Kira-kira 13 tahun yang lalu, saya menonton film Titanic,
sebuah film tragedi-romantik garapan James Cameron yang menurut banyak
iklan wajib ditonton oleh pasangan yang memadu cinta. Saya ikut dan
menontonnya bersama mantan pacar. Seperti biasa, saya tertidur di
sandaran bahu mantan pacar ketika para awak dan penumpang kapal sibuk
menyelamatkan diri. Dan... terbangun ketika seorang nenek tua
mengakhiri cerita tragisnya.
Banyak orang tergila-gila
dengan film ini. Ada yang setelah menonton di bioskop, merasa harus
membeli VCD-nya untuk diputar berulang-ulang. Bahkan ada yang beli 2
set. Satu set dipakai untuk diputar berulang-ulang atau meminjamkannya
kepada teman. Satu set yang lain dibiarkan tetap utuh dengan plastik
tersegel untuk disimpan di tempat terhormat di rak CD.
Cameron
memang berhasil mengarahkan pusat perhatian penonton pada sosok Jack
(Leonardo di Caprio) dan Rose (Kate Winslet) mengalahkan adegan
menyeramkan dan mengerikan di mana ribuan penumpang tewas terlempar
atau melorot jatuh ketika badan kapal patah dua. Kisah cinta mereka
berdua teramat indah untuk diganggu oleh aneka prahara. Pada pandangan
pertama Rose terhadap Jack, dia langsung terpesona. Pesona berkembang
menjadi kerinduan. Dan kerinduan berubah menjadi cinta. Ya, ya, ya...
hampir semua film romantis memperlihatkan proses yang kurang lebih
sama. Cinta mereka luar biasa; cinta yang buta (tidak melihat) hal-hal
yang tak dapat diterima pada diri pasangannya. Cinta yang hanya ada
suka, canda, dan tawa.
Sayangnya, cinta
seperti ini tidak ada dalam dunia nyata kita. Silakan, jika Anda ingin
memperolehnya dalam dunia utopia. Cilakanya, banyak orang terkecoh dan
terpesona dengan cinta seperti ini. Mendambakan dan memburunya hingga
ke Samudera Atlantika. Keterpesonaan seperti ini “membunuh” banyak
relasi yang sebetulnya masih cukup sehat dan baik. Mereka merasa mutu
hubungan yang dimiliki masih kurang menurut ukuran ala Titanic.
Mereka bermimpi untuk menjadi Jack dan Rose yang bebas memadu gairah
asmara tanpa harus memikirkan nafkah, kerja, belanja, memasak, membayar
tagihan kartu kredit, hingga jadwal membuang sampah. Kisah cinta
dan/atau pernikahan model tukang mimpi seperti ini, malangnya, harus
karam bersama kapal Titanic di samudera dunia nyata.