Monday, July 21, 2008

Kristus Raja Dina


Ada legenda yang mengatakan bahwa sesungguhnya raja Majus yang datang untuk mengunjungi bayi Yesus bukan hanya tiga, tapi empat orang. Tiga raja yang biasa kita kenal adalah Balthasar, Kaspar, dan Melkhior. Sedangkan yang keempat, yang dilupakan orang, bernama Artaban. Konon kabarnya, pada mulanya mereka bersama-sama dalam satu perjalanan. Tapi karena Artaban terharu melihat seorang musafir yang kemalangan dan merawatnya selama beberapa hari, ia ditinggalkan teman-temannya. Ia menjadi orang yang “ketinggalan unta”. Setiba di Betlehem, Artaban tak juga bertemu ketiga temannya. Ia hanya mendapati para serdadu yang diperintahkan Raja Herodes untuk membantai semua bayi laki-laki di bawah 2 tahun. Bayi Yesus, yang ia yakini sebagai Raja dari segala raja tidak berhasil ditemuinya. Kita tahu dari Injil, Yosef telah mengungsikan-Nya bersama Maria ke Mesir. Artaban berhasil menyelamatkan sejumlah bayi dengan menyogok para serdadu yang dijumpainya. Artaban terus mencari dan selama 33 tahun ia berkelana dengan sia-sia. Ia tidak bertemu dengan Raja yang ingin disembahnya.

Sampai akhirnya ia mendengar kabar burung bahwa di Yerusalem akan diselenggarakan penyaliban orang tak bersalah. Maka ia bergegas menuju kota Yerusalem untuk menyuap serdadu Romawi dengan permata yang tersisa agar orang bernama Yesus dibebaskan. Sebab ada suara gaib yang mengatakan kepadanya bahwa Yesuslah Raja yang selama ini ia cari. Di tengah perjalanan, seorang budak menangis minta tolong karena akan dijual ke pasar budak. Tanpa pikir panjang, Artaban melepaskan perak dan permatanya untuk menebus kebebasan budak itu. Ia juga membagikan uangnya kepada orang-orang lapar yang dijumpainya; pakaiannya kepada pengemis yang telanjang. Ketika tiba di puncak Golgotha, ia baru sadar bahwa semua kekayaannya telah habis. Ia tak punya apa-apa lagi untuk menebus Sang Raja yang akan disalibkan. Artaban menangis tersedu-sedu karena tidak bisa berbuat apa-apa untuk Yesus. Yesus memandangnya dan berkata: “Jangan kecewa, Artaban. Engkau telah menolong Aku sepanjang hidupmu. Sebab segala sesuatu yang kau lakukan dalam perjalanan untuk saudara-Ku yang miskin dan menderita, engkau telah melakukannya untuk Aku.”

Umumnya raja merupakan simbol kekuasaan absolut, kejam, dan semena-mena. Lihat saja “raja-raja” di negeri kita. Hampir semuanya, baik di pusat maupun daerah, sibuk menggendutkan diri. Manipulasi dan ekploitasi kuasa mendatangkan bencana sosial yang melukai harkat dan martabat kemanusiaan (Rollo May). Rakyat bukannya diberdayakan untuk terangkat dari kemiskinan dan keterbelakangan, melainkan diperdaya agar status quo tetap berlangsung langgeng. Menjelang pemilu, kita lihat aneka pembangunan. Tujuannya agar raja-raja beserta antek-anteknya tetap terpilih dan berkuasa.

Berbeda dari raja-raja umumnya, Yesus tampil sebagai Raja hina-dina. Sasaran Kerajaan-Nya adalah option for the poor; rakyat yang miskin dan menderita. Ketika dihadapkan ke Pilatus, Yesus tidak banyak bicara. Tetapi tatkala disinggung soal raja dan kerajaan, Yesus merasa perlu bicara untuk meluruskan salah kaprah. Kerajaan-Nya beda dari kerajaan yang dimengerti orang pada umumnya. Ia Raja yang berbela-rasa dan solider terutama dengan rakyat-Nya yang hina-dina.

Paulus dalam 1Kor. 15:20-26.28 menegaskan prinsip solidaritas. Manusia mati dalam persekutuan (solidaritas) dengan Adam. Tapi kemudian, manusia hidup dalam persekutuan (solidaritas) dengan Kristus. Dengan solider, dalam arti mengambil bagian dalam hidup Raja Kristus yang menderita, manusia juga akan mengambil bagian dalam hidup Raja Kristus yang mulia.

Matius 25:31-46 menampilkan ide kriteria pengadilan di akhir zaman. Ternyata pedoman untuk membedakan “kambing” dari “domba”; yang jahat dari yang baik adalah hukum cinta kasih. Sejauh mana orang telah memberi diri, cinta, perhatian, dan kepunyaannya untuk menolong sesama yang miskin dan menderita, itulah yang menentukan statusnya di akhir zaman. Lagi-lagi ditonjolkan figur Kristus, Raja Semesta Alam. Ia bukan Raja yang bersantai-ria dalam kemewahan, melainkan Raja yang menjelmakan diri; menghadirkan diri dalam wujud orang-orang lapar, haus, sakit, telanjang, dan menderita. Siapa saja yang ingin mengabdi Sang Raja, hendaknya mewujudkannya dalam bela-rasa terhadap kaum miskin dan hina-dina.

Mukjizat yang dibuat Sang Raja ketika memberi makan 5000 orang bukanlah main sulap dengan mengubah 5 roti menjadi ribuan roti, melainkan membuka hati orang untuk mengeluarkan roti yang disimpan untuk dimakan sendiri. Agak sulit dibayangkan bahwa orang Yahudi tidak membawa bekal dalam perjalanan. Kalau tidak semuanya, sebagian mereka pasti membawa sesuatu. Hanya saja mereka enggan mengeluarkannya. (Ketika Yesus mengutus para murid untuk mewartakan kabar baik, mereka diwanti-wanti untuk tidak membawa bekal. Logikanya, mereka pasti punya kebiasaan membawa bekal). Mukjizat terjadi ketika Sang Raja mengubah hati mereka untuk mengeluarkan dan membagikan miliknya. Ternyata, bila kita mau berbagi, kita tak akan berkekurangan.

Seekor “unta” pun dapat masuk melalui “lubang jarum” asalkan beban bawaannya dilepaskan. Hal ini dapat dimengerti jika kita memahami bahwa yang dimaksud dengan “lubang jarum” adalah pintu berbentuk tinggi lonjong di tembok kota atau dinding rumah Yahudi. Dengan sedikit desakan, unta-unta memang bisa melewatinya, asalkan keranjang bebannya dilepaskan. Orang kaya pun dapat masuk melalui “lubang jarum” surga jika mereka mau melepaskan diri dari kungkungan keranjang hartanya; berbagi dengan orang yang berkekurangan. Itulah jalan untuk solider dengan Kristus, Raja hina-dina.


 Lianto (Publikasi: Didache November 2007)

1 comment:

Anonymous said...

apakah sudah baca kesaksian martin bishu pastor dari flores yang belasan tahun berkerja untuk kaum miskin di paraguay dan menjadi sobat presiden 'pastor orang miskin" fernando lugo.


Salam kenal dan silah mampir

hikayat bulan adalah hikayat bocah-bocah bahagia
tak hirau berlarian mengejar bayang
di pangkuan bunda bumi
tempat padi menguning dan panen berlimpah
bukan milik sendiri
tempat sawah mati musim bencana
sepi sendiri


hikayat bulan adalah hikayat mimpi
bulan bundar negeri bahagia
ada nyanyi sunyi pada jutaan kaum papa
di tanah yang mati
di air yang mati
negeri surga yang mencekik