Thursday, July 24, 2008

Kebangkitan: Jangkar Iman Kristen


Injil tentang Yesus dari Nazareth ditulis dengan skema yang menyempit ke satu titik tema, yakni tema kebangkitan. Jürgen Moltman, seorang teolog Jerman, mengatakan bahwa dalam Perjanjian Baru tidak ada iman yang tidak mulai a priori dengan kebangkitan Yesus. Rangkaian kisah dalam keempat Injil bagaikan kumpulan premis untuk mendukung konklusi yang tak terbantah: “Yesus bangkit”. Kebangkitan adalah titik tolak iman kristiani. Tanpa pengalaman akan kebangkitan Yesus, tak akan ada iman Kristen. Tanpa kebangkitan, sulit dibayangkan akan ada penulis Injil yang mau membukukan kisah hidup seorang pecundang yang kalah di kayu salib.

Sejumlah pemikir modern mempertanyakan historisitas peristiwa kebangkitan Yesus. Kesaksian yang terekam dalam Injil dianggap tidak memadai untuk menjadikan kebangkitan Yesus sebagai fakta historis. Dalam Injil tidak ditulis bagaimana kebangkitan itu terjadi. Injil hanya mencatat kesaksian para murid atas penampakan Yesus di sejumlah tempat. Fakta kubur kosong hanyalah syarat yang diperlukan, tetapi sama sekali bukan syarat yang memadai bagi pembuktian. Dalih klasik adalah bahwa para murid pergi ke kuburan yang salah. Ada pula yang berpikir bahwa jenazah-Nya dipindahkan orang, atau dicuri oleh penguasa yang berkepentingan. Pendapat lain mengatakan bahwa murid-murid Yesus berhalusinasi. Apa pun yang dikatakan, kiranya lebih mungkin dan logis untuk mempercayai kebenaran peristiwa kebangkitan daripada menafikannya.

Kenyataan kesaksian Injil tidak mencatat bagaimana kebangkitan terjadi justru menunjukkan apa yang tertulis bukanlah isapan jempol. Mengapa mereka tidak mengarang cerita yang spektakuler dan sensasional yang lengkap dengan detail isi dan bentuk kebangkitan? Itu tidak terjadi karena mereka memberikan kesaksian apa adanya. Dalih tentang “kuburan yang salah” juga tak punya dasar. Sulit dibayangkan bahwa “kuburan yang benar” sama sekali dilupakan dalam waktu relatif singkat. Dan apabila dalam “kuburan yang benar” masih berisikan jenazah Yesus, kenapa para imam (yang berpaham Saduki) tidak menjadikan itu sebagai bukti untuk membuyarkan kabar kebangkitan yang sangat mereka lawan? Dugaan bahwa jenazah Yesus dicuri oleh lawan-lawan-Nya, lebih tidak masuk akal. Sebab dengan tindakan itu, mereka justru menciptakan berita kebangkitan.

Bagaimana dengan tuduhan halusinasi? Halusinasi adalah fenomena pribadi. Yesus menampakkan diri kadang-kadang kepada satu atau dua orang. Di tempat lain, Ia menampakkan diri kepada kesebelas murid-Nya, bahkan kepada pengikut yang berjumlah 500-an orang, baik laki-laki maupun perempuan. Mungkinkah ratusan orang mengidap halusinasi pada tempat dan waktu yang sama?

Kenyataan yang tak kalah penting adalah transformasi radikal di antara para murid Yesus. Mereka adalah orang-orang yang kalah dan putus asa setelah penyaliban Yesus. Ketika Yesus ditangkap, mereka lari pontang-panting. Setelah penyaliban pun tidak jauh beda. Mereka bersembunyi di rumah-rumah. Tapi setelah kebangkitan Yesus, mereka berani memberi kesaksian kendati harus menderita; ditangkap, dipenjara, bahkan dihukum mati. Adakah orang yang rela mempertaruhkan nyawa demi sesuatu yang bagi mereka sendiri merupakan penipuan? Paulus, seorang terpelajar yang tak mudah percaya; sangat benci pengikut Yesus, adalah bukti istimewa. Setelah menyaksikan Yesus di jalan menuju Damsyik, ia mengabdikan seluruh hidupnya untuk mewartakan kabar kebangkitan. “…. andaikata Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah pemberitaan kami, dan sia-sialah juga kepercayaan kamu”, tulis Paulus kepada jemaat di Korintus. Argumen Paulus di sini sangat jelas. Yang membuat Injil itu benar dan iman kita otentik adalah kebangkitan Yesus.

Jemaat perdana juga merayakan hari kebangkitan sebagai ganti hari Sabat. Andaikata kebangkitan Yesus adalah peristiwa akal-akalan, rasanya terlalu muskil bagi orang Yahudi untuk menggantikan Sabat dengan perayaan kebohongan. Dan dalam sakramen baptis, mereka meyakini diri dikuburkan bersama Kristus dan dibangkitkan bersama Dia (Kol. 2:12). Tampaknya pengalaman kebangkitan memberi makna kepada semua yang mereka pikirkan, lakukan, dan wartakan.

Benar bahwa iman juga perlu historis. Namun kita manusia terbatas yang hidup di dunia yang terbatas pula. Fakta kubur kosong melambangkan kenyataan bahwa karya penyelamatan Allah di dalam dunia tidak dapat sepenuhnya dijelaskan oleh logika dan sejarah. Kekosongan kubur Yesus akibat peristiwa kebangkitan merupakan ruang (isi) ilahi dalam sejarah dunia. Ruang ilahi ini tidak mempunyai tempat bagi penelitian dan perdebatan logika manusia. Jeda sejarah yang tercipta karena kebangkitan Yesus melampaui segala daya rasionalita.

Kebangkitan Yesus adalah jangkar Perjanjian Baru. Perjanjian Baru tanpa kebangkitan bagaikan kapal yang terlepas dari jangkarnya, terombang-ambing tanpa arah dan tujuan. Tanpa kebangkitan, tidak akan ada kekristenan, sebab kisah Yesus telah berakhir di Golgota. Keberadaan kekristenan dari abad-abad mula hingga abad kita di panggung dunia juga bukti nyata bahwa kesaksian rasuli tentang kebangkitan bukanlah isapan jempol belaka.

Lianto (Publikasi: Majalah Duta April 2007)

No comments: