Tuesday, February 16, 2010

Pantang dan Puasa



Masa Prapaskah 2010 dimulai pada tanggal 17 Februari (Rabu Abu) dan berakhir pada tanggal 28 Maret 2010 (Minggu Palma). Masa Prapaskah yang berlangsung selama 40 hari ini merupakan kesempatan emas bagi umat beriman untuk lebih mendekatkan diri pada Tuhan. Sebagian orang menganggapnya sebagai retret agung untuk mengusir segala kekhawatiran, mengendalikan diri, lebih intim berkomunikasi dengan Tuhan, dan lebih peduli dengan sesama. Oleh karena itu, dalam Gereja hiduplah tradisi menjalankan puasa dan pantang, mempererat hubungan dengan Tuhan melalui doa dan bacaan firman Tuhan, dan mengamalkan kasih pada sesama yang membutuhkan. Setelah dibaptis, sebelum tampil di muka umum, Yesus sendiri mengasingkan diri dan berpuasa selama 40 hari di padang gurun.

Puasa berarti makan kenyang hanya satu kali dalam sehari. Yang wajib berpuasa adalah semua orang beriman yang berumur antara 18 tahun sampai awal 60 tahun. Puasa diwajibkan pada hari Rabu Abu dan Jumat Agung. Jadi, selama masa Prapaskah, kewajiban berpuasa hanya dua hari saja.

Sedangkan pantang bisa dilakukan dengan tidak konsumsi antara lain daging, rokok, garam, gula, dan hiburan. Seturut kemampuan, orang Katolik dapat berpantang semua, sebagian, atau salah satu dari hal-hal tersebut. Yang wajib berpantang adalah semua orang beriman yang berumur genap 14 tahun ke atas. Pantang diwajibkan pada hari Rabu Abu, setiap Jumat selama Masa Prapaskah, dan Jumat Agung pada Pekan Suci. Jadi, selama Masa Prapaskah, kewajiban berpantang hanya 7 hari saja ditambah dengan 1 hari pada Jumat Agung.

Penetapan hari Rabu Abu, Jumat Agung dan setiap Jumat lainnya selama masa Prapaska sebagai hari-hari pantang dan puasa adalah aturan minimal dari Gereja. Adalah suatu tindakan yang patut dipuji jika setiap pribadi, keluarga atau komunitas Katolik, setelah melalui pembicaraan dan kesepakatan bersama, melaksanakan pantang dan puasa lebih dari sekedar memenuhi tuntutan yang minimal itu. Penetapan yang dilakukan di luar kewajiban Gereja bersifat tidak mengikat dan lebih didasarkan pada besarnya semangat tobat yang hendak dibangun baik secara pribadi maupun kelompok. Selama masa Prapaskah tidak dilarang untuk melangsungkan pernikahan. Namun demi sejalan dengan semangat tobat yang hendak dibangun, sedapat mungkin dihindari pesta-pesta yang meriah.

Karya amal kasih yang secara khusus dilakukan selama masa Prapaskah merupakan wujud pertobatan bersama demi terciptanya semangat solidaritas bagi sesama. Karya amal kasih itu, salah satunya diwujudkan melalui pengumpulan dana Aksi Puasa Pembangunan (APP). Agar tindakan pantang dan puasa terkait erat dengan karya amal kasih, sangatlah baik sekiranya dana APP yang terhimpun itu sungguh merupakan hasil dari pantang dan puasa. Artinya, sumbangan APP yang diberikan merupakan dana yang tidak jadi dibelanjakan karena seseorang, keluarga, atau komunitas Katolik berpantang dan berpuasa selama masa Prapaskah. Dengan demikian, pantang dan puasa memperlihatkan dimensi sosial yang di dalamnya seseorang berhemat demi orang lain.

Lianto