“Biarlah orang mati menguburkan orang mati; tetapi engkau, pergilah dan beritakanlah Kerajaan Allah di mana-mana” (Luk
9,60). Omong kosong apa ini? Hampir pasti, semua bangsa punya adat dan
kewajiban menguburkan orangtuanya yang meninggal. Teristimewa dalam
adat Timur Tengah, penguburan orang mati, bahkan orang asing sekalipun,
merupakan tindakan yang terpuji. Bagaimana memahami nats yang tampaknya
mustahil dan melawan adat ini?
Ucapan ini keluar ketika seorang simpatisan pengikut Yesus ditunjuk untuk bergabung menjadi murid dalam suatu perjalanan. “Izinkanlah aku pergi dahulu menguburkan bapaku”, jawab si calon murid. Menanggapi ini, keluarlah ucapan Yesus yang kedengarannya keras dan sulit itu.
Tema
utama kisah ini ialah tuntutan pemuridan. Orang yang mau menjadi murid
Yesus dituntut untuk memprioritaskan panggilan itu di atas
kepentingan-kepentingan lainnya. Tapi ya,.. apa susahnya Yesus menunggu
sehari saja dan membiarkan simpatisan itu menguburkan ayahnya?
Penguburan orang Yahudi berlangsung tidak lama setelah kematian. Jadi
jika ayahnya baru saja meninggal, tentu akan dikuburkan pada hari yang
sama. Setelah itu, tentu dia bisa lebih bebas mengikuti Yesus tanpa
didera rasa bersalah terhadap almarhum ayahnya.
Saya
pikir begini. Jika ayah simpatisan itu meninggal pada hari itu, ia
pasti sedang sibuk mengurus penguburan ayahnya. Tidak mungkin dia
justru asyik bercengkerama dengan rombongan Yesus. Jadi, ucapan Yesus
ditujukan bukan kepada orang yang baru saja ditinggal (mati)
oleh ayah atau ibunya dan dengan demikian memikul kewajiban
menguburkannya. Ia berbicara kepada orang yang ingin menjadi murid,
tetapi mengajukan syarat: “Nantilah, setelah ayahku meninggal”. Atau, “Biarkan
aku tinggal di rumah dan memenuhi tanggung jawab merawat orangtuaku
dahulu, setelah mereka meninggal dan menguburkannya, aku baru mengikuti
Yesus.” Untuk kondisi ini, Yesus berujar: “Biarlah orang mati menguburkan orang mati.”
Jadi,
Yesus ingin mengatakan ada hal yang lebih penting untuk diprioritaskan
bagi orang-orang yang dipanggil menjadi murid. Seorang anak tentu wajib
berbakti kepada orangtuanya. Namun untuk orang yang dipanggil, Kerajaan
Allah harus diletakkan di atas kepentingan lainnya.