayanya, kegiatan2 positif yg ditekuni MS ini justru memberikan pembenaran atas perilakunya. Yg membahayakan relasi bukan aktivitasnya, melainkan motivasinya.

Rambu Pernikahan 6

Semakin terlarang, semakin merangsang. Itulah sebabnya orang merasa WIL/PIL-nya lebih fantastik. Perasaan bahwa dirinya telah mengorbankan banyak hal untuk cinta terlarang justru meningkatkan gairah cinta itu sendiri. Pelaku cinta terlarang bahkan mendiskreditkan pasangan resmi dan memastikan bahwa "cinta baru" inilah cinta sejati,... cinta tanpa memiliki.

Dengan mimik mengharukan, pelaku cinta terlarang mendramatisasi kesejatian cinta dgn kata-kata: "Biarlah tetap begini, kembalilah pada isteri/suamimu, cinta sejati tokh tidak memiliki". Padahal, bisa jadi, dia memang dari awal menghendaki untuk tidak memiliki, sebab tindakan memiliki akan diikuti oleh sejumlah pengorbanan. Mendengar puisi tadi, perasaan mengharu-biru.... rasanya tidak mau lepas lagi....

Pada dasarnya cinta tanpa memiliki adalah cinta yg paling tidak bertanggung jawab. Cinta yg hanya mau mereguk kemanisannya, tanpa peduli dengan pengorbanannya. Umumnya memang, orang tidak atau kurang menghargai apa yang dimilikinya. Segera setelah sesuatu dimiliki, sesuatu akan kehilangan harganya. Cinta baru yg fantastik pun akan kehilangan harga bila telah dimiliki. Semua yg baru, pada suatu saat akan menjadi lama,..

Sesuatu yg belum dimiliki dan baru akan didambakan dan terus mengisi pikiran. Setelah dimiliki, sama seperti yg lalu-lalu, segera menjadi biasa dan membosankan. Daripada teruzzz mencari cinta baru di luar pernikahan, lebih baik kita tekun membarui yang ada. Secuil kebaikan pasangan jauh lebih NYATA daripada sejuta mimpi dan buaian angin surga dari PIL/WIL kita.

Wednesday, December 28, 2011

Rambu Pernikahan 5

Jika Anda berpikir bahwa tidak mungkin jatuh cinta pada salah satu teman di dunia maya, karena kalian tidak pernah bertemu,.. agaknya Anda keliru. Keintiman bukan TERUTAMA disebabkan pertemuan, melainkan pertukaran pengalaman, dunia batin, perasaan, dan curahan hati.

Chatting (konteks internet) dengan cheating hanya berbeda 2 karakter. Maaf kalau peletakan Rambu ini mengganggu "perjalanan" Anda. Bak rambu lalu lintas, rambu ini hanya reminder untuk berjaga2. Sekiranya Anda yakin akan kehati-hatian Anda dan senantiasa sadar untuk memilah manfaat komunikasi dunia maya dari mudaratnya, rambu ini silakan diabaikan.

Rambu Pernikahan 4

Jika Anda berpikir bahwa perselingkuhan pasti tidak akan terjadi kalau tidak ada sesuatu yang kurang beres dalam pernikahan,… Anda keliru! Mengacu ke Rambu 1, perselingkuhan DAPAT terjadi, entah ada atau tidak ada masalah serius dalam pernikahan. Seringkali terjadi, rumah tangga yang dianggap adem-ayem oleh orang sekitar maupun diri sendiri terlibat dalam masalah perselingkuhan. Alasan adanya masalah (bosan, tidak bahagia, tidak cocok, rutinitas, dll.) kerap dijadikan tameng untuk menutupi kesalahan. Padahal, pernahkah ditemukan pasangan dua insan tanpa konflik?? Dgn diri sendiri aja, kita tidak jarang konflik.

Rambu Pernikahan 3

Cinta bukanlah penyebab relasi yang baik, melainkan AKIBAT (hasil) relasi yang baik antara dua insan. Rambu ini perlu dicamkan, karena banyak orang berpikir kebalikannya. Rambu ini perlu dilihat/dicerna dengan fleksibel. Tidak dimaksudkan untuk mendukung pernikahan ala Siti Nurbaya atau pernikahan yang diawali perkenalan dan masa perpacaran. Yang mau ditekankan ialah pentingnya pemeliharaan cinta. Tentu bagus jika sebelum menikah, kita sudah mengawalinya dengan perkenalan dan relasi yang baik untuk menumbuhkan cinta. Tapi itu bukanlah hal yang setelah ada, maka dapat diandalkan untuk menjamin kelangsungan hidup dalam pernikahan. Setelah masuk ke dalam pernikahan, cinta itu harus terus dipupuk. Memang benar, agar ada suatu relasi, perlu ada daya pikat awal, tetapi kedalaman dan MUTU relasi akan menentukan rasa-perasaan yang tercipta. Itu sebabnya, banyak pernikahan yang kandas kendati diawali dengan cinta. Tapi minus pemupukan. Sebaliknya, banyak pula pernikahan yang langgeng meskipun tidak diawali dengan cinta. Relasi baik dan bermutu di dalam hidup pernikahan itulah yg menjadi roh kelestariannya. Kata orang bijak, sekali pun pernikahan dilangsungkan di surga, orang masih harus bertanggung jawab atas pemeliharaannya.

Rambu Pernikahan 2

Jika Anda merasa jatuh cinta pada orang lain, lantas Anda berpikir bahwa Anda tidak lagi mencintai pasangan atau memastikan ada kekeliruan dalam keputusan awal menikahi pasangan,… Anda keliru! Terkait Rambu 1, kita memang BISA saja jatuh cinta pada orang lain pasca pernikahan. Kala badai itu datang, jangan tambah2 masalah dengan pikiran naif yang belum pasti benar, misalnya bahwa Anda tidak lagi mencintai pasangan... atau ada yang salah dalam keputusan awal menikah,.... Tatkala badai datang menghantam, terkadang kita hanya bisa memegang erat2 bahtera kita agar tidak terlempar ke laut. Lebih baik diam daripada berbicara berlebihan.

Rambu Pernikahan 1

Bila Anda mengira bahwa Anda hanya dapat mempunyai rasa cinta kpd satu orang saja,...Anda keliru!! Kita dapat mempunyai rasa itu thd lebih dari satu orang. Rambu ini dpt mengingatkan kewaspadaan thd timbulnya godaan.