Penulis: Dr. Willybrodus, a.k.a. William Chang
Publikasi: Jurnal Ilmiah Nasional Terakreditasi Masyarakat Indonesia, Edisi 38, No. 1/2012,
ISSN 977-0125-9989-1-9 (LIPI, No. Akreditasi: 439/AU2/P2MI-LIPI/08/2012)
ABSTRACT
Up to now gold mining is an integral part
of local people’s business in the District of Mandor, West Kalimantan. Gold mining has been an important
livelihood for majority of the local people in Mandor, West Kalimantan. The
history of gold mining in this area can be traced back to the Dutch period. The
luxurious life of the local sultans and the Dutch government at that time were
supported by the Chinese gold miners. After the independence, gold mining has
been contributing to the improvement of socio-economic life of the local
people. The local gold miners used their income from gold to start new business
such as warung or rubber plantation. The local government has prohibited local
gold miners to use mercury in their production process, as it can have adverse
effect on the environment. This paper describes how the gold mining activity in
Mandor has improved the socio-economic life of the people in Mandor with the
cost of environmental degradation.
Keywords:
Penambang emas,
kesejahteraan masyarakat, Mandor.
PENDAHULUAN
Pada tahun 1750 (J.C. Jackson) (Yuan Bing-Ling, 1), Panembahan
Mempawah dan Sultan Sambas mengundang rombongan penambang emas asal China
Selatan untuk datang ke Kalimantan Barat, Tanah
Eldorado. Mereka datang dengan teknik penambangan emas yang lebih efisien.
Sebelumnya, komunitas Dayak dan Melayu telah mendulang emas di sejumlah kawasan
tambang emas (Heidhues, 19). Pada waktu itu terdapat empat puluhan lokasi
tambang emas. Setiap kongsi (mitra kerja penambang emas) terdiri dari 500-800
karyawan yang dipimpin oleh dua pengawas, seorang book keeper, seorang kasir, seorang penjaga toko dan delapan
supervisor selokan pertambangan (Yuan Bing-Ling, xi-22).
Hingga kini, emas masih ditambang masyarakat di beberapa kawasan
Kalbar, termasuk Kecamatan Mandor, Kabupaten Landak. Menurut Camat Mandor,
Marius Baneng, sekitar 300 unit mesin diesel masih beroperasi di area pertambangan
emas Mandor. Jika sebuah mesin digunakan oleh sekitar 10-15 penambang, maka
sekitar 3000 – 4000-an manusia menggantungkan periuk mereka di kawasan
pertambangan emas.[1]
Data terkini menunjukkan bahwa di sepanjang Sungai Kapuas dan anak-anaknya,
terdapat sekitar 2000 mesin diesel, 10000 penambang yang terbagi dalam 1400-an
kelompok penambang emas tanpa izin, yang sejak 1997 cenderung berpindah-pindah
karena cadangan emas mulai menipis.[2]
Kajian ini bertujuan membedah dampak ekonomis penambangan emas terhadap
kesejahteraan masyarakat lokal di Kecamatan Mandor, Kabupaten Landak, Kalbar.
Apakah pertambangan rakyat sungguh mendongkrak pertumbuhan ekonomi mereka?
SITUS DAERAH KAJIAN
Mandor[3]
adalah salah satu kecamatan seluas 455,1 km2, yang terdiri dari 17 desa dan 57
dusun. Kecamatan yang
berpenduduk 28000 jiwa ini termasuk Kabupaten Landak dan terletak 88 km belahan
utara Pontianak.
Secara geografis Mandor
terletak antara 00°15' – 00°20' LU dan 109°18' – 109°23' BT. Sebelah Utara Mandor berbatasan dengan Kecamatan
Menjalin; sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Sungai Ambawang; sebelah
Timur berbatasan dengan Kecamatan Pahauman; sebelah Barat berbatasan dengan
Kecamatan Anjungan/Sungai Pinyuh.
Sejak kemerdekaan RI Mandor masih mewarisi sebuah pasar, tempat
pertemuan masyarakat lokal dari desa-desa sekitarnya. Dari arah Pontianak,
sebelum memasuki Mandor, kita akan melewati Makam Juang, kawasan peringatan
korban-korban pembantaian Jepang pada waktu Perang Dunia II. Pasar Mandor yang
terdiri dari 106 rumah didirikan antara tahun 1946-1947 dengan arsitek China mirip di Kuching, Malaysia.
Hingga Januari 2012 pasar Mandor memiliki 18 toko kelontong, 2 toko bangunan, 3
mini market, 3 toko kain, 5 bengkel sepeda motor, 9 warung kopi, 3 warung nasi
dan 6 warung bakso. Mereka yang tinggal di pinggiran pasar umumnya berkebun
karet, sawit dan bercocok tanam. Sekarang,
masyarakat Dayak, Melayu, Jawa dan etnis lain menempati pasar ini.
Anak-anak bisa menuntut ilmu dari SD sampai SMA di Mandor. Setamat
SMA umumnya mereka harus meninggalkan Mandor dan kuliah di daerah Kabupaten
(Ngabang) atau ibu kota Propinsi (Pontianak) atau bahkan ke
luar Kalbar.
PENAMBANGAN EMAS
Dinamika Penambangan Emas
Dinamika pertambangan emas
di Kalbar bermula dari gerakan akar rumput yang ingin memerbaiki keadaan
ekonomi keluarga. Kegiatan ini sudah
berlangsung sebelum kedatangan Belanda.[4]
Masyarakat setempat menyadari emas sebagai kandungan bumi bernilai luhur dalam
hidup sosial. Di samping bernilai intrinsik, berpengaruh ekonomis dan bernilai
tukar yang aman, emas dapat menjunjung martabat seseorang. Tak heran, acapkali
kita melihat tubuh seseorang dijejali dengan hiasan emas, seperti kancing baju,
penusuk sanggul, cincin, kalung, dan bahkan gigi dari emas.
Dengan teknik tradisional, masyarakat lokal menambang emas. Selain mengandalkan
dulang kayu dan pancuran air dari bambu, sangat diperlukan ketajaman bola mata
untuk memisahkan bijih emas dari tanah, pasir dan kandungan alam lain. Mereka sanggup
berendam dalam air dan dijemur sinar matahari hingga berjam-jam. Hasil dulang
emas banyak tergantung pada lahan garapan, teknik dan kesabaran hati pendulang
emas.
Teknik pendulangan emas mulai berubah setelah sultan-sultan di
Kalbar mendatangkan penambang emas dari China Selatan. Mereka mulai menggunakan
sejumlah sarana sederhana berupa mesin kecil-kecilan. Dengan tekun mereka mulai
merambah kawasan pertambangan yang lebih luas. Jumlah pekerjapun kian
bertambah. Di samping memenuhi keperluan hidup harian, hasil tambang emas mulai
diekspor ke China, Thailand dan
negeri lain. Penggalian emas menjadi sumber penghasilan, pemenuhan kepentingan
politik dan kesejahteraan rakyat.
Sekarang, sejarah dua setengah abad yang lampau terulang kembali.
Hanya, keadaan penambangan sudah berbeda di lapangan. Penambang lokal
menggunakan mesin dompeng[5]
dan air raksa. Proses pencarian emas mencakup kawasan lebih luas. Pemisahan bijih
emas dan kandungan lain lebih mudah dilakukan dengan bantuan air raksa. Dampak
ekologis tak terhindarkan. Sementara itu, perusahaan pertambangan asing (India
dan RRC) telah masuk ke kawasan Mandor. Dengan teknologi modern mereka
mendeteksi dan mencari kandungan emas. Perusahaan ini harus memelihara
kelestarian lingkungan hidup setelah menggali emas. Penambangan emas di daerah
Kalbar sedang memasuki era globalisasi.
Dinamika pertambangan emas terutama terletak pada teknik, habitus
dan pemasaran hasil tambang emas. Arus dasar dinamika ini tersembunyi dalam diri
penambang, aktivitas dan peraturan pertambangan. Dinamika ini bersentuhan dengan
dunia persaingan antarkelompok penambang emas, perebutan lahan penambangan dan
pencarian kepastian di masa depan.
Penambangan Emas Sebagai
Mata Pencarian
Sejak tahun 1989, tiga tahun setelah kunjungan Presiden Suharto ke
Mandor, masyarakat lokal merintis penambangan emas secara sporadis. Dengan
metode tradisional Yohanes Sidik Sumantani, seorang veteran asal Jawa Barat,
mulai menambang emas. Ternyata, hasil tambang emas dapat memenuhi kebutuhan
hidup sehari-hari.
Pada tahun 1990 mulai berdatangan rombongan pemodal asal Kabupaten
Ketapang, Pontianak,
Sambas, Sintang dan Sanggau (Kalbar). Penggunaan mesin dompeng mulai semarak.
Waktu itu ratusan set mesin sudah beroperasi. Setiap mesin menyerap tenaga
antara 7 – 9 orang. Honor karyawan pertambangan variatif. Setiap hari mereka
sanggup memroduksi antara 10 -70 gram emas. Hasil penambangan tidak selalu
pasti. Menambang emas analog dengan usaha spekulatif dalam hidup manusia. Yang
berhoki baik akan meraih lebih banyak emas, sedangkan yang kurang beruntung
hanya mendapat sedikit emas.
Dalam era ini, menurut Marius Baneng, sebenarnya rakyat jelata tidak
berani menyentuh tambang emas di kawasan Mandor. Hanya perusahaan pengantong
ijin, seperti PT Sungai Kencana, boleh beroperasi di kawasan Desa Tampang Keladi,
di luar lokasi cagar alam sejak jaman Belanda. Hasil eksplorasi awal menunjukkan
bahwa kandungan bijih emas di lokasi ini tidak memenuhi harapan. Setelah itu, PT
ini menghentikan program penggarapan emas di daerah ini. Melihat keadaan itu,
penduduk setempat berinisiatif menambang emas di kawasan tersebut. PT Sungai
Kencana melaporkan kejadian ini kepada Pemerintah Kabupaten Pontianak dan
Pemerintah Pusat. Lalu, didatangkan petugas khusus dari Jakarta dengan helikopter untuk memantau
aktivitas penambangan rakyat.
Setelah Suharto lengser (Mei 1998) dan keadaan politik nasional tak
menentu. Rakyat kembali marak menggali emas di Mandor. Gerakan rakyat yang spontan
ini bertujuan menyejahterakan hidup rakyat kecil. Ternyata, kegiatan
pertambangan rakyat ini mengundang penambang dari luar daerah Mandor.
Lambat-laun, kawasan penambangan emas kian luas.[6]
Pada awalnya, pertambangan rakyat ini ingin memanfaatkan peluang untuk
memerbaiki kehidupan. Warga masyarakat kreatif mencari kawasan-kawasan tepi
sungai atau lokasi yang diduga mengandung emas. Dalam tempo singkat jumlah
penambang rakyat bertumbur ibarat jamur di musim hujan. Tak heran, keadaan ini
mendapat reaksi dari Pemerintah Daerah atas kegiatan penambangan emas tanpa
izin. Penambang lokal dicap sebagai “penambang liar” karena mereka tidak memiliki
Surat Izin Penambangan Rakyat (SIPR). Pengertian penambang liar terkait dengan
Pasal 2 ayat (1) yang berbunyi: “Setiap usaha pertambangan rakyat untuk bahan
galian strategis (golongan A) dan vital (golongan B) baru dapat dilaksanakan
setelah mendapat Surat Izin Pertambangan Rakyat. Kegiatan mereka dijuluki PETI
(Penambangan Emas Tanpa Izin).”[7]
Sementara itu, menurut Tri Budiarto, Kepala Badan Pengendalian
Dampak Lingkungan Daerah Kalbar, sekurang-kurangnya terdapat dua belas kelompok
PETI yang masih beroperasi di kawasan konservasi Makam Juang Mandor. Biasanya
setiap kelompok PETI terdiri dari 8-12 orang dan umumnya setiap hari mereka
berhasil mencari delapan gram emas dengan bantuan mesin dompeng. Dinas Pertambangan
pernah menyalurkan alat penghisap air raksa di kawasan PETI tanpa sosialisasi
penggunaan. Diduga keras bahwa alat-alat itu tidak sanggup dioperasikan.[8]
Dalam skala makro, PETI dilihat sebagai bahaya dan ancaman bagi
investasi pertambangan di Indonesia.
Akibat kegiatan penambangan liar ini setiap tahun negara dirugikan sekitar Rp.
6 – 10 trilyun. Mantan Menteri ESDM, Purnomo Yusgiantoro dalam suatu rapat
kerja dengan Komisi VII DPR
RI (20/10/2008) antara lain
mengatakan bahwa kalau PETI dibiarkan terus, kerugian negara akan bertambah dan
dunia investasi pertambangan semakin terancam. Semua instansi terkait dimintai
tolong untuk memberantas penyebaran PETI demi penyelamatan kekayaan negara.[9]
Namun, dalam skala mikro, penambangan emas dapat digolongkan sebagai
salah satu gerakan “ekonomi kreatif” yang memenuhi kebutuhan hidup rakyat
kecil. Mereka berusaha menggali dan menemukan butiran emas demi perbaikan hidup
ekonomi para penambang. Setiap hari mereka dapat memenuhi kebutuhan hidup
seperti berbelanja, membayar uang sekolah anak, berobat, membeli kendaraan
bermotor dan meniti masa depan yang lebih baik. Malah, tidak sedikit dari
penambang, setelah memeroleh cukup modal, menjalankan bisnis yang lebih
menjamin masa depan mereka.
Terdapat beberapa dilema dalam kegiatan pertambangan emas. Pertama,
adanya desakan kebutuhan hidup (keterpaksaan hidup) rakyat kecil dan perolehan
izin pemerintah untuk menambang emas di kawasan Mandor. Menambang emas analog
dengan berspekulasi dalam sebuah dunia usaha. Tidak semua penambang emas
berpenghasilan tinggi. Sebelum beroperasi, penambang lokal harus memiliki mesin
dompeng bermutu baik, yang berharga sekitar Rp 20 000 000,00. Biaya operasi
harian terkadang mencapai Rp 500 000,00 – Rp 1 000 000,00. Modal usaha
pertambangan rakyat tidak kecil dan modal ini tidak dengan sendirinya segera
kembali. Terkadang dalam sehari penghasilan maksimal mereka mencapai Rp 10 000
000,00. Terkadang mereka sangat sulit mencapai target yang diharapkan. Apakah
penambang rakyat bisa dengan mudah memeroleh izin penambangan?[10]
Kedua, bukan mustahil bahwa seorang penambang emas tanpa izin
ditangkap dan diproses secara hukum, walaupun para penambang memiliki antena
khusus kalau ada petugas keamanan akan merazia penambang emas tanpa izin.
Walaupun ketenangan dan kenyamanan kerja para penambang rakyat masih belum
terjamin, para penambang rakyat tetap mengadu untung di tengah ketidak-pastian
hidup ekonomi, sosial dan politik dewasa ini. Semua kegiatan penambangan terhenti
kalau keadaan cuaca buruk, seperti hujan dan banjir melanda kawasan
pertambangan.
Penambangan Emas Perusahaan (Asing)
Sekalipun Indonesia
berada pada ranking ketujuh penghasil emas terbesar sedunia[11]
dan usaha penambangan emas sudah berusia dua abad lebih, daerah Kalbar belum
bisa didaulat sebagai propinsi pertambangan. Usaha pertambangan masih berjalan.
Mutu emas di daerah Mandor memiliki daya tarik khusus bagi perusahaan asing.
Sehingga, yang menambang emas di kawasan ini bukan hanya penambang lokal, tapi
penambang luar negeri pun mulai menggarap emas di daerah Mandor.
Belakangan ini telah masuk pertambangan asing di Mandor. Teknologi
modern pertambangan emas digunakan untuk memantau kandungan emas dalam gumpalan
debu pasir atau tanah. Izin kelola tambang dari Pemda Propinsi Kalbar dan Kabupaten
Landak selalu mengingatkan pentingnya penanganan masalah limbah pertambangan
dan upaya pelestarian lingkungan hidup. Tak heran, perusahaan-perusahaan itu
wajib bertanggung jawab atas keselamatan lingkungan hidup setempat. Mereka
tidak diizinkan untuk meninggalkan lokasi penambangan tanpa memerhatikan
keadaan lingkungan hidup.[12]
Kehadiran perusahaan penambang emas berteknologi modern dengan
sendirinya memengaruhi kegiatan pencarian emas oleh masyarakat lokal. Telah
muncul sekurang-kurangnya dua dampak utama akibat kehadiran perusahaan
pertambangan di kalangan penambang lokal sejak peralihan orba ke era reformasi.
Dampak ini terasa hingga sekarang dan di masa depan.
Pertama, kawasan-kawasan tertentu yang mengandung bijih emas berada dalam
tangan perusahaan pengantong izin resmi pemerintah daerah. Mereka berhak penuh
menambang emas dalam kawasan itu. Ladang emas di Mandor mulai menyempit dan
peluang untuk meningkatkan penghasilan kian terbatas. Secara tak langsung,
keadaan ini meramaikan persaingan bisnis di kalangan penambang rakyat dan
pemegang izin usaha tambang. Segala siasat akan diterapkan untuk mencapai hasil
semaksimal mungkin.
Kedua, kehadiran pertambangan emas dari luar negeri memacu semangat kerja
para penambang rakyat sehingga mereka berjuang lebih keras dan serius dalam
proses optimalisasi tambang emas. Pertambangan rakyat tidak bisa lagi bekerja
dengan irama santai tanpa target. Mereka perlu disiplin dan lebih trampil,
sehingga mampu memertahankan pencarian emas di lapangan. Kreativitas mencari
kandungan emas sangat diandalkan.
Bagaimanapun, proses dan hasil penambangan emas seharusnya terpantau
oleh Pemerintah Daerah dan Pusat. Berapa persen tenaga lokal yang dipekerjakan
oleh perusahaan berteknologi tinggi ini? Bagaimanakah hasil penambangan
perusahaan ini dapat dinikmati oleh masyarakat lokal? Benarkah kehadiran
perusahaan luar daerah akan menyejahterakan hidup masyarakat setempat?
Kepedulian akan hidup sosial, ekonomi dan budaya masyarakat sekitar
pertambangan perlu ditingkatkan terus sehingga terjadi sebuah transformasi
sosial dalam masyarakat kita.
Kesejahteraan
Penambang Lokal
Benarkah pertambangan emas menyejahterakan masyarakat Mandor? Pada
awal penambangan rakyat, umumnya hasil penggalian emas harian memang
menggembirakan. Hidup para penambang tergolong mewah pada tingkat sebuah
kecamatan seperti Mandor. Biasanya hasil galian emas digunakan untuk memenuhi
kebutuhan hidup harian, membayar uang sekolah anak, membeli kendaraan bermotor,
televisi dan bahkan untuk memerbaiki tempat tinggal mereka. Kesejahteraan hidup
para penambang emas mengundang para penambang baru untuk mengadu untung di
kawasan pertambangan emas di Mandor. Tak heran, dalam tempo singkat jumlah
dompeng dan penambang emas mulai berdatangan dari luar daerah Mandor.
Sejumlah penambang emas cenderung menggunakan hasil kerjanya sebagai
modal usaha mereka. Mereka mulai membuka warung atau toko kecil untuk menjual
segala macam kebutuhan hidup, seperti makanan, minuman, rokok dan kebutuhan
lain. Pekerjaan sebagai penjual bahan bakar minyakpun mendatangkan keuntungan
yang tidak kecil. Profesi sebagai penambang lambat-laun ditinggalkan dan
sejumlah dari antara mereka menjalankan sarana angkutan umum. Yang berani
meninggalkan pekerjaan sebagai penambang emas umumnya menjadi usahawan
berhasil, karena mereka mulai memasuki pola hidup yang tidak terbelenggu
spekulasi.
Kegiatan penambangan emas di daerah ini mendukung ekonomi rakyat.
Penghasilan harian mereka meningkat. Bentuk rumah yang terlepas dari rumah
panjang (long house) bisa mereka
dirikan dari hasil penjualan emas. Rumah ini biasanya ditempati keluarga batih.
Secara tidak langsung, hasil penambangan emas telah menggeser pola hidup yang
dianggap kental dengan kondisi paguyuban menjadi kondisi hidup yang patembayan. [13]
Penghidupan para penambang antara tahun 1990-2010 membaik dan
menggembirakan. Buktinya, jumlah penambang emas bertambah dari waktu ke waktu.
Kesejahteraan hidup meningkat. Penggunaan alat-lat elektronik, seperti sepeda
motor, televisi dan kulkas bukan benda baru di kalangan penambangan emas dari
pelbagai daerah di luar Mandor. Suasana hidup berubah. Masalahnya, bagaimanakah
mereka bisa memanage keuangan dengan baik? Jika tidak, biasanya akan
disalah-gunakan untuk kegiatan-kegiatan yang merugikan kesehatan, seperti mengonsumsi
minuman keras, berjudi dan menggunakan uang tanpa rencana matang.
Namun, dimensi keadilan tetap perlu diperhatikan supaya tidak
menimbulkan kesenjangan sosial yang mengundang konflik di kalangan penambang
emas. Sistem upah karyawan semestinya memerhatikan kesejahteraan karyawan.
Pemodal dalam aktivitas pertambangan rakyat perlu memikirkan kepentingan hidup
karyawan. Jaminan keselamatan pekerja di seputar kawasan pertambangan tidak
bisa diabaikan karena bahaya pertambangan dapat muncul sewaktu-waktu.
Perusahaan
Pertambangan
Bagaimana dengan hasil penambangan yang dilakukan oleh
perusahaan-perusahaan asing di Mandor? Hingga sekarang belum bisa diperoleh
data tentang kegiatan penambangan emas yang dijalankan perusahaan asing di
Mandor. Apakah mereka hanya menambang bijih emas atau menambang kandungan lain
dalam perut bumi Mandor? Namun, kehadiran mereka harus memerhatikan dan
memenuhi ketentuan resmi pemerintah. Peraturan resmi menjadi penuntun seluruh
kebijakan kegiatan dalam kawasan pertambangan emas.
Penambang asing, bagaimanapun juga, perlu melibatkan tenaga kerja
masyarakat lokal, supaya mereka mendapat peluang kerja dan memerbaiki hidup
mereka. Pemberdayaan masyarakat lokal tak bisa dihindari sedikitpun. Kewajiban
sebuah perusahaan asing dalam pertambangan di tanah air sudah digariskan dalam
ketentuan pertambangan. Pengelolaan keuangan sesuai dengan sistem akuntansi Indonesia
(bdk. UU No. 4, Tahun 2009, Pasal 95).
Supaya terdata dan terpantau Pemerintah, maka pemegang IUP dan Izin
Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) wajib menyerahkan seluruh data yang diperolah
dari hasil eksplorasi dan operasi produksi kepada Menteri, gubernur atau
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya (UU 4, Tahun 2009, Pasal 110). Ini
berarti pihak pemberi izin perlu memiliki mekanisme kerja yang cermat sehingga
pihak perusahaan penambang tidak menyalah-gunakan kepercayaan atau mengibuli
pemerintah dalam pengelolaan pertambangan emas.
Keuntungan atau kerugian perusahaan dapat dipantau berdasarkan fakta
di lapangan. Keuntungan yang diperoleh perusahaan perlu dikelola dengan baik
sambil memerhatikan kesejahteraan masyarakat. Aneka macam trick atau penipuan
yang acapkali dilakukan oleh perusahaan pertambangan perlu diantisipasi,
sehingga negara dan masyarakat tidak dirugikan. Dalam hal ini sebuah sistem
kontrol yang ketat dan teliti dari pemerintah akan menolong seluruh rakyat
untuk mencapai kesejahteraan.
Dampak Ekologis
Teriakan untuk penyelamatan lingkungan di seputar kawasan pencarian
emas acapkali terdengar, terutama dari kalangan pencinta lingkungan hidup.
Mereka sadar bahwa setiap kegiatan pencarian emas bersisi ganda. Dari satu sisi
mereka memeroleh emas, namun dari sisi lain kegiatan ini menimbulkan rentetan
dampak ekologis jangka pendek maupun jangka panjang. Beberapa dampak negatif
yang memengaruhi lingkungan hidup.
Pertama, dampak penggunaan air raksa sebagai unsur kimia dengan simbol Hg
(Hidragyrum) dan nomor atomik 80. Air raksa termasuk logam berat, dengan berat
molekul tinggi. Dalam kadar rendah, logal berat ini umumnya beracun bagi
tumbuhan dan hewan, termasuk manusia. Dari satu sisi, air raksa sampai pada
kadar tertentu diperlukan untuk pertumbuhan kehidupan biologis, namun dalam
jumlah berlebihan akan menjadi racun. Tak heran, penggunaan air raksa dalam
ukuran besar seharusnya mendapat pengawasan ketat dan serius. Dalam proses
meminimalisasi dampak negatif dari penggunaan air raksa dalam pencarian emas,
maka pemantauan terhadap penggunaan air raksa sangat penting supaya tidak
menimbulkan penghancuran lingkungan hidup di sekitar kawasan pertambangan.[14]
Kedua, penggunaan air raksa mencemari kualitas air sungai. Air raksa
digunakan dalam proses mengekstraksi dan pemurnian hasil tambang emas. Umumnya
proses penambangan rakyat membutuhkan satu hingga dua gram air raksa untuk
memeroleh satu gram emas. Tak heran kalau dalam setahun para penambang Kalbar
memerlukan lima
hingga enam ton air raksa. Kadar air raksa di Sungai Mandor telah mencapai 8
977 mg/liter. Keadaan ini sangat jauh di atas baku mutu yang ditetapkan oleh
Peraturan Pemerintah 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air. Kadar Hg maksimum yang diizinkan untuk berada
dalam badan air adalah 0,005 mg/liter (untuk kriteria air kelas 4). Dibutuhkan
waktu puluhan hingga ratusan tahun untuk menetralisasi kandungan air raksa
berintensitas tinggi dalam suatu kawasan penambangan. Analisis lapangan
menunjukkan bahwa hampir semua sungai besar di Kalbar (Kapuas
dan Landak) telah tercemar air raksa yang sangat membahayakan kesehatan
manusia. Malah, secara tidak langsung hewan dan manusia yang hidup di sekitar
sungai-sungai itu telah mengonsumsi air raksa. Ikan mengonsumsi air raksa,
kemudian manusia mengonsumsi ikan itu. Unsur kimia ini dapat bercampur dengan
enzyme dalam tubuh manusia yang menyebabkan hilangnya kemampuan enzyme untuk
bertindak sebagai katalisator untuk fungsi tubuh yang penting. Logam ini dapat
masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran pencernaan dan kulit.[15]
Ketiga, air raksa yang pekat mengundang limbah perusak lingkungan hidup.
Limbah penambangan emas berupa lumpur pekat bercampur tanah liat dan pasir.
Jika limbah ini dibuang ke tanah lapang atau sungai, maka tanah yang semula
masih bisa dimanfaatkan, sekarang sama sekali tidak bisa digunakan. Peluang
untuk menggalakkan pertanian di kawasan tertutup limbah penambangan emas adalah
sebuah kemustahilan. Keadaan sungai yang semula jernih menjadi sangat kotor dan
berwarna coklat pekat. Dibutuhkan waktu hingga berpuluh-puluh tahun untuk
menormalisasi keadaan sungai yang jernih. Ini tampak dari keadaan sungai di
Mandor, Landak, Menjalin dan sejumlah daerah lainnya.
Keempat, penggunaan air raksa yang berkelebihan di kawasan sungai, menurut
Dr. Budiawan (Pusat Kajian Risiko dan Keselamatan Lingkungan Universitas
Indonesia), akan mudah memasuki tubuh manusia melalui tiga cara, yaitu lewat
kulit, inhalasi (pernafasan) atau makanan. Jika merkuri masuk melalui kulit,
maka akan menimbulkan reaksi alergi berupa iritasi kulit. Biasanya, beberapa
kali mandi di sungai tercemar merkuri akan membuat kulit manusia mengalami
iritasi. Menghirup uap merkuri melalui hidung akan mengganggu saluran
pernafasan dan paru. Malah, syaraf pun bisa rusak akibat merkuri. Daya inkubasi
merkuri bisa menahun dalam tubuh manusia dan akan mengganggu fungsi ginjal atau
sering disebut nefrotoksik.
Kelima, air sungai (Mandor, Landak) tidak mungkin dikonsumsi lagi, karena
kadar Hg terlampau tinggi. Hewan-hewan di dalam sungaipun terkontaminasi air
raksa. Sekarang masyarakat lokal harus menggunakan air hujan, air sumur dan air
dari Danau Tapal Ampiang, Kecamatan Menjalin. Biaya hidup masyarakat menjadi
tinggi karena mereka harus mencari air minum dengan pelbagai cara yang tidak
semudah dulu. Padahal, air minum yang sehat termasuk syarat mutlak untuk membangun
kemanusiaan. Pada tahun 1970-an, mobil yang jatuh ke dalam sungai Mandor masih
kelihatan jelas. Kalau sekarang, mobil yang jatuh ke dalam sungai Mandor tidak
mungkin terlihat, karena warna sungai sudah mirip dengan warna kopi susu.
Kekeruhan air sungai Mandor dan beberapa sungai lain sangat memilukan.
Dampak pertambangan emas bagi lingkungan hidup sudah diingatkan oleh
Bank Dunia. Jika penduduk Indonesia
ingin memeroleh manfaat dari sektor pertambangan, maka kegiatan penambangan
harus dilakukan dengan mengikuti kaidah pelestarian lingkungan hidup. Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) harus dirancang. Umumnya pertambangan
berskala besar memenuhi persyaratan AMDAL dengan cukup baik, namun terdapat
kekuatiran yang cukup besar terhadap para penambang berskala kecil yang
beroperasi dengan izin penambangan daerah.[16]
Secara tidak langsung, bahaya lingkungan akibat penambangan emas
yang menggunakan merkuri ikut memengaruhi keadaan ekonomi atau penghasilan
masyarakat. Jika mereka mengidap salah satu jenis penyakit akibat penggunaan
merkuri, maka mau tak mau mereka harus mengeluarkan biaya pengobatan yang
terkadang tidak murah. Lingkungan hidup yang bebas polusi akan mendukung
kesehatan masyarakat dan biaya hidup mereka diharapkan bisa meningkat terus
dari waktu ke waktu. Menjaga dan melestarikan lingkungan yang sehat dengan
sendirinya akan mendukung kesehatan ekonomi rakyat.
Regulasi Pemerintah
Payung hukum untuk pertambangan sangat penting, supaya seluruh
proses penambangan emas di Mandor memberikan kepastian dan jaminan hidup di
masa depan. Hukum positif akan memantau dan mengusahakan kesejahteraan hidup
sosial masyarakat lokal dan bangsa. Sepengamatan Bank Dunia, sejak tiga tahun
belakangan ini, pemerintah berusaha menyiapkan undang-undang baru tentang sektor
pertambangan. Undang-undang baru ini membahas peraturan perizinan baru menurut
UU 22/1999 mengenai desentralisasi. Mengingat rancangan ini belum bisa
diselesaikan dan diserahkan ke parlemen, pelbagai peraturan mengenai
pertambangan masih diambil alih oleh pemerintah pusat maupun propinsi dan
kabupaten. Peraturan di tingkat daerah menyebabkan ketidakpastian hukum dan
mengundang multi-tafsir atas peraturan tentang pertambangan. Keadaan cenderung
mengundang untuk melakukan korupsi.
Kepastian hukum sangat penting dalam penambangan emas. Tanpa
kepastian hukum, investor takkan berani menanam modal mereka dalam jumlah
besar. Kejelasan peraturan pertambangan seharusnya dimulai sejak pembebasan
lahan pertambangan, permohonan izin awal hingga izin produksi, tanggung jawab
dalam pelestarian lingkungan hidup dan penutupan pertambangan. Yang perlu
digaris-bawahi adalah penerapan azas keadilan dalam perundang-undangan. MoU
antara pemerintah pusat, propinsi dan daerah akan menolong pelaksanaan
Undang-undang Pemerintah RI tentang pertambangan emas. [17]
Tentu, sebelum izin dikeluarkan, pemerintah pusat atau daerah
seharusnya arif menimbang dan mengaji dampak samping penambangan emas terhadap
keadaan lingkungan hidup di sekitarnya. Lingkungan hidup yang sehat dan tidak
tercemar akan mendukung kesejahteraan rakyat. Kebudayaan sadar lingkungan hidup
perlu terus dipupuk dan dibina dalam era modern ini, sehingga pembangunan yang
digalakkan memiliki wawasan lingkungan yang sehat (bdk. UU No. 23, Tahun 1997,
pasal 1, butir 7, UU No. 4, Tahun 2009, Bab I, Pasal 1, 25-27).
Penentuan Wilayah Pertambangan (WP) pun tetap dalam sebuah
koordinasi antara Pemerintah Pusat, Daerah dan DPR RI
dengan sistem transparansi, partisipasi dan bertanggung jawab. Pandangan dari
instansi terkait, masyarakat yang memerhatikan dimensi ekologis, ekonomis dan
kultural perlu diperhatikan (UU No. 4, Tahun 2009, Bab V, Pasal 9,1; Pasal 10,
a-c), karena semua kekayaan alam dan kandungan di dalamnya diusahakan demi
kesejahteraan seluruh masyarakat. Luas area penambangan pun harus mengikuti UU
No. 4/2009. Akibatnya, pemberian izin pertambangan seharusnya melibatkan
segenap anasir Pemda, masukan masyarakat dan demi kepentingan kesejahteraan
seluruh rakyat.
Terdapat dua tahap penting dalam pemberian Izin Usaha Pertambangan
(IUP): (1) izin eksplorasi awal yang diberikan untuk melakukan tahapan kegiatan
penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi kelayakan (UU No. 4 tahun 2009, Bab I,
Pasal 1, 8); dan (2) izin operasi produksi yang diberikan setelah selesai
pelaksanaan IUP Eksplorasi untuk melakukan tahapan kegiatan operasi produksi
(UU No. 4, Tahun 2009, Bab I, Pasal 1, 9). Jarak antara pemberian izin
eksplorasi dan izin produksi tergantung pada keadaan di lapangan. Secara
teoritis, pemberian izin bertahap ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam
mengontrol kegiatan penambangan. Usaha pertambangan dikelompokkan menjadi (a)
Pertambangan mineral dan (b) pertambangan batu bara. Pertambangan mineral
mencakup (1) radioaktif; (2) logam; (3) non-logam; (4) batu-batuan.
Kerja sama antara Pemerintah Pusat dan Daerah dalam pemberian izin
eksplorasi dan produksi merupakan sebuah kemutlakan supaya terhindar dari aneka
bentuk salah paham antara Perusahaan Pertambangan dan Pemerintah Daerah, tempat
perusahaan itu berkarya. Peran serta masyarakat lokal dalam pemberian ijin
sebenarnya penting, sehingga mereka bisa dilibatkan dan mendapat kesempatan
untuk bekerja. Persahabatan sosial antara perusahaan pertambangan dengan
masyarakat lokal sangat penting.
Yang menarik adalah bahwa UU No. 4 Tahun 2009 tetap membuka peluang
untuk memeroleh Izin Pertambangan Rakyat (IPR). Sehingga penduduk setempat
sebagai perorangan atau kelompok (berbentuk koperasi) dapat mengajukan
permohonan IPR (Bab IX, Pasal 66-73). Hanya, syarat dan ketentuan harus dipenuhi
dulu. Prinsiap keadilan yang dijunjung tinggi oleh negara kita dijabarkan dalam
undang-undang tentang pertambangan. Dus, izin untuk menggarap pertambangan
bukan hanya bisa dikantongi oleh perusahaan-perusahaan raksasa, karena anggota
masyarakat baik secara perorangan dan kelompok mendapat kesempatan untuk
meminta ijin pertambangan. Penggunaan izin sebaik mungkin akan menolong
masyarakat setempat untuk terlibat dalam proses pencarian kandungan dalam alam
sambil memerhatikan dan menjaga kelestarian lingkungan hidup. Melalui
undang-undang tentang pertambangan tampak bahwa pemerintah berusaha mewujudkan
kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.
PENAMBANGAN BERPROSPEK EKONOMIS
Setelah menganalisis dinamika pertambangan sebelum kedatangan
Belanda dan setelah kemerdekaan, muncullah sejumlah pertanyaan terkait
kesejahteraan hidup orang banyak. Bagaimanakah program penambangan emas di
Mandor dapat lebih menyejahterakan hidup masyarakat Mandor dan tidak merugikan
keadaan lingkungan hidup manusia di masa depan? Kondisi apakah yang harus
dipenuhi sehingga pertambangan ini tidak mengundang konflik (individual dan
sosial) di dalam kawasan pertambangan emas? Paradigma apakah yang perlu
diterapkan sehingga penambangan emas di daerah ini memiliki prospek yang lebih
menyejahterakan rakyat?
Penambangan Emas Dukung
Percepatan Perekonomian
Program penambangan emas di Mandor
menuai sikap pro dan kontra. Kaum pencinta lingkungan hidup menantang
kegiatan penambangan emas di daerah ini, karena kegiatan ini mendatangkan
petaka dalam hidup manusia sekarang dan di masa mendatang. Dampak lingkungan
hidup sudah terasa, seperti kadar air Sungai Mandor, Landak dan sungai-sungai
lain tercemar air raksa, limbah bekas penambangan tak bisa digunakan sebagai
lahan cocok tanam, penyakit kulit menyerang mereka yang mandi di sungai itu dan
keadaan lingkungan hidup tak menyejukkan. Malah, sudah ada korban penambangan
akibat tanah longsor. Namun, dari sisi lain, mereka yang ingin memerbaiki
kondisi ekonomi masih bertahan untuk menggali kandungan emas di kawasan ini.
Mereka bekerja pagi, siang dan sore untuk mengadu untung. Umumnya mereka bisa
hidup dari hasil penggalian bijih emas.
Proses penambangan emas di daerah Mandor akan mendukung Masterplan
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), kalau
menerapkan kearifan lokal yang menjunjung nilai dasar kemanusiaan, pelestarian
lingkungan hidup dan kepentingan orang banyak. Masalahnya, kearifan lokal yang
bagaimanakah diperlukan dalam konteks penambangan emas ini? Bukankah manusia
pada hakikatnya menyadari diri sebagai bagian dari alam yang harus bertanggung
jawab atas apa yang terjadi di sekitarnya?
Kearifan ini seharusnya menyentuh kemanusiaan, kesetia-kawanan dan
keselamatan lingkungan sekitar. Yang ingin diperjuangkan melalui penambangan
emas adalah perbaikan mutu hidup kemanusiaan. Manusia yang bisa mengatur
perekonomian, hidup lebih sejahtera, sehat dan bermasa depan didambakan sejak
awal usaha penambangan emas. Kebanyakan dari penambang belum berpekerjaan
permanen. Malah, sejumlah dari antara mereka tidak memiliki pekerjaan. Tak
heran, mereka berusaha mengadu untung di kawasan pertambangan emas. Pembukaan
lahan pertambangan emas berarti membuka lahan kerja bagi mereka yang ingin
memerbaiki hidup mereka.
Setelah bijih-bijih emas terkumpul, manusia tidak bisa begitu saja
membiarkan alam merana. Habis manis, sepah dibuang! Kawasan bekas galian dan teracun
air raksa perlu disembuhkan supaya lokasi bekas penambangan tidak menderita
sengsara. Bukan hanya itu, penambangan emas mengundang manusia untuk lebih
menghargai proses pencarian duit dengan jujur dewasa ini. Bekerja keras demi
sesuap nasi dan masa depan merupakan motto perjuangan hidup rakyat kecil di
daerah Mandor.
Dalam konteks ini pepatah-pepatah leluhur tentang kearifan seorang
penambang akan memengaruhi seluruh kegiatan penambangan emas. Yang ditambang
bukan hanya emas, namun kearifan dalam perilaku manusia di kawasan beremas ini.
Kearifan lokal ini mencakup penerapan paradigma kosmosentrisme, kedamaian, hak-hak
generasi mendatang, law enforcement,
masyarakat yang adil dan makmur.
Menuju Kesejahteraan
Masyarakat
Pertambangan emas yang prospektif pada dasarnya ingin memerangi kemiskinan dan meraih kesejahteraan bagi
segenap lapisan masyarakat. Jenis pertambangan ini bersifat partisipatif,
karena melibatkan segenap anasir sosial. Selain partisipatif, pertambangan ini
juga memiliki tekad untuk memajukan kepentingan seluruh bangsa. Yang seharusnya
hidup sejahtera, adil dan makmur adalah komunitas penambang emas lokal.
Terbukanya peluang atau lapangan kerja berupa penambangan emas
dengan sendirinya akan merintis kesempatan untuk memerbaiki keadaan hidup
sekarang. Penghasilan dari pertambangan emas dapat digunakan untuk
mengembangkan situasi hidup ekonomi, sosial dan politik bangsa. Dalam hal ini
kecerdasan untuk melipat-gandakan modal dari tambang emas sangat diperlukan,
sehingga roda perekonomian rakyat dapat bergerak dengan baik. Keadaan pasar,
aktivitas harian dan sosial di Mandor mencerminkan situasi perekonomian
masyarakat setempat (bdk. Situs daerah kajian).
Kalau begitu, pekerjaan sebagai penambang emas dapat menjadi semacam
jembatan untuk meniti pekerjaan lain yang tidak lagi spekulatif. Setelah
meninggalkan pekerjaan sebagai penambang emas, seseorang dapat menjadi pedagang
bahan makanan, warung kopi, tukang bengkel atau usaha-usaha lain yang lebih
menjanjikan. Kecerdasan dalam mengembangkan hasil tambang emas akan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal.
Tentu, jaringan ekonomi akan terus melebar dan berkembang kalau
sungguh-sungguh didukung oleh seluruh sistem dan tata ekonomi dalam masyarakat.
Yang menarik adalah tidak sedikit penambang emas adalah anggota Credit Union
(CU) yang membekali mereka antara lain dalam bidang pengelolaan keuangan.
Sekitar lima kilometer dari Mandor, Kayu Tanam, berdiri tegak CU Pancur Kasih
yang beranggotakan 2800-an orang dengan asset Rp 28 milyar lebih. Sementara
itu, di Jamsukhiau (Salatiga) ada juga CU Semarong yang jumlah anggotanya
mencapai ratusan orang. Yang menarik, di Mandorpun sudah lahir CU Seha (ranting
CU Pahauman) pada tahun 2010 yang beranggotakan masih sedikit. Para penambang emas juga mendaftarkan diri sebagai anggota CU di sekitar Mandor. Keadaan ekonomi
rumah tangga terdongkrak kalau mereka menjalankan kebijakan CU dengan
konsisten.
Selama menjadi anggota CU mereka dibekali dengan seperangkat jurus
pengelolaan dan pengembangan keuangan rumah tangga. Tanpa ketrampilan
pengelolaan keuangan, penghasilan sebesar apapun dari dunia pertambangan emas
akan kurang bermakna. Tak heran, masyarakat tetap perlu disadarkan supaya tidak
tenggelam dalam kegiatan perjudian, karaoke dan mengosumsi minuman beralkohol
yang tidak hanya merusak kocek manusia, tetapi juga akan menghancurkan seluruh
pribadi manusia. Kecenderungan buruk yang akan menghancurkan pribadi dan
keluarga harus ditinggalkan. Ekonomi rakyat akan membaik kalau ada kerja sama
yang serasi antaranasir sosial dalam masyarakat. Sistem kontrol sosial yang
ketat dengan sendirinya akan menolong penerapan ekonomi kreatif dan bermasa
depan.
Masyarakat akan menikmati keadilan dan kemakmuran kalau sungguh
trampil mengolah keuangan dengan baik sehingga modal mereka berlipat ganda.
Ketrampilan untuk menjalankan usaha di samping penambangan emas termasuk
ekonomi kreatif yang lebih menyejahterakan hidup manusia. Hasil penambangan
emas akan memerbaiki seluruh sistem hidup masyarakat kalau mereka berusaha
mengembangkan modal yang telah diperoleh dari hasil penambangan emas. Hukum
pengembangan talenta perlu diterapkan dalam proses mendongkrak kesejahteraan
atau kemakmuran. Jejaring kerja sama dalam memajukan ekonomi rakyat perlu
memerhitungkan dampak persaingan di era globalisasi.
Program pengentasan kemiskinan dan penyejahteraan hidup rakyat
selalu mengandaikan kemitraan antara penambang emas, pendidikan dalam keluarga,
CU, masyarakat kecamatan dan dinamika pasar di Mandor. Penambang emas memiliki
duit. Duit ini akan berubah menjadi air kalau tidak dimanfaatkan sebagaimana
mestinya, seperti pemborosan, pola hidup hedonis, perjudian dan pencapaian
prestise hidup. Peran pihak keamanan untuk menghentikan semua jenis perjudian
akan sangat bermanfaat bagi perbaikan dan peningkatan hidup perekonomian
rakyat. Membiarkan dunia perjudian berarti menggiring masyarakat masuk ke dalam
lembah kemalasan dan kesantaian dalam mencari sesuap nasi. Namun, duit ini akan
menjadi pembangkit hidup ekonomi kalau sungguh dimanfaatkan sebaik mungkin,
seperti dengan merintis dunia usaha baru, pemutaran modal dalam kegiatan bisnis
tertentu dan menciptakan lapangan kerja baru.
Tanpa kerja keras dan sistem pengelolaan uang dalam rumah tangga yang
profesional, para penambang akan sulit memerbaiki perekonomian mereka. Dalam
kenyataan, banyak dari antara mereka sudah menikmati keadaan hidup yang lebih
baik dari waktu ke waktu. Keadan ekonomi setiap rumah tangga dengan sendirinya
akan menentukan keadaan ekonomi sebuah masyarakat. Tak heran, yang ingin
diperbaiki dulu adalah keadaan ekonomi perorangan. Keadaan ekonomi dalam
seluruh masyarakat akan terperbaiki kalau keadaan ekonomi perorangan
ditingkatkan terus. Sebuah pola kerja keras yang ulet, sistematis dan disiplin
diharapkan akan menuntun para penambang sampai ke “Gunung Emas” sebagai simbol
sebuah masyarakat yang makmur dan sejahtera (bdk. S.H Schaank).
Masyarakat Sejahtera, Alam
Selamat dan Luput Dari Konflik
Paradgima Kosmosentrisme
Penerapan paradigma antroposentrisme dalam proses penggarapan
kandungan alam sudah waktunya dikaji ulang secara menyeluruh. Selama ini
manusia cenderung menempatkan diri sebagai “dewa” penguasa makhluk ciptaan lain
atau semua sumber daya alam. Paradigma ini memrioritaskan kedudukan manusia,
sedangkan hak dasar makhluk ciptaan lain dilanggar. Pencapaian keuntungan
sebesar-besarnya menjadi sasaran tanpa memikirkan dimensi destruktif dalam
bidang lain.
Paradigma kosmosentrisme ini termasuk salah satu pilar penting dalam
proses percepatan pengembangan dan perluasan ekonomi daerah. Perusakan atau
penghancuran lingkungan hidup adalah pemborosan yang ditimbulkan oleh manusia
tanpa kesadaran akan pentingnya pelestarian lingkungan hidup. Tanaman-tanaman
hijau dapat mengurangi global warming
dan secara tidak langsung manusia tidak perlu menggunakan sarana pendingin
dalam hidup berumah tangga, seperti kipas angin atau air conditioning yang memerlukan tenaga listrik. Tanaman hijau
menyalurkan oxygen yang lebih banyak dalam hidup manusia.
Penggunaan bahan kimia (seperti air raksa) dalam pencarian kandungan
emas mendatangkan rentetan dampak yang menyengsarakan hidup manusia. Air minum
harus dibeli, penyakit kulit atau mata muncul, dan keadaan tanah tersiksa.
Keadaan ini dengan sendirinya akan menyedot uang dari saku para penambang.
Hidup sehat dalam lingkungan yang bersih menjadi modal dasar perbaikan
kesejahteraan hidup manusia. Manusia yang sehat adalah bekal untuk mencapai
kesejahteraan individual dan sosial. Kesejahteraan dalam konteks ini mencakup
kesejahteraan lahir dan batin. Kebutuhan pokok (sandang, pangan, perumahan) dan
kerohanian terpenuhi dengan baik, sehingga kekurangan kebutuhan dapat dipenuhi.
Menghindari Konflik
Sejak dulu, kawasan pertambangan (emas) umumnya menjadi daerah
konflik dari waktu ke waktu. Persaingan dalam perebutan lahan tambang,
kecemburuan sosial dan ketidak-adilan sosial acapkali memicu kekacauan dan
ketidak-tenangan sosial. Kasus Free Port (Papua) dan PT Sumber Mineral
Nusantara, Desa Sumi, Kecamatan Lambu, Bima (NTB)[18]
menjadi pelajaran berharga bagi daerah-daerah pertambangan lain di seluruh
tanah air. Mengapa bisa muncul konflik terbuka dan berkepanjangan?
Pengabaian nilai kemanusiaan yang adil dan beradab akan mengundang
pertikaian antarpribadi, antara pribadi dengan stake holders dan antar-kelompok sosial dalam masyarakat. Jika manusia
tak dipandang dan disikapi sebagai subyek, maka akan muncul gejala perendahan
martabat manusia. Keadaan ini umumnya cenderung mengundang manusia untuk
bersikap reaktif terhadap keadaan di sekitarnya.
Sikap yang tidak menghargai kemanusiaan sebagaimana mestinya akan
melahirkan ketidak-adilan. Padahal, salah satu akar tunjang pertikaian dalam
masyarakat adalah ketidak-adilan sosial. Manusia yang satu tak diperlakukan
sama seperti manusia yang lain. Ketidak-adilan ini membuat manusia untuk
menuntut keadilan supaya mendapat kesempatan bekerja, gaji yang layak, jaminan
keselamatan dan masa depan yang pasti. Tanpa jaminan keadilan dalam dunia
pertambangan emas, bukan mustahil sewaktu-waktu akan muncul pertikaian
individual dan sosial.
Justru itu, sebelum pemberian izin eksplorasi dan izin produksi
sebaiknya Pemerintah Pusat (Daerah) sungguh memerhatikan masukan dan usulan
dari masyarakat lokal setempat. Lalu masukan ini ditimbang dan diolah secara
mendalam. Masukan-masukan berharga ini akan menolong sebuah perusahaan untuk
mengadakan eksplorasi dan produksi. Merupakan sikap yang arif jika sebuah
perusahaan penambangan emas peka terhadap tuntutan atau keinginan masyarakat
setempat.
Sejumlah kasus atau masalah dapat diselesaikan dengan kepala dingin,
tanpa menggunakan kekerasan dalam bentuk apapun. Sikap antisipatif untuk
mencegah benih pertikaian di kawasan pertambangan termasuk kearifan. Lebih baik
menghindari daripada mengobati. Akibatnya, sejumlah EWS (Early Warning System = Sistem Peringatan Dini) dapat dirancang
untuk memantau dan menghindari kemungkinan terjadinya pertikaian sosial.
Penanganan sebuah konflik sosial biasanya menuntut pengeluaran dana
khusus dari rakyat maupun Pemerintah. Mereka yang berkonflik umumnya tidak bisa
menjalankan tugas atau kerja harian. Sementara itu, pihak pemerintah yang
menangani konflik harus mengirimkan personeel dan mengeluarkan dana
operasional. Produk dalam sebuah pertambangan tidak bisa berjalan normal,
karena muncul konflik yang terkadang memakan waktu tidak sedikit. Jelas,
munculnya konflik merupakan gejala sosial kontraproduktif yang menyedot tenaga,
waktu dan dana pemerintah dan rakyat. Jika keadaan pertambangan aman dan damai,
maka semua kegiatan penambangan akan berjalan dengan baik dan produksi dapat
meningkatkan kesejahteraan hidup bersama. Keamanan dan kedamaian merupakan
prasyarat mutlak untuk membangun pertumbuhan ekonomi sebuah bangsa.
Sistem Kontrol Pemerintah
Kunci utama yang akan menghantar anak bangsa memasuki lumbung
kesejahteraaan adalah penerapan UU atau Peraturan Pemerintah secara adil,
konsisten, transparan dan bertanggung jawab. Selaku pemberi izin, pemerintah tidak
dapat cuci tangan atau berpangku tangan. Sistem kontrol pemerintah masih perlu
diperkuat. Birokrat pemberi izin perlu lebih aktif turun ke lapangan memeriksa
penggunaan izin semestinya. Membiarkan pengantong izin untuk melakukan apapun
dalam kawasan penambangan emas berarti membiarkan mereka merambah kekayaan alam
kita secara tak bertanggung jawab.
Sanksi hukum yang edukatif sangat penting, supaya pengantong izin jera
merugikan seluruh bangsa. Kemandulan dalam penegakan hukum akan mendatangkan
musibah bagi alam, rakyat sekitar dan pemerintah. Sekarang pemerintah harus lebih
serius mencermati tanggung jawab penggunaan izin. Keberanian moral pemerintah
untuk mencabut izin sebuah pengelolaan tambang yang merugikan lingkungan hidup,
masyarakat sekitar dan negara sangat diperlukan.
Tanpa kontrol dan sistem audit yang akurat dan transparan, biasanya
hasil penambangan sebuah perusahaan akan bocor dan fiktif. Dalam hal ini sangat
diperlukan tenaga audit pemerintah yang bersih dan bertanggung jawab secara
penuh. Kegiatan perusahaan pertambangan akan menjadi sumbangan besar bagi
percepatan pertumbuhan ekonomi, jika pemerintah lebih serius memantau dan
mencek semua keadaan yang sebenarnya dalam sebuah perusahaan pertambangan. Akan
menjadi sebuah kepandiran jika pihak pemerintah tidak sungguh-sungguh memantau
dan memeriksa proses penambangan emas di kawasan pertambangan.
Sistem kontrol yang adil berlaku untuk para penambang perorangan
atau kelompok. Transparansi laporan sangat diperlukan dalam proses untuk
mengetahui hasil pertambangan selama ini. Ini berarti bahwa pemerintah sungguh
menggunakan haknya untuk melihat seluruh proses penambangan. Bukanlah mustahil
bahwa pihak pemberi izin berhak mencabut izin itu jika disalah-gunakan. Yang
dititik-beratkan adalah suatu keseriusan pemberi izin untuk melaksanakan
tanggung jawab demi kepentingan seluruh bangsa. Sistem kontrol yang ketat atas
jumlah produksi dengan sendirinya akan memengaruhi keadaan dan pertumbuhan
ekonomi di seputar kawasan pertambangan.
PENUTUP
Petualangan dua abad lebih merambah perut bumi Mandor belum
berakhir. Hingga kini masih banyak orang menggantungkan hidup pada kawasan
beremas yang digarap sebelum kedatangan Belanda. Masyarakat masih merambah
kawasan baru yang belum tersentuh penambang. Sejumlah lahan pertanian disulap
menjadi lahan penambangan emas.
Pemerintah Belanda sadar bahwa kekuatan ekonomi Kalbar waktu itu
terletak pada penambangan emas. Mereka berusaha mengeluarkan sejumlah peraturan
yang mengontrol dan menguasai pertambangan. Para
penambang emas dalam kongsi-kongsi dipajaki dan mereka harus mendanai urusan
administrasi pemerintah. Peraturan ini mengundang reaksi penambang emas di
Mandor. Tak heran, para penambang dalam
kongsi pernah melancarkan serangan terhadap kekuasaan Belanda di Pontianak.
Pada waktu Lo Fong masih hidup, dikerahkan sekitar 1000 orang dari Mandor untuk
menyerang pertahanan Belanda di Pontianak.
Mandor tetap menjadi kawasan incaran penambang emas. Pertambangan
rakyat, yang sering disebut PETI (Pertambangan Emas Tanpa Izin) bertumbuh subur
sejak 1989. Tidak sedikit lahan pertanian dijadikan kawasan pertambangan emas.
Seorang warga mengeluh karena lahan di sekitar rumahnya sudah digarap sebagai
kawasan pertambangan. Keadaan lingkungan hidup si sekitar rumahnya mulai
terganggu. Tanah dan air di sekitar rumah tercemar air raksa. Lahan pertanian
menyempit. Sumber air minum sulit diperoleh. Sekarang sudah sulit mendapat babi
hutan, rusa atau pelanduk di kawasan yang masih berhutan. Membiarkan makhluk
hidup mengonsumsi air berair raksa berarti menyakiti dan membiarkan makhluk
hidup untuk memerpendek usia hidup di dunia.
Ternyata, usaha penambangan emas di Mandor mendongkrak ekonomi
rakyat, walaupun tidak semua penambang emas memeroleh penghasilan yang sama.
Mereka yang beruntung biasanya akan merambah penghasilan yang lebih besar
daripada mereka yang kurang beruntung.
Setelah menambang emas, muncullah pelbagai jenis usaha baru, seperti
warung kopi, warang nasi, toko-toko, kios bensin, dan warung bakso. Dari sini
tampak bahwa penambang emas menjadikan usaha penambangan emas sebagai jembatan
keledai untuk memerbaiki kesejahteraan rakyat. Yang paling penting adalah usaha
penambangan emas termasuk langkah positif untuk memerangi pengangguran (tak
kentara) dalam masyarakat.
Walaupun belum berskala besar, namun dinamika ekonomi rakyat mulai
terasa dan ekonomi rakyat membaik dari waktu ke waktu. Tanpa menyangkal dampak
ekologis, penambangan emas di Mandor mendukung pertumbuhan dan percepatan
perekonomian rakyat. Perbaikan ekonomi rakyat terus digalakkan melalui jalur
bisnis atau menjadi anggota Credit Union (CU) di beberapa lokasi dekat dengan
Mandor. Sebenarnya para penambang emas tanpa izin telah menjalankan ekonomi kreatif
yang baru-baru ini dicanangkan pemerintah.
KEPUSTAKAAN
Buku
Gerber, James
and Lei Guang (ed). 2006. Agriculture and Rural Connections in the
Pacific 1500-1900. Hampshire: Ashgate Publishing Ltd.
Groot, J.J.M.
de. 1885. Het Kongsiwezen van Borneo: Eene Verhandeling over den Grondslag en den
aard der chineesche politieke vereengingern in de kolonien. Met eene chineesche
geschiedenis van de kongsi Lanfong. The Hague: M. Nijhoff,
Heidhues, Mary
Somers. 2008. Penambang Emas, Petani dan Pedagang di “Distrik Tionghoa” Kalimantan Barat (Diterj. Asep Salmin, Suma
Mihardja dkk). Jakarta:
Yayasan Nabil.
Ooi, Keat Gin.
2011. The Japanese Occupation of Borneo: 1941-1945. New York:
Routledge.
Ownby, David and
Heidhues, Mary Somers. 1993. “Secret Socities” Reconsidered: Perspectives
on the Social History of Modern South China and Southeast
Asia. New York:
M.E. Sharpe, Inc.
Pan, Lynn. 1994.
Sons
of the Yellow Emperor: A History of the Chinese Diaspora. New York: Kondansha America.
Reid, Anthony
(ed). 2001. Sojourners and Settlers: Histories of Southeast
Asia and the Chinese. Hawaii:
Univeristy of Hawaii
Press.
Veth, P.J. 1854.
Borneo’s
Wester-Afdeeling: Geographisch, statistisch, historisch, vorafgegaan door eene
algemeene schets des ganschen eilands. I. Zaltbommel: Joh. Nomanen
Zoon.
Yuan Bing-Ling.
2000. Chinese Democracies: A Study of the Kongsis of West
Borneo (1776-1884).
Leiden: Research School
of Asian, African and Amerindian
Studies, CNWS, Universiteit Leiden – The Netherlands.
Artikel
Babunga office, “Pertambangan emas ilegal (PETI):
dampak PETI bagi lingkungan”.
Bun Kong Jit,
“Lo Fang Bo” dalam Memperingati 100 Tahun Berdirinya Sekolah Tionghoa Zhenqiang
di Pontianak (Juli 2007), 112-115. (Teks asli dalam bahasa Mandarin)
Haryo, C. Wahyu,
“Harta Karun Emas Mandor, Kisah Penambangan Ratusan Tahun”,
http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/09/17/
02592567/harta.karun.emas.mandor.kisah.penambangan
ratusan.tahun
Ngadiran, Purwo Santoso, dan Bambang Purwoko, “Dampak
Sosial Budaya Penambangan Emas di Kecamatan Mandor Kabupaten Landa Propinsi
Kalimantan Barat” (“Social Culture Impact of Gold Mining at Mandor in Landak Regency
West Kalimantan
Province”), Sosiohumanika,
15 (1), Januari 2002, 131.
-----
“Mengundang Investasi Baru dalam Bidang Pertambangan”, Indonesia Policy Briefs – Ide-ide
Program 100 Hari.
Setiabudi, Bambang Tjahjono, “Penyebaran Merkuri
Akibat Usaha Pertambangan Emas di Daerah Sangon, Kabupaten Kulon Progo, D.I.
Yogyakarta, Kolokium Hasil Lapangan – DIM 2005, 61-2,3
Widodo,
“Pencemaran air raksa (Hg) sebagai dampak pengolahan bijih emas di Sungai
Ciliunggunung, Waluran, Kabupaten Sukabumi”, Jurnal Geologi Indonesia,
Vol. 3 No. 3 September 2008:140.
*)Cicit seorang
penambang emas, sekarang Pengampu Matakuliah Etika Bisnis dan Manajemen Konflik
di STIE Widya Dharma Pontianak,
alumnus Universitas Gregoriana dan Universitas Lateran, Roma, Italia
(1991-1996)
[1] C. Wahyu Haryo, “Harta Karun Emas Mandor,
Kisah Penambangan Ratusan Tahun”, http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/09/17/02592567/harta.karun.emas.mandor.kisah.
penambangan ratusan.tahun.
[2] Bdk. Walhi.or.id.
[3] Dalam bahasa Mandarin, Mandor disebut “Dong Wan Li”, yang berarti “Daerah Timur
dengan Selaksa Hukum”.
[4] Yuan Bing-Ling, Chinese Democracies, 27. Bdk.
Dr. William Chang, “Barat Terpikat Keelokan Gunung Emas”
(http://www.kompas.com/kompas-cetak/0108/11/nasional/terp,28.htm).
[5] Secara etimologis, kata dompeng
berasal dari nama mesin paroduk RRC, “Dong Feng” yang berarti “Kemakmuran
Timur”.
[6] Wawancara dengan Camat Mandor, Drs. Marius
Baneng (22/12/2011), pukul 08.45 tentang penambangan emas masa orde baru.
[7]Ngadiran, Purwo Santoso, dan Bambang
Purwoko, “Dampak Sosial Budaya Penambangan Emas di Kecamatan Mandor Kabupaten
Landa Propinsi Kalimantan Barat” (“Social Culture Impact of Gold Mining at
Mandor in Landak Regency West
Kalimantan Province”),
Sosiohumanika,
15 (1), Januari 2002, 131.
[9]Babunga office, “PETI (Pertambangan Emas
Ilegal) Negara rugi sampai Rp 10 T per tahun”.
[10]Babunga office, “Modal awal untuk memulai
Dompeng”, s.a.
[11]Baca artikel “Mengundang Investasi Baru
dalam Bidang Pertambangan”, Indonesia Policy Briefs – Ide-ide Program
100 Hari.
[12] Wawancara dengan Sekda Kabupaten Landak,
Drs. Ludis, MM (19/12/2011). Bdk foot note 6.
[13]Bdk. Ngadiran dkk, “Dampak Sosial Budaya
Penambangan Emas…”, Sosiohumanika, 15(1), Januari 2002, 139-140.
[14]Bdk. Widodo, “Pencemaran air raksa (Hg)
sebagai dampak pengolahan bijih emas di Sungai Ciliunggunung, Waluran,
Kabupaten Sukabumi”, Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 3 No.
3 September 2008:140.
[15]Babunga office, “Pertambangan emas ilegal
(PETI): dampak PETI bagi lingkungan”. Bdk.Bambang Tjahjono Setiabudi,
“Penyebaran Merkuri Akibat Usaha Pertambangan Emas di Daerah Sangon, Kabupaten
Kulon Progo, D.I. Yogyakarta, Kolokium Hasil Lapangan – DIM 2005,
61-2,3.
[16]Baca artikel “Mengundang Investasi Baru
dalam Bidang Pertambangan”, Indonesia Policy Briefs – Ide-ide Program
100 Hari.
[17]Baca artikel “Mengundang Investasi Baru
dalam Bidang Pertambangan”, Indonesia Policy Briefs – Ide-ide Program
100 Hari.