Thursday, July 24, 2008

Yesus Historis, Siapa Takut?


Akhir-akhir ini wacana tentang hidup Yesus dimeriahkan oleh pelbagai tulisan dan pandangan yang mengklaim diri sebagai penemuan atas Yesus-historis. Dua karya yang ramai dibicarakan adalah The Da Vinci Code (DVC) dan The Lost Tomb of Jesus (LTJ). Yang pertama (DVC, karya Dan Brown) merupakan novel thriller-fiktif yang mencoba meyakinkan pembaca akan historisitas sejumlah fragmen yang dipaparkan sebagai latar belakang cerita. Yang kedua adalah film dokumenter dari James Cameron yang berusaha mengidentikkan diri sebagai hasil penemuan arkeologis atas kuburan Yesus sekeluarga di Yerusalem. Keduanya menuai kritik dan perlawanan sengit karena dinilai sebagai karya yang mengaburkan kebenaran iman akan pribadi Yesus Kristus.

Antara Yesus dan Kristus
Pertama-tama harus dibedakan antara Yesus-historis dan Yesus-iman (yang diimani). Keduanya berkaitan erat, tapi tidak identik. Yesus-iman adalah ungkapan penghayatan umat perdana akan pribadi Yesus-historis yang diteruskan ke generasi-generasi berikutnya hingga sekarang. Injil sendiri, yang ditulis pada paruh kedua abad pertama, merupakan penghayatan iman akan pribadi Yesus yang tertulis dalam terang Roh Kudus. Interval waktu yang terbentang antara Yesus-historis dan Yesus-iman menciptakan nuansa-nuansa kecil yang meskipun tidak sampai bertentangan, namun tidak jarang terdapat perbedaan. Orang yang terikat dengan gambaran Yesus-iman dapat tergugah (kalau tidak sampai terguncang) bila dihadapkan dengan gambaran Yesus-historis. Baginya, apa yang diketahui dan dihayati selama ini tidak sama dengan gambaran baru yang disodorkan.

Perlawanan dan pembelaan yang diarahkan kepada Dan Brown “dan kawan-kawan” menghasilkan polemik yang carut marut. Hal ini terjadi karena kedua kubu berangkat dari titik tolak dan perspektif yang berbeda. Wacana ilmuwan berangkat dari perspektif Yesus-historis. Dan umat beriman mencoba menampiknya dari perspektif Yesus-iman. Yang perlu dilakukan adalah verifikasi; sejauh mana uraian para ilmuwan/seniman tentang Yesus-historis sungguh benar. Satu-satunya cara adalah kita juga harus menggali ulang Yesus-historis. Tentu saja tidak ada yang murni historis. Sebagaimana historisitas kaum ilmuwan juga tidak murni ilmiah. Selalu ada unsur interpretasi subyektif dalam semua kesimpulan atas data-data yang diperoleh. Tidak ada teks atau penelitian yang tidak bisa dimasukkan ke dalam struktur yang dibangun dari sejumlah wawasan kepentingan (Leonardo Boff). Penelitian sejarah, sekalipun dilaksanakan dengan sumber sebanyak-banyaknya dan memakai metode sebaik-baiknya, tetap hanya mampu menghasilkan kemungkinan-kemungkinan (James H. Charlesworth).

Keseimbangan: suatu Keperluan
Menelusuri dan mempelajari Yesus-historis di era kita menjadi suatu keperluan. Umat beriman tidak perlu takut atau was-was untuk mendekati ranah ini. Kekristenan yang bertahan dan terus berkembang selama 20 abad pastilah mengindikasikan kebenaran. Mustahil rasanya bila suatu kebohongan dapat bertahan dalam rentang waktu dan generasi yang tidak pendek. Yesus yang diimani tentu masih Yesus historis yang melewati bias-bias zaman (waktu).

Di usia memasuki abad ke-21 ini, Gereja terpanggil untuk mempertanggungjawabkan imannya serasional mungkin. Gereja era baru kita tidak lagi bisa hanya mewartakan Kristus, melainkan harus pula menggali dan mewartakan kesinambungan antara Yesus-historis dan Yesus-iman. Kesenjangan yang terbentang antara Yesus dan Kristus harus dijembatani. Orang yang bertolak dari Yesus-historis menuju iman akan Yesus niscaya lebih tahan banting. Pendekatan kita kepada Yesus-historis dapat membuka mata dan pikiran akan adanya konspirasi rapi dari sejumlah ilmuwan/seniman untuk menciptakan gambaran Yesus yang berbeda radikal dari apa yang kita percayai selama ini.

Di satu sisi, pewartaan yang terlalu menekankan Yesus-iman dan mengabaikan Yesus-historis dapat menciptakan pengasingan. Gelar-gelar dan aneka dogma yang meliputi wajah Yesus dapat menyembunyikan wajah manusiawi Yesus dan menyingkirkan-Nya dari sejarah. Kristologi yang dikembangkan tidak menginjak tanah. Di era baru, teologi bertugas membebaskan Yesus dari rantai yang membelenggu-Nya untuk mendekati manusia. Mengimani Yesus berarti mampu untuk mendengarkan suara-Nya yang berbicara dalam situasi hidup kita. Seseorang bisa saja mengatakan percaya akan Yesus sebagai Mesias, Tuhan, Putra Allah, dan sebagainya seraya mengabaikan apa makna gelar itu bagi hidup nyata.

Di lain sisi, tidak kalah penting mencegah penilaian berat sebelah. Skeptisisme yang berlebihan dan tak beralasan tidak lebih kritis daripada menerima apa pun yang disediakan begitu saja. Banyak hal yang mengklaim diri sebagai kritisisme ternyata tidak kritis sama sekali; tidak lebih daripada skeptisisme yang berkedok ilmiah. Cara pikir ini menjadi penyumbang besar aneka gambaran yang menyimpang tentang Yesus dan Injil, seperti yang ramai dibicarakan dalam media massa akhir-akhir ini. Kritis berarti tidak gampang untuk menerima maupun menolak sesuatu yang ditawarkan. Sikap kritis menuntut seseorang untuk mengukur kebenaran sesuatu hal dengan mengembalikannya pada dasar pernilaian (kriteria).

Dokumen Palsu dan Legenda Dijadikan Fakta
Selain DVC dan LTJ, umat beriman modern juga digugah oleh The Jesus Papers karya Michael Baigent yang memaparkan teori tentang kematian palsu Yesus dan surat-surat Yesus yang ditujukan kepada Sanhedrin. Karya-karya semacam ini terus bermunculan akhir-akhir ini. Seorang pengamat berkata bahwa kesuksesan DVC lebih banyak berbicara tentang masyarakat modern yang mudah ditipu daripada tentang keterampilan seorang Dan Brown. Penulis-penulis modern ini menjadikan dokumen kuno seolah-olah bahan bersandi yang harus disingkap makna aslinya. Yang lain menjadikan legenda dan dokumen palsu sebagai fakta, dan dengan ceroboh menarik kesimpulan dari rumor yang belum terbukti kebenarannya. Penulis lain lagi, yang tidak ingin ketinggalan popularitas, memanfaatkan penemuan arkeologi dengan tebakan-tebakan yang spekulatif. Hal ini dapat menimbulkan kebingungan dalam jemaat beriman.

Bertepatan dengan hari ulang tahunnya yang ke-80 (16/4/07), Paus Benediktus XVI menerbitkan buku berjudul Yesus dari Nazareth. Buku ini berusaha mendamaikan figur Yesus-historis dengan figur Yesus-Injil sebagai jawaban terhadap DVC dan karya sejenisnya.

Lianto

No comments: