Thursday, December 29, 2011

Rambu Pernikahan 17: Dunia Berbeda

Pernikahan butuh komitmen. Semua orang tahu itu. Namun tidak banyak yang mengetahui dari awal, bahwa kebutuhan akan komitmen itu baru betul-betul disadari ketika berada di tengah jalan pernikahan. Analogi John Gray menarik sekali. Alkisah, laki-laki hidup di Mars dan perempuan hidup di Venus. Kemudian segalanya berubah ketika mereka datang ke Bumi dan lupa bahwa mereka berasal dari dunia yang berbeda.

Konon pada zaman dulu, seorang pria bertanya pada seorang gadis, “Maukah kau menikah denganku?” ”Tidak”, jawab sang gadis. Dan pria itu hidup berbahagia hingga akhir hayatnya. Dia naik motor kapan pun dan kemana pun ia mau, pergi memancing, berburu main golf, minum-minum dan punya uang di bank. Ia membiarkan tutup toilet terbuka, handuk di tempat tidur, dan kentut kapan pun ia mau.

Kisah yang jujur di atas tersembunyi dalam benak banyak laki-laki dan perempuan karena takut dianggap sebagai ungkapan keluhan, penyesalan, penderitaan, kekecewaan, kondisi terpenjara atau ketidakbahagiaan. Padahal inilah konsekwensi yang alamiah akibat penyatuan dua 'dunia' yang berbeda. Perempuan-menikah juga punya cerita serupa, dengan detil berbeda.  F. Nietzsche lebih ekstrem ketika mengatakan: “Jika pasangan yang menikah tidak hidup bersama, pernikahan yang bahagia akan lebih banyak.

Sigmund Freud melakukan penelitian selama 30 tahun dan gagal menjawab pertanyaan “Apa sih yang diinginkan perempuan?” Tentu saja, perempuan juga akan mengajukan pertanyaan serupa: “Mau apa laki-laki sebetulnya?” Kegagalan Freud disebabkan karena ia meneliti orang lain, lebih-lebih orang-orang neurotik yang merupakan pasien-pasiennya. Jangan ulangi kesalahan Freud. Telitilah dirimu dan pasanganmu, dan pahami bahwa Anda dan pasangan memang berbeda.

Kesadaran ini perlu untuk pengetahuan bahwa Anda akan tetap mengalami perbedaan ini entah siapa pun yang Anda nikahi sejauh dia perempuan, atau sejauh dia laki-laki. Semua perempuan dan laki-laki sama susahnya untuk dicintai jika Anda bangun bersamanya setiap pagi. Kecuali yang Anda inginkan ialah mencintai sebuah bayang-bayang atau fantasi. Mencintai orang yang nyata duduk semeja saat sarapan pagi memerlukan komitmen dan integritas yang sesungguhnya.

Ucapan “Saya bersedia” yang hanya butuh kurang lebih sepuluh detik untuk mengatakannya, akan diikuti oleh sepuluh tahun keraguan mengenai “Bersediakah saya?” (Mary Kay Blakely)