Saturday, February 13, 2010

Tahun Baru Imlek: Momentum Perubahan dan Pembaruan



Mulai tanggal 14 Pebruari 2010, orang Tionghoa memasuki Tahun Baru Shio Macan. Aneka persiapan dilakukan orang untuk menyongsong hari raya ini. Orang sibuk membersihkan rumah dari atas hingga ke bawah. Karena selama tiga hari pertama hari raya, orang tak boleh menyapu rumah. Takut kalau-kalau keberuntungan ikut tersapu keluar. Ada pula yang sibuk mecari pohon pir buatan, karena batang pohon itu diyakini bisa mengusir setan. Rumah dihiasi dengan pohon jeruk kecil (kim kit), karena pohon ini melambangkan emas. Diharapkan uang atau emas dapat mengalir lebih banyak ke rumah. Semua orang, entah tua atau muda keluar-masuk mall mencari pakaian baru. Ibu-ibu sibuk membuat kue. Kue yang tak terlupakan adalah kue keranjang. Konon, kue ini harus ada sebab selama musim dingin yang berlangsung k.l. tiga bulan, seluruh daratan Tiongkok tertutup salju. Karena itu tidak ada kayu bakar untuk memasak. Dalam situasi itu, kue yang tahan disimpan lama ini sangat berjasa untuk mempertahankan hidup manusia. Untuk alasan ini pula, kue keranjang disebut juga “phing an kue” (kue kesejahteraan) sebagai peringatan atas kemenangan manusia berhadapan dengan musim dingin yang menyiksa.

Menilik sejarah, perayaan Tahun Baru Imlek adalah perayaan datangnya musim semi. Orang Tionghoa yang lahir di Indonesia agak sulit menghayatinya sebab mereka tidak mengenal musim semi. Di daratan Tiongkok, tiga bulan yang lalu orang berjuang melawan musim dingin. Dalam masa itu, orang lebih suka mengurung diri di rumah atau memanasi diri dekat perapian. Tumbuh-tumbuhan seolah mati. Alam sunyi sepi. Tatkala musim berganti, semuanya seolah mendapat jiwa baru. Orang cepat-cepat bangun pagi, sibuk bersihkan daki. Burung-burung pun berkicau kembali. Bunga-bunga mekar bersemi. Ada perubahan, pembaruan, dan peralihan dari situasi yang mencekam dan menyedihkan menjadi situasi yang riang dan menggembirakan.

Adagium populer Change is the only constant menarik diselami. Satu-satunya yang tetap hanya perubahan itu sendiri. Mirip dengan pandangan filsuf Yunani Kuno Herakleitos: Everything flows, nothing stands still. Perayaan Tahun Baru Imlek dapat dimaknai dengan semangat untuk terus merubah dan membarui diri. Semangat itu mengandaikan kekuatan untuk beradaptasi dengan lingkungan tanpa kehilangan jati diri. Kitab Daxue II.1 tersurat : “Bila suatu hari dapat memperbaharui diri, perbaharuilah terus setiap hari dan jagalah agar senantiasa baharu selama-lamanya”. Dinosaurus kuat dan besar tapi punah dimakan zaman karena rendahnya daya adaptasi. The Survival of the Fittest Charles Darwin mau mengklarifikasi bahwa kelestarian hidup bukan terutama milik mereka yang cerdas dan kuat, melainkan milik mereka yang adaptif.

Dalam konteks pembangunan semangat kebangsaan yang berkelanjutan, Tahun Baru Imlek seyogianya menjadi perayaan ulang tahunan pembaruan jati diri sebagai bangsa Indonesia seutuhnya. Paradigma lama yang cenderung melihat diri secara inferior dalam tatanan hidup bermasyarakat harus dibarui. Semangat baru kebangsaan dapat diaktualisasi dalam bentuk kesetiakawanan sosial dan keterlibatan dalam setiap sendi kehidupan bangsa (ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan). Intinya, Tionghoa Indonesia dapat memaknai Imlek sebagai momentum untuk mengingatkan diri tentang compassio (semangat bela rasa) sebagai bangsa.

Tahun Baru Imlek juga merupakan ajang silahturahmi. Kini saatnya memaafkan yang salah; membina sikap baru, hati baru, semangat cinta sesama dan pengharapan baru akan hari esok yang lebih baik. Selamat Tahun Baru Imlek. Kiung Hie Sin Nian, Sin Cia Ju Ie.


Lianto