Pernikahan butuh komitmen. Semua orang tahu itu. Namun tidak banyak
yang mengetahui dari awal, bahwa kebutuhan akan komitmen itu baru
betul-betul disadari ketika berada di tengah jalan pernikahan. Analogi
John Gray menarik sekali. Alkisah, laki-laki hidup di Mars dan
perempuan hidup di Venus. Kemudian segalanya berubah ketika mereka
datang ke Bumi dan lupa bahwa mereka berasal dari dunia yang berbeda.
Konon pada zaman dulu,
seorang pria bertanya pada seorang gadis, “Maukah kau menikah
denganku?” ”Tidak”, jawab sang gadis. Dan pria itu hidup berbahagia
hingga akhir hayatnya. Dia naik motor kapan pun dan kemana pun ia mau,
pergi memancing, berburu main golf, minum-minum dan punya uang di bank.
Ia membiarkan tutup toilet terbuka, handuk di tempat tidur, dan kentut
kapan pun ia mau.
Kisah yang jujur di atas tersembunyi
dalam benak banyak laki-laki dan perempuan karena takut dianggap
sebagai ungkapan keluhan, penyesalan, penderitaan, kekecewaan, kondisi
terpenjara atau ketidakbahagiaan. Padahal inilah konsekwensi yang
alamiah akibat penyatuan dua 'dunia' yang berbeda. Perempuan-menikah
juga punya cerita serupa, dengan detil berbeda. F. Nietzsche lebih
ekstrem ketika mengatakan: “Jika pasangan yang menikah tidak hidup
bersama, pernikahan yang bahagia akan lebih banyak.
Sigmund
Freud melakukan penelitian selama 30 tahun dan gagal menjawab
pertanyaan “Apa sih yang diinginkan perempuan?” Tentu saja, perempuan
juga akan mengajukan pertanyaan serupa: “Mau apa laki-laki sebetulnya?”
Kegagalan Freud disebabkan karena ia meneliti orang lain, lebih-lebih
orang-orang neurotik yang merupakan pasien-pasiennya. Jangan ulangi
kesalahan Freud. Telitilah dirimu dan pasanganmu, dan pahami bahwa Anda
dan pasangan memang berbeda.
Kesadaran ini perlu untuk
pengetahuan bahwa Anda akan tetap mengalami perbedaan ini entah siapa
pun yang Anda nikahi sejauh dia perempuan, atau sejauh dia laki-laki.
Semua perempuan dan laki-laki sama susahnya untuk dicintai jika Anda
bangun bersamanya setiap pagi. Kecuali yang Anda inginkan ialah
mencintai sebuah bayang-bayang atau fantasi. Mencintai orang yang nyata
duduk semeja saat sarapan pagi memerlukan komitmen dan integritas yang
sesungguhnya.
Ucapan “Saya bersedia” yang hanya butuh
kurang lebih sepuluh detik untuk mengatakannya, akan diikuti oleh
sepuluh tahun keraguan mengenai “Bersediakah saya?” (Mary Kay Blakely)